WS 24

3.4K 224 18
                                    

"Dave! Kenapa kamu belum siap-siap, aku akan mengantarkanmu. Kita bisa telat kalau begini," suara Petra membuatku sedikit terjaga. Kepalaku masih terasa berat, oh dear.

Kemudian suara lari kecil Petra terdengar jelas. Petra menuju kekamarku. Ahh, aku lupa memberitahu Petra bahwa aku sedang sakit, dan tidak akan mungkin kesekolah dengan keadaan hancur seperti ini.

"Davee......" Petra terlihat sudah berada diambang pintu. Wajahnya terlihat bingung, heran dan takut.

Kemudian dia melangkah kearahku. Petra sudah memakai semua seragam sekolahnya dengan lengkap, Petra terlihat sangat tampan. Kemudian Petra duduk disampingku.

"Ada apa denganmu? Kamu sakit?" suara Petra terdengar sangat prihatin.

"Aku baik-baik aja," dustaku.

Petra terbelalak. Aku yakin dia terkejut mendengar suara baruku. Tapi Petra tak menunjukkan tanda-tanda bahwa dia akan tertawa.

"Kamu sungguh kurang sehat. Terlihat sangat hancur," ujar Petra blak-blakkan.

Kemudian Petra menyentuh pelipisku.

"Dan kamu juga demam," ujar Petra lagi. Ahh, ternyata obat yang kuminum belum bereaksi juga.

Hah?? Obat??! Oh dear, aku lupa meminum obatku.

"Aku gak apa-apa. Sekarang pergilah ke sekolahmu, jangan sampai kamu terlambat," ujarku dengan lembut. Petra bergeming.

"Aku gak akan pergi sebelum kamu benar-benar sembuh," Petra membuahku terperangah.

Petra, apakah statament barusan memang benar-benar kau ucapkan?

"Aku serius," aku dapat menangkap sebuah nada keseriusan disana.

Petra, benar-benar baik. Oh dear, seandainya....

"Petra.. kamu sangat baik," ujarku. Aku terharu.

Petra kemudian bergeser sedikit kearahku. Kemudian Petra mengusap lembut pipiku. Jantung berpacu. Matanya menatap lembut kearahku. Tatapan itu sangat dalam. Aku semakin nervous. Kemudian Petra mendekatkan wajahnya kewajahku, jarak kami sangat dekat, hidung mancung kami sudah beradu. 

Kurasakan bibir Petra seperti mengatup. Kemudian Petra mendekatkan bibirnya ke bibirku , aku memejamkan mataku, aku sadar bila sekarang jantungku berdegup dengan kencang, aku menahan nafasku. Oh dearr!!

"Ini sarapannya udah siap Den," suara Bi Inah membuat Petra berlompat kaget. 

Petra berdiri. Mengatur nafasnya. Aku tersadar. Petra batal menciumku. Damn! Tapi apakah Bi Inah melihat adegan barusan?

"Ehh, nak Petra udah disini toh," ujar Bi Inah sambil meletakkan mangkok bubur ayam dimeja tidurku.

"Ii.. iyyaaa bii," Petra gelagapan.

"Yaudah kalau gitu, bibi tinggal dulu yaa. Dimakan buburnya," ujar Bi Inah sambil beranjak keluar kamar.

Kemudian suara pintu berdecik, pertanda Bi Inah sudah melangkah keluar. Kamarku terasa sangat hening. Petra masih terdiam. Semua terasa canggung, apa karena kejadian barusan?? Petra berdeham kecil.

"Oke, biar aku membantumu memasukkan bubur itu kedalam perutmu," ujar Petra sedikit masih canggung.

Aku pun mengangguk. Aku juga tak kalah canggung dengan Petra. Petra mendekat kemudian meraih semangkuk bubur dan mulai menyendokkannya. Mata Petra melihat kedalam bubur itu, tanpa melihat kearahku. Aku benci momen ini. 

Gumpalan asap dari bubur tersebut menguap ke udara, menandakan bahwa bubur tersbut masih baru dimasak. Kemudian Petra meniup sesendok bubur yang ada ditangannya untuk mendinginkan bubur tersebut. Setelah merasa bubur itu sudah dingin, Petra mengarahkan sendok itu kedalam mulutku.

Without SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang