Bagian 4

73K 5.6K 90
                                    

Rio menatap Najwa dengan mata nyaris melompat. Entah dosa apa yang sudah dia lakukan kepada Andra, sehingga dia harus menerima ide gila ini tanpa curiga sedikitpun. Beberapa bulan yang lalu, dia memang sempat dikenalkan dengan Najwa. Andra berkata, Najwa adalah kandidat calon ibu yang sangat direkomendasikan. Namun yang namanya perasaan memang tidak bisa dipaksakan, Rio tidak memiliki rasa tertarik dan justru minder.

Rio berdeham pelan.

"Udah dari tadi, Wa?" tanya Rio sambil menarik kursi dan duduk manis, mengabaikan Vira yang masih berdiri tanpa dianggap. Wanita itu terlihat jengah melihat perlakuan Rio yang seenaknya.

"Baru saja kok, Bang. Ah, ini siapa? Klien?"

Rio seakan tersadar dan langsung kembali berdiri, menarik kursi untuk Vira. Sebelum itu dia menyempatkan untuk merangkul bahu wanita tersebut, sok akrab.

"Oh iya, kenalkan Vira. Calon istri sekaligus klien yang diceritakan Andra."

Vira menatap Rio dengan tajam, kalau saja lengannya tidak cidera dan Rio tidak mencengkeram bahu lainnya pasti tangannya sudah melayang. Siapa wanita yang suka diberlakukan seenaknya? Tidak ada. Akhirnya, Vira hanya melemparkan senyum masam kepada Najwa. Dia merasa bersalah ketika menemukan raut wajah kekecewaan dari wanita di hadapannya. Dia baru akan membuka mulut, ketika Rio mencengkram bahunya lebih erat, dan saat mata mereka bertemu Rio memberikan kode untuk diam.

Obrolan canggung terjadi selama pembicaraan mereka bertiga. Najwa berpamitan pergi, setelah mereka mencapai kesepakatan untuk masalah pekerjaan.

"Orang gila!" gerutu Vira sambil bangkit berdiri.

Rio terkekeh pelan, dengan tangan terulur menghentikan Vira. Jangan salahkan dia yang menggunakan cara seperti ini, karena dia merasa terdesak sehingga harus melakukannya. Dia ingin baik Rara maupun Andra berhenti menjodohkannya dengan Najwa. Dia bukan anak kecil lagi, sehingga harus memperhitungkan apa yang harus dia putuskan. Karena menikah bukan hanya menyangkut perasaan dan hatinya, tetapi sudah menyangkut Rey. Dia juga perlu proses yang lama untuk sekadar memberikan penilaian. Dia lelaki yang suka tantangan untuk mendapatkan sesuatu.

"Lepas, saya mau pulang!" omel Vira.

"Maaf, tapi bisakah duduk dulu?" pinta Rio. Lelaki itu tersenyum puas ketika Vira menuruti perintahnya.

"Saya tidak bermaksud memanfaatkanmu, tetapi kondisinya tadi sangat mendesak."

"Siapa dia? Mantan? Anda nggak lihat wajah kecewa tadi? Dia benar-benar kelihatan patah hati. Kalau anda mau menyakiti orang, jangan bawa-bawa saya. Bagaimanapun saya juga wanita biasa, saya tahu bagaimana perasaan orang lain. Kalau anda mau mengakhiri hubungan atau menjauh, jelaskan baik-baik, jangan jadi pengecut, dan menggunakan orang lain sebagai tameng."

Rio terlihat memikirkan kalimat dari Vira. Kecewa? Apakah tadi Najwa menampakkan wajah yang demikian? Namun sayangnya dia sama sekali tidak memperhatikan. Rio mengangkat bahunya, tanda tidak peduli. Selama ini dia tidak pernah memberi harapan kepada Najwa, jadi bukan salahnya kalau wanita itu berharap. Salahkan saja ketampanannya dan statusnya sebagai duda keren, sehingga membuat para wanita terkesima, kecuali wanita di hadapannya ini.

"Ngomong-ngomong, kalau saya melamarmu, kamu mau menerimanya?" tanya Rio untuk memastikan. Siapa tahu Elvira ini adalah tipe-tipe orang yang menutupi perasaan. Berpura-pura cuek, tetapi dalam hati menaruh harapan. Berpura-pura tidak mau menikah padahal dalam hati sangat ingin.

"Nggak!"

Jawaban cepat dari Vira langsung membuat Rio terdiam. Rio menyipitkan mata, seakan memikirkan suatu hal. Lalu dia kembali tersenyum, merasa tertantang akan jawaban Vira. Lihat saja, sebentar lagi dia akan menaklukkan hati wanita ini, pikirnya yakin.

Calon IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang