Tok tok tok.
"Iya, masuk," ujar Rio ketika Rina - staff administrasi mengetuk ruang praktiknya.
"Permisi, Dok."
Rio menyipit heran karena Rina berbasa-basi. Biasanya dia langsung masuk dan memberikan dokumen untuknya.
"Dok, barusan ada telepon dari Pak Toro. Katanya Ibu sama Rey ada di rumah sakit Harapan," ujar Rina pelan, berharap info yang dia sampaikan tidak mengejutkan atasannya.
"Innalillahi wainna ilaihi roji'un. Oke, kamu boleh ke luar."
Berbagai pikiran buruk langsung melintas di kepala Rio. Dia langsung ingat Vira yang sejak tadi menelepon, tetapi tidak dia angkat sama sekali. Panggilan yang sudah berhenti sekitar tiga puluh menit yang lalu.
"Ah, Rin! Tolong sampaikan ke Pak Redi kalau saya pulang lebih awal, minta Beliau handle semua pekerjaan sebelum Andra datang," tambah Rio cepat ketika Rina sudah meraih pintu.
"Baik, Dok!"
Rio masih berusaha menghubungi Vira. Sayangnya, panggilan yang dia lakukan tidak diangkat. Setelah panggilan kedua, barulah terdengar suara dari ujung telepon.
"Rey, Budhe! Rey!"
Suara tangisan pilu dari ujung telepon sukses membuat Rio menahan napas. Itu jelas adalah suara Vira. Lalu, kenapa dia terus menyebut nama Rey?
"Yo, ini Toro!" suara Toro akhirnya mengambil alih suara Vira.
"Rey nggak papa, Vi! Kamu istighfar." Kali ini suara Budhe Rila ikut terdengar. Dari suara yang terdengar lirih, sepertinya Toro berdiri agak jauh dari Vira maupun Budhe.
"Yo!"
"Iya, Ro. Gimana keadaan mereka? Saya baru mau jalan ke sana, tolong jaga mereka."
"Rey masih diperiksa. Vira ... kamu lihat saja sendiri ke sini. Jangan lama-lama."
Rio berjalan semakin cepat menuju tempat parkir. Perasaan was-was kian menjadi ketika sadar bahwa mereka tidak membawa keduanya ke klinik, melainkan rumah sakit. Keadaannya tidak parah, kan? Arghhhh, seandainya sejak tadi dia mengangkat telepon, pasti sekarang dia sudah ada di sana bersama mereka.
**
Suasana di rumah sakit terbilang tidak terlalu ramai. Rio bisa melihat Vira dan Budhe berada di luar ruangan. Begitu mendekat, tampaklah Vira yang terus memeluk budhe Rila sambil terus menyebut nama Rey.
"Rey ada di dalam sama Toro," ujar Budhe ketika Rio sudah ada di hadapan mereka.
Rio mengangguk paham, melihat sekali lagi keadaan Vira, lalu masuk ke dalam. Dia sedikit tenang ketika melihat Rey duduk bersandar dan sedang berbicara dengan Toro. Tampaknya, dia baik-baik saja. Namun, dia tidak akan merasa baik jika belum melakukan cek seluruh fisik Rey.
"Dia nggak papa. Beruntung kepalanya nggak bentur aspal soalnya tangan dia reflek. Jadi, tangannya aja yang luka. Katanya pingsan karena syok," jelas Toro ketika Rio mulai melihat Rey.
"Udah diperiksa lebih lanjut kepalanya?" tanya Rio.
"Lagi tunggu hasil keluar."
Rio langsung merasa lega. "Syukurlah, minimal dia baik-baik saja. Semoga hasilnya juga."
"Ayah kok sendiri? Ibu mana? Tadi abang sama ibu baru pulang sekolah, terus ada motor lewat cepet banget. Abang jadi jatuh, kan," tanya Rey penasaran. Dia sudah kembali banyak bicara, itu artinya dia memang sehat.
"Ah, Bu Vira lagi beli minum, Rey. Nanti ke sini kalau udah beli," jawab Toro cepat tanggap memberi alasan.
"Tadi katanya beli makan, sekarang beli minum. Tapi, kok ibu lama? Gimana sih, Om?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Ibu
HumorMasa lalu itu ada bukan untuk dilupakan. Masa lalu itu ada sebagai alasan untuk hari ini. Selamanya, kita tidak akan bisa untuk mengubahnya. ~Dia tidak hanya mencari seorang istri, melainkan ibu untuk anaknya.~ ~Dia tidak hanya mencari seorang suami...