Selamat pagi & selamat membaca.
Kritik dan sarannya tetap ditunggu, ya.
Oh, iya buat kemarin yg nyari 'Bila', tapi belum nemu bisa kirim pm, ya:)). Kebetulan sy baru re.stok ^^
Sankyuu.♥♥♥
Pagi yang cerah. Keluarga akan terasa lengkap jika semua berkumpul di meja makan dan menikmati sarapan bersama. Suasana semakin meriah ketika celotehan Si Kecil terdengar. Ada canda dan tawa di sana, keluarga yang nyaris sempurna.
"Yah, kemarin abang kan tidur sama Om Toro? Kok bangunnya di sini?" tanya Rey penasaran.
"Abang, ingat! Nggak boleh ngobrol kalau makannya belum habis, kan? Habisin dulu makannya, baru boleh," tegur Vira, yang ditegur langsung bungkam dan makan dengan kecepatan super. Rio dan Vira yang melihat hal tersebut menggelengkan kepala karena geli.
"Nah! Abis!" teriak Rey dengan senang, "jadi, kapan abang pulang?"
"Semalam abang nangis di tempat Om, jadi ayah sama ibu jemput di sana," jelas Rio setelah meneguk minumannya.
"Abang ndak nangis, abang udah gede."
"Terus yang tadi malam nyariin ayah siapa, ya?" tanya Rio.
"Ibu, ya?" tanya Rey sambil memandang Vira dengan serius. "Ibu ngapain nyari ayah?"
Vira yang tidak bisa menahan tawa memilih bangkit berdiri.
"Ibu mau cuci piring dulu, ya!" pamitnya melarikan diri. Dia menyerahkan pertanyaan Rey kepada pawangnya. Walaupun sedang mencuci piring, dia masih mendengar semua pertanyaan Rey yang terus bertubi-tubi. Hebatnya, Rio selalu mempunyai jawaban untuknya. Sekali pawang, tetaplah pawang.
Suara ketukan pintu membuat Vira mengalihkan perhatian. Dia memberikan kode kepada Rio akan ke depan untuk membuka pintu. Vira langsung menghela napas ketika melihat tamu yang tak diundang. Di saat hidupnya baru akan tenang, kenapa masalah seakan tidak bosan untuk menghampiri. Dia, Ayi, mantan istri rio, ibu Rey berdiri tegap di depan pintu sambil menyunggingkan senyum.
"Kenapa, Mbak?" tanya Vira dengan sedikit malas.
"Bisa bicara?"
Arghhhh! Vira nyaris berteriak frustrasi. Lama-kelamaan dia sudah seperti kurir antara Rio dan wanita ini. Kalau saja mereka berdua bisa berpikir lebih dewasa, dia cukup duduk dengan tenang dan menunggu hasil.
Fuhh, sabar, Vira!
Ada keinginan untuk memanggil Rio, tetapi Vira sendiri merasa ragu, takut kalau Rio belum siap dan masih terbawa emosi. Akhirnya, dia mengambil jalan aman dengan mengajak wanita itu bicara di teras. Tidak lupa, dalam hati berdoa agar Rio dan Rey masih lama bersiap di dalam.
"Gimana, Kak? Sudah bicara sama abang?"
"Abang masih butuh waktu, saya sudah bilang untuk menunggu kan, Mbak? Nanti, kalau mereka siap saya akan telepon dan kasih kabar. Saat ini sepertinya belum memungkinkan."
"Nanti itu kapan?"
Ya, Tuhan! Vira menahan napas untuk meredam emosinya. Cerita dari Rio semalam ternyata sangat berpengaruh. Ketenangan yang dia tunjukkan sebelumnya dalam menghadapi wanita ini nyaris menghilang. Dia saja yang tidak berhubungan langsung bisa emosi, apalagi Rio.
"Kenapa dulu kamu membuang mereka kalau sekarang masih menganggap mereka ada?"
Pertanyaan itu sudah nyaris keluar mulut, tapi akhirnya Vira hanya menyimpannya dalam hati. Kalau dia ikut emosi, masalah mereka berempat tidak akan pernah selesai.
"Mbak, tolong mengerti posisi abang. Abang butuh waktu untuk sekadar bertemu orang yang pernah meninggalkannya. Tunggu sebentar, saya akan coba bicara lagi sama abang. Mereka menunggu lama untuk kepulangan mbak dulu, tapi kenapa sekarang mbak nggak bisa menunggu sebentar saja? Saya memang nggak tahu apa alasan mbak pergi, saya juga nggak bermaksud membela abang, tapi minimal jika dulu ada masalah pasti juga ada solusinya. Sebentar lagi mereka akan berangkat, boleh mbak pergi sekarang? Nanti, Insya Allah akan saya telepon," pinta Vira sedikit mengusir. Hatinya tidak kunjung tenang ketika Ayi masih terlihat berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Calon Ibu
HumorMasa lalu itu ada bukan untuk dilupakan. Masa lalu itu ada sebagai alasan untuk hari ini. Selamanya, kita tidak akan bisa untuk mengubahnya. ~Dia tidak hanya mencari seorang istri, melainkan ibu untuk anaknya.~ ~Dia tidak hanya mencari seorang suami...