"Den Dave, itu tuh kawannya udah nunggu diluar." Bi Inah berujar.
Ahh, aku hampir lupa akan janji Lian untuk menjemputku pagi ini. Aku kemudian menyelesaikan sarapan pagiku. Walaupun hanya menghabiskan separuhnya saja.
"Oke nasi goreng, jangan bersedih untuk hari ini. Besok aku akan memakanmu sampai habis. Aku tak ingin pria di depan sana menungguku telalu lama," ujarku kearah nasi goreng udang buatan Bi Inah.
"Bi, Dave pergi dulu ya," ujarku berpamitan.
"Iya, hati-hati," balas Bi Inah.
Aku kemudian bejalan menuju gazebo taman dan mendapati Susi sedang bergalau ria. Hahaha, kasian juga melihatnya seperti ini. Aku dapat menebak, pasti kegiatan kawin mengawin yang menyebabkannya galau. Aku mendekat kearah Susi.
"Kapan kamu balik lagi kesini?," ujarku kearahnya dan mulai duduk disampingnya. Mungkin Lian harus bertahan disana menungguku.
Susi mendesah. "Hm, aku rasa gak akan pernah lagi," ujarnya pelan.
"Jadi, ini adalah waktu terakhirmu disini?" tanyaku iba.
Susi menggeleng.
"Oke, aku rasa aku akan merindukanmu juga," ujarku menggunakan kata juga. Karena aku merindukan Mama juga Susi.
"Sama halnya denganku," ujar Susi.
Kemudian Susi memelukku. Aku pun membalas pelukannya.
"Aku akan sangat merindukanmu," ujarnya pelan.
"Aku akan merindukan saat kita selalu berkelahi," ujarnya kemudian tersenyum.
"Harusnya, kamu sekarang bahagia. Seorang pria beruntung telah menunggumu disana," ujarku.
Aku mengelus rambut hitamnya.
"Ya, aku bahagia," sambung Susi. "aku akan berangkat pukul 10 nanti. Jadi, ingatlah untuk selalu mengenangku," ujarnya kemudian.
"Pasti," ujarku. Aku tersenyum.
Aku mendapati mata hitamnya yang mengguratkan sebuah kesedihan disana.
"Oh, ayolah. Kamu akan berkeluarga minggu depan," ujarku setelah berhasil mendapatkan satu titik air mata Susi jatuh. Aku mengusapnya perlahan.
Thanks atas segalanya Dave," ujar Susi.
Aku mengangguk.
"Maafkan selama ini bila aku membuat hatimu panas," ujarnya lagi.
Aku mengangguk.
"Maafkan aku juga bila sudah membuat kau jengkel," ujarku mengoreksi. "rumah ini akan semakin sepi tanpa kamu, tanpa isak tangismu nonton sinetron murahan itu," ujarku bercanda.
"Hahaha," tawa lepasnya berkumandang.
Aku suka bila Susi tertawa seperti ini, seolah dia tak memiliki beban sama sekali.
"Oke, aku harus pergi," ujarku sambil bangkit berdiri. Susi tersenyum.
"Oh, yaa. Tolong kirimkan salamku ke pria tampan yang sedang menunggumu itu. Dia sangat tampan," ujarnya.
Aku memutar bola mataku.
"Heii!! Kamu mau menikah, bagaimana mungkin kamu bicara itu?" ujarku. Susi tertawa lagi.
"Bercanda," ujarnya.
"Aku berangkat ya. Aku gak mau membuat Lian menungguku berabad-abad disini," ujarku.
"Ooh, namanya Lian. Hm, bagus yaaa," ujar Susi.
Aku mengepal tangan kananku. Aku ingin memukul Susi saat ini. Padahal dia sebentar lagi akan menikah, bagaimana bisa dia masih berlagat genit seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Without Sunshine
Teen FictionKarena ada sebuah ruang kosong dihatiku, tepatnya sebuah ruangan kecil yang diisi oleh Petra. Aku tau, sangat tau, bahwa aku juga.. mencintai Petra. Ruangan kecil itu, kini membuatku teringat kembali akan masa-masa pertama saat aku jatuh cinta pada...