Bagian 22

69.4K 5.4K 275
                                    

Masih dalam suasana lebaran.

Taqaballahu minna wa minkum
Shiyamana wa shiyamakum
Kullu 'ammin wa antum bi khair...

Semoga amal ibadah kita selama ramadhan dapat diterima oleh Allah SWT dan dosa-dosa kita dapat diampuni untuk menggapai puncak kemenangan.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1437 H.

Mohon maaf lahir dan batin jika selama ini ada kata yang kurang berkenan dari saya.

Terima kasih dan selamat membaca.
Alyaaa~Laini

Nb. Awas pendek!

♥♡♥

BAGIAN 22

Selepas kepergian Vira, Rio kembali mengemudikan mobil menuju toko pakaian terdekat. Dia memilih beberapa gamis yang dirasa cocok untuk Vira. Dia sudah siap untuk memberi ceramah panjang untuk istrinya itu, tidak lupa juga meminta Rara turut serta membantu. Ibarat kata, dia bara api sementara Rara adalah kipasnya. Dijamin Vira akan kepanasan. Hahaha.

"Rey, ikut ayah ke rumah Om Toro, yuk?" ajak Rio begitu sampai rumah dan menemukan Rey bermain di halaman rumah. Vira? Wanita itu hanya diam saja.

"Yuk! Abang mau ngajarin Om Payah mancing!" ujar Rey dengan semangat. Dia langsung meraih tangan Rio, lebih tepatnya menarik tangan Rio agar berjalan cepat ke rumah Toro yang hanya berjarak satu rumah.

"Uti, Om Toronya ada?" tanya Rey begitu sampai rumah Toro.

"Itu ada di kamar. Kamu masuk aja, Rey."

Rey langsung berlari masuk, sedangkan Rio memilih duduk sebentar bersama budhe Rila. Ah, sepertinya budhe bisa dimanfaatkan juga sebagai kipas kedua.

"Budhe, kami rencananya mau adain resepsi. Acaranya setelah Rara lahiran, Budhe nggak keberatan bantu, kan? Nanti yang berdiri sebagai wali budhe sama pakdhe, boleh?"

Budhe Rila tersenyum menenangkan. Sebagai kerabat terdekat dari ayah Vira, tentu saja beliau tidak keberatan.

"Tentu saja mau. Vira sudah seperti anak kami sendiri. Jadi, di mana tepatnya? Mau di rumah saja atau sewa gedung?" tanya Budhe Rila tertarik.

"Masalahnya, Budhe. Saya mau Vira waktu resepsi nanti mau pakai kerudung. Tadi kami sempat berbeda pendapat, nanti saya mau bicara lagi sama dia, sekaligus minta tolong Budhe juga bisa nasehatin atau saranin aja Vira begitu. Setidaknya dia lebih termotivasi."

"Boleh, tapi sepertinya asal kamu pelan-pelan ngomong sama Vira, dia pasti ngerti kok. Mungkin tadi momennya belum tepat."

"Yo, aku baru aja pulang lima menit yang lalu tahu nggak? Masa bocil ini udah ngajakin mancing? Yang benar aja!"

Suara Toro menginterupsi pembicaraan serius antara Rio dan Budhe Rila. Toro dengan muka kusut, diikuti Rey dengan muka berbinar.

"Nanti abang kok yang mancing. Om cuma temenin abang aja, sama bantu kalau ikannya gede terus berat."

Toro memutar bola mata sambil menggelengkan kepala. "Gayamu udah kayak orang gede aja, Rey!"

"Abang udah gede, mau punya adek!"

"Yo?" tanya Toro kepada Rio yang dari tadi menyimak obrolan mereka.

Rio mengangguk.

"Aje gile! Dahsyat udah mau punya adik!" Toro berdecak kagum.

"Lho? Kalau gitu resepsinya nggak bisa nunggu lama, Yo. Nanti keburu gede perutnya Vira," timpal Budhe Rila.

"Kok gede, Uti?" tanya Rey tidak mengerti.

Calon IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang