"Kenapa, Kak? Kok mukanya serius begitu?" tanya Rara ketika menyadari Vira menatapnya untuk waktu yang cukup lama. Mereka berdua berencana untuk menjemput Rey jam sepuluh nanti, tetapi dari jam sembilan Vira sudah muncul di rumahnya.
"Ah, nggak papa... kok. Kamu kelihatan tambah bulet, ya? Kapan lahiran?"
Rara langsung memanyunkan bibir. Pasalnya dia sudah seringkali mendengar pendapat yang sama soal badannya.
Vira tersenyum kecil. Sebenarnya bukan hal itu yang ingin disampaikan kepada Rara, melainkan dia ingin bertanya tentang mantan istri Rio. Namun, dia masih belum yakin untuk menanyakan hal tersebut. Takut kalau ternyata latar belakang mereka jauh berbeda yang hanya akan membuat Vira merasa jauh berada di bawah.
"Masih tiga bulan lagi, Kak. Sekarang baru jalan keenam. Jangan bahas badan lagi, mendingan sekarang kita jalan. Aku mau mampir ke minimarket sebentar. Nggak papa, kan?"
Vira mengangguk paham, kemudian dia bersama Rara pergi ke minimarket. Setelahnya, barulah mampir ke sekolah Rey. Sudah hampir lima menit menepi, Vira tetap diam tanpa membuka pintu, apalagi turun.
"Kakak nggak turun sekarang? Itu udah pada keluar?" tanya Rara penasaran.
"Bagaimana kalau Rey masih ngambek?"
"Coba dulu, anak kecil biasanya labil. Tadi ngambek, nggak nutup kemungkinan sekarang udah beda."
Vira mengerti, bagaimanapun tidak ada salahnya untuk mencoba berdamai.
"Mau jemput siapa, Bu?" tanya seorang wanita yang menggunakan seragam guru.
"Rey, Bu. Reza Ramadhan."
"Oh, Rey." Wanita itu tersenyum sebelum memanggil guru yang lain. "Bu Erna, Rey sudah dijemput."
Vira bisa melihat Rey yang sedang bermain ayunan didatangi seorang guru yang berbisik. Setelah itu, Rey langsung bertemu pandang beberapa detik dengan Vira sebelum kemudian mengalihkan pandangan dan memilih berbicara kembali dengan gurunya. Dari kejauhan Vira bisa melihat gelengan kepala Rey yang berarti adalah penolakan. Dia langsung menghela napas.
"Kata Rey, dia mau pulang sama ayahnya saja, Bu," ujar guru tersebut kepada Vira. Mau tidak mau, akhirnya dia memilih undur diri dan kembali ke mobil.
Rara yang sudah menunggu cukup lama langsung mengernyitkan kening ketika Vira kembali seorang diri, tanpa Rey. Kemudian, barulah dia paham atas apa yang terjadi.
"Biar aku aja yang ke sana, Kak!" putusnya kemudian.
Vira setuju. Toh, ini adalah solusi terbaik untuk saat ini. Dia baru merasakan apa itu penolakan dan dia sadar kalau perasaan yang sama pasti dirasakan Rey ketika dia juga menolak kehadiran anak tersebut. Sekarang dia menyesal, tetapi penyesalan tidak akan pernah berguna. Hal yang dia butuhkan sekarang adalah bagaimana caranya untuk menarik perhatian Rey. Melihat Rara dan Rey datang tidak lama kemudian membuatnya sedikit meringis. See, Rara dengan mudah membuat Rey keluar dari tempat bermainnya.
Sampai di rumah, Rara langsung minta ijin ke kamar untuk istirahat karena sudah kelelahan. Rey yang masih menggunakan pakaian sekolah terus mengekor di belakang.
"Abang ngapain ikutin, Nte?" tanyanya heran.
"Nte mau apa?"
"Dedek bayinya capek habis jalan-jalan. Sekarang mau istirahat dulu, ya? Abang ke depan sama Ibu, jangan lupa ganti baju, ya?"
Rey menggeleng dan justru merangkak naik ke ranjang. Rara langsung berdecak. Dia sengaja melarikan diri untuk memberi waktu kepada mereka berdua dan sekarang Rey justru menempel seperti perangko. Padahal, biasanya ketika dia berkata ingin istirahat Rey akan mengerti dan bermain sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Ibu
HumorMasa lalu itu ada bukan untuk dilupakan. Masa lalu itu ada sebagai alasan untuk hari ini. Selamanya, kita tidak akan bisa untuk mengubahnya. ~Dia tidak hanya mencari seorang istri, melainkan ibu untuk anaknya.~ ~Dia tidak hanya mencari seorang suami...