Bagian 21

67.3K 5.2K 152
                                    

Maaf ya slow update selama bulan puasa.
Btw anggap saja ini THR, ya.
Update selanjutnya nanti abis lebaran.
Selamat membaca.

♥♡♡

Rio menatap ponselnya dengan gusar. Tidak biasanya Vira sulit dihubungi, tapi kini terhitung sejak jam satu sosoknya menghilang. Panggilannya tidak dijawab dan pesannya juga tidak dibalas. Boro-boro dibalas, dibaca saja tidak. Tanda centang pada aplikasi whatsapp-nya masih belum berubah warna. Vira terakhir online saat mengirimkan pesan kepadanya yang mengatakan akan pulang ke rumah bersama Rey.

Apa gunanya punya ponsel kalau panggilannya diabaikan?

Buat apa install aplikasi whatsapp kalau ujungnya tidak dibuka?

Buang saja ponselmu, Vi!

Toro pun saat ini tidak membantu banyak karena masih jam kerja. Dia jadi tidak bisa memantau keberadaan Vira.

Apa perlu Rey diberi ponsel sebagai mata-mata? Ah, ini tidak akan bagus. Bagaimana kalau nanti Rey justru kecanduan gadget. Lebih baik anak itu kucel karena bermain daripada bersih tetapi hanya bermain game. Rio merinding ngeri membayangkan Rey berkacamata tebal di usianya yang masih sangat muda. Amit-amit!

"Bang, aku mau cuti seminggu, ya?"

Suara Andra yang baru saja membuka pintu membuat bayangan absurd Rio menghilang.

"Apa, Ndra?"

"Cuti satu minggu."

"Emang klinik ini punya bapakmu! Enak aja minta cuti satu minggu, terus nanti kalau Rara lahiran mau minta cuti sebulan? Tutup aja sekalian, Ndra!" Rio berkata dengan kesal. Kemarin dia sudah memberi tambahan 1 hari cuti untuk Andra, tetapi adik iparnya itu melonjak kesenangan.

"Ayolah, Bang! Habisnya tiap mau pulang sekarang Rara nangis-nangis mulu, katanya baru sebentar. Kalau satu minggu kan lumayan, udah sembuh kangennya. Ya, Bang, ya? Nanti kalau Kak Vira hamil juga pasti abang bakalan kayak gini, nanti abang bebas deh," bujuk Andra kemudian.

Rio terlihat memikirkan permintaan Andra. Tawaran sebuah balasan ketika nanti istrinya juga hamil cukup menggiurkan. Dia nanti bisa sesuka hati, kan? Baiklah.

"Emang udah akur kalian? Dia udah mau dekat sama kamu? Benar ya nanti boleh sesuka hati cuti?"

Andra langsung tersenyum lebar. Bagaimana tidak, setelah berbulan-bulan menuruti ngidam Rara yang anti berdekatan dengannya, akhirnya kemarin sudah tidak lagi. Sebaliknya, istrinya itu kini justru semakin menempel seperti perangko.

"Nggak usah dijawab, jawabannya udah jelas di muka kamu," kata Rio cepat sebelum Andra sempat membuka mulut. Oh, ternyata wajahnya begitu mudah dibaca.

"Jadi, boleh, Bang?" tanyanya dengan semangat.

"Boleh."

"Yes!" Andra bersorak senang.

"Tapi," ujar Rio menghentikan perayaan kesenangan dari Andra.

"Kok pakai tapi?"

"Tapi, kamu bawa Rey, ya?"

Andra melotot. "Emangnya Rey anak kami? Nggak! Semaunya, bilang aja abang mau senang-senang sama istri baru terus anaknya mau diinapkan gitu? Nggak tahu diri banget udah jadi orangtua juga. Pokoknya cuti yes, Rey no."

"Cuti yes, Rey yes! Rey no, cuti no," balas Rio keras kepala.

"Abang! Besok itu jadwal Si Kembar pulang ke rumah. Rey pasti langsung minta pulang. Pokoknya no, titipin aja ke sepupu Kak Vira yang waktu itu."

Calon IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang