Bagian 23

64.2K 5.2K 196
                                    

Selamat hari Rabu, teman-teman semua. Sebelumnya mohon maaf ya kalau lapak ini terlalu lama diabaikan -_-. Lalu, sekarang pun baru bisa update sedikit. Semoga tidak mengecewakan dan hitung-hitung pemanasan nulis lagi. Btw kalau ada kritik dan saran buat cerita ini boleh banget lho. Barangkali ada ide buat mereka juga boleh. Siapa tahu kan jadi cepat update ^^. Terakhir, selamat membaca dan semoga suka.

#peluk hangat ~ Alyaaa

***

"Kamu kenapa, Vi? Banyak pikiran? Persiapan nikah lancar, kan?" tanya Budhe Rila kepada Vira yang hari ini mampir ke rumah. Vira yang biasanya suka bercerita tentang tingkah Rey sekarang lebih banyak diam.

"Budhe, gimana sih rasanya jadi pajangan waktu nikah? Budhe tahu nggak? Dari dulu Vira selalu berpikir kalau nikah cukup di KUA aja. Jadi, nggak perlu ada cerita dilihat banyak orang."

"Kamu tuh sama kayak ibumu, Vi. Dulu juga nggak mau ada acara, maunya ijab terus sah aja. Tapi, sehubungan ayahmu anak terakhir nenek minta tetap ada acara."

"Berarti aku benar anak ibu," jawab Vira senang.

"Kamu tahu? Habis itu menjelang acara ibumu yang heboh minta ini dan itu. Dia yang tadinya nolak langsung sibuk cari baju buat akad dan segala macamnya."

Vira terdiam, dia baru pertama kali mendengar cerita ini.

"Ah, tapi Vira sampai sekarang juga masih belum kepikiran kok, Budhe. Pengen batalin aja, nggak usah pakai resepsi. Bang Rio-nya aja yang setiap hari terus bahas resepsi sampai telinga panas. Vira bayangin pasang senyum berjam-jam sampai gigi kering aja udah capek. Fuhhh," ujar Vira kemudian.

"Lagian kamu kemarin waktu Rio minta resepsi bukannya udah setuju?" tanya Budhe Rila memastikan.

Vira langsung meringis. Dulu, dia hanya menyetujui usul Rio begitu saja mengingat dari tujuan walimah-an, yaitu menyampaikan berita ke orang banyak. Namun, seiring berjalannya waktu, dia menjadi ragu.

"Iya, sih."

"Ya udah, kamu mungkin baru kena sindrom nikah. Jadi pajangannya cuma hitungan jam kok, nggak sampai berhari-hari. Dulu Budhe malah dua acara, di pihak perempuan sama laki-laki. Capeknya itu, Vi."

"Mbah Uti! Kok Om Toro ndak pulang-pulang?" teriak Rey dari dalam rumah. Sejak kedatangan mereka berdua di rumah ini, anak itu selalu menanyakan Toro. Beruntung ada acara kartun yang mengalihkan perhatiannya.

"Lagi di jalan, Abang. Nanti jam lima pulangnya," jawab Vira.

"Ini udah jam lima kok, Bu. Ibu sini deh, lihat itu jarumnya udah di angka lima," protes Rey dengan bibir mengerucut.

Budhe Rila yang mengerti memberi kode kepada Vira untuk masuk ke dalam rumah. Vira pun undur diri dan menghampiri Rey yang duduk di atas karpet.

"Mana jamnya, Bang?" tanyanya kemudian.

Rey mengangkat tangan menunjuk jam yang ada di dinding, membuat mata Vira mengikutinya. Selanjutnya, Vira tersenyum geli.

"Abang, itu bukan jam lima. Kalau jam lima, jarumnya yang pendek di angka lima. Sekarang jarum pendeknya masih di angka empat, kan? Itu baru jam empat lebih dua puluh lima menit. Sebentar lagi, ya? Om Toro sebelum maghrib udah sampai, kok."

"Ah, lama! Dari tadi sebentar terus. Abang udah tidur siang sama mandi juga belum sampai."

"Emangnya abang mau ngapain sih kalau Om Toro pulang?" tanya Vira penasaran.

"Mancing, Bu. Om Toro sekarang udah nggak payah lagi. Kemarin dapat ikan gede," jawab Rey sambil merentangkan tangan, mencoba memberi tahu ukuran ikan yang didapat sebelumnya.

Calon IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang