WS 35

3.7K 213 33
                                    

Itu terjadi, selamat tinggal cinta masa laluku...

Semua benar-benar terjadi. Seperti pemikiranku beberapa pekan lalu. Semua akan berubah, ya semua kini berubah. Oscar sudah jarang bersamaku. Oscar banyak mendatangi konferensi-konferensi mancanegara yang mengharuskannya meninggalkanku. 

Tapi satu hal yang tak berubah, Oscar masih cinta kepadaku, walaupun pertemuan kami dapat dihitung oleh jari. Satu hal lagi yang membuatku bahagia. Junior sudah dapat berbicara. Walaupun dalam bahasa-bahasa yang kurang teratur. "Makan apa ini pagi?" tanya Junior polos. Aku tau, maksudnya adalah " pagi ini, kita makan apa?"

Semua berjalan sangat perlahan. Semua benar-benar perlahan.

"Jeniffer ingin sekali berjumpa denganmu kemarin malam nak," Ibu tua itu menyapu air matanya. Balutan kain hitam yang menutupi semua tubuhnya sudah dapat menyimpulkan apa yang terjadi. Itu sudah terjadi memang. Aku merapikan letak kaca mata hitamku. Aku menutupi mataku yang sembab. Aku sangat terpukul saat Nyonya Chen mengatakan itu.

"Saat Jeniffer dirawat. Dia banyak bercerita tentangmu. Dia bercerita bahwa kamu adalah orang yang sangat baik,"

"Sudah tante..." aku mengelus pelan pundak rapuh Nyonya Chen itu.

"Dia benar-benar anak yang malang. Dia masih terlalu muda untuk menghadapi ini semua," kali ini air mata Nyonya itu jatuh lagi.

Aku berusaha membuat Ibu itu tenang. Walau aku tau, bahwa bukan perkara mudah untuk menenagkan hati seorang Ibu yang kehilangan hartanya yang paling berharga.

"Bi, sudah Bi. Jeniffer sudah tenang disana," Oscar menggapai tubuh nyonya Chen.

"Anak ku.. mengapa kamu tidak memberitahu Ibu dari dulu!" nyonya Chen semakin terisak.
Bagaiamana kami memberitahunya? Dulu, Jeje sangatlah mengerikan. Apa yang terjadi bila kami memberitahu bahwa Jeje sudah hamil? Hamil diluar nikah.

"Oscar, tolong tenangkan Bibi. Aku tak tahan disini. Aku ingin menangis," aku berbisik kearah Oscar.

Oscar mengangguk. Oscar lebih tegar dari pada aku.

Aku berjalan kearah makam Jeje yang masih basah. Orang-orang berpakaian hitam masih tampak ramai disekitar makam itu. Aku berjalan menggapai nisan Jeje. Ku elus perlahan. Sentuhan angin pemakaman membuat suasanya sedikit tenang dan sendu. Dari balik sana, hanya ada tertinggal isak tangis. Namun, aku yakin Jeje sekrang sedang bahagia. Karena Jeje sudah berhasil menyelesaikan segala tugasnya didunia ini.

Bukankah kita semua akan berujung pada kematian?

Siapa yang hidup, pasti akan mati. Tapi, berbeda bila anda percaya dengan reinkarnasi.

"Jeje... Mama bilang, sebelum kamu pergi, kamu ingin berjumpa denganku. Apa yang ingin kamu katakan, teman?" aku merasa kerongkonganku kering.

Lalu aku mengambil kembang dan menaburkannya disekitar nisan Jeje.

"Selamat jalan kawan. Aku sudah memaafkanmu, kamu tahu itu,"

Aku membayangkan bagaimana mayat wanita cantik yang sedang tertanam dibawah sana, tanpa mata. Di akhir hayatnya, Jeje sudah melakukan segala hal yang terpuji. Kembali, hembusan angin pemakaman mengusikku. Aku menyudahi penaburan kembang. Lalu aku berjalan menuju Oscar yang sedang memeluk erat tubuh Bibi.

"Tante, aku pulang dulu," aku berpamit.

"Ya nak Dave. Sesekali, berkunjunglah ke Bandung," ujar Nyonya Chen.

Aku mengangguk.

"Aku juga mau pamit Bi,"Oscar mengikutiku.

"Ya.. terimakasih Oscar. Kamu memang sudah menjaga Jeniffer selama ini dengan baik. Terimakasih sayang,"

Without SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang