"Kamu serius?" tanya Rio untuk memastikan bahwa pendengarannya tidak salah.
"Ayo kita menikah."
Kalimat yang sama, diucapkan masih dengan suara lirih.
"Pasti ada yang tidak beres!" batin Rio. Vira yang kemarin sore menolak lamarannya, tidak mungkin berubah pikiran secepat ini.
"Kamu sekarang ada di mana? Aku akan ke sana," ujarnya kemudian
"Ayo kita menikah."
Rio mengernyitkan dahi, juga mengeram karena gregetan. Iya, dia sudah tahu kalau Vira ingin menikah. Masalahnya sekarang, bagaimana sekarang dia bisa berkomunikasi dengan baik kalau hanya satu kalimat sama, yang terus keluar dari mulut Vira.
"Elvira," panggil Rio pasrah. Dia tidak tahu lagi bagaimana harus mengatasi situasi aneh ini.
"AYO KITA MENIKAH SEKARANG JUGA! AKU ADA DI RUMAH!"
Suara Vira yang sedikit membentak langsung membuat Rio menjauhkan ponselnya. Fix, Vira memang sedang tidak waras. Hal yang harus dia lakukan sekarang adalah bertemu dengan wanita itu dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia langsung mematikan ponsel tanpa berkata apa pun lagi.
"Ra, titip Rey, ya! Abang harus pergi," ujar Rio cepat.
"Kenapa sama Kak Vira, Bang? Ada yang salah?"
"Itu dia, Abang nggak tahu dan mau cari tahu."
"Tapi, aku sama Bang Andra mau pergi hari ini. Kami ada janji buat ke rumah Kak Bila."
Rio mengerutkan dahi, ke rumah saudara Andra itu tidak menghalangi mereka untuk membawa Rey. "Ra!"
"Abis ke rumah Kak Bila ada launching buku baru Papa Revan. Di sana nanti pasti ada Si Kembar."
Rey langsung melotot ngeri ketika bayangan makhluk kembar identik muncul di kepala. "Ayah," rengeknya.
Rio mengusap kepala Rey pelan, mencoba menenangkan. "Kakek tua itu, gimana bisa punya buku baru segala? Udah kayak orang terkenal aja. Tapi, Ra! Kamu bisa lah amanin Rey. Di sana nanti juga anak laki-lakinya Kak Bila, kan? Jadi Rey ada temannya."
Rara mengangguk paham. "Oke, kalau begitu Rey ikut kami. By the way bukunya itu nggak cuma punya Papa Revan aja, ada mertuanya Kak Nada sama orangtua Kak Bila. Satu lagi, orangtuanya Kak Najwa. Ada empat totalnya."
Rio melotot tidak percaya. Oh, dunia sudah gila ketika para orang tua itu masih berkarya di usia senja. "Dasar orangtua! Eh, Ra, Abang pesenin buku mereka semua deh, ya. 1 paket."
Kali ini giliran Rara yang melongo, "Abang mau beli? Buat apa?"
"Siapa tahu aja kisah mereka bisa menginspirasi Abang dalam menjalani kehidupan. Bagaimana pun juga, mereka itu senior. Jadi, nggak ada salahnya kita ambil pelajaran. Konon, lebih baik kita tahu betapa kerasnya kehidupan dari cerita orang lain dibandingkan harus kita yang mengalaminya langsung."
Rara manggut-manggut. Rio benar, lebih baik belajar dari kisah susah atau sedih seorang, daripada kita harus merasakan sakitnya.
"Oke, nanti aku pesenin. Duitnya mana?" tanya Rara sambil menyodorkan tangan.
Hal tersebut membuat Rio berdecak. "Berapa sih beli 1 paket?"
"165ribu. Murah, kan?"
Rio mengangguk. "Ya, murah. Kalau begitu pakai uang Andra aja. Rey, Ayah pergi sebentar, ya. Kamu sama nte Rara. Wassalaamu'alaikum."
Rara memutar bola mata, dia merasa menyesal telah promosi buku milik mertuanya. Tahu begini, seharusnya tadi dia tidak usah promosi saja.
♥♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Ibu
HumorMasa lalu itu ada bukan untuk dilupakan. Masa lalu itu ada sebagai alasan untuk hari ini. Selamanya, kita tidak akan bisa untuk mengubahnya. ~Dia tidak hanya mencari seorang istri, melainkan ibu untuk anaknya.~ ~Dia tidak hanya mencari seorang suami...