Bagian Akhir

94.3K 5.1K 332
                                    

"Tadi Toro marah-marah. Memangnya ada apa? Dia jadi beliin kamu rujak nggak?" tanya Rio ketika sudah sampai rumah.

Tadi siang, Toro menyatakan kesanggupannya untuk membelikan rujak. Satu jam kemudian dia mengirimkan pesan yang membuat Rio mengernyitkan dahi.

-Bodo amat sama keponakan ileran! Besok-besok jangan nyuruh beliin apa yang dimau Vira. Bapaknya itu Rio, bukan TORO!-

Vira tertawa mengingat kejadian tadi siang. Apalagi dengan Toro yang marah, tanpa basa-basi langsung meletakkan rujak di meja dan langsung undur diri.

"Ini pesanan Rio."

Hanya tiga kata itu yang keluar dari mulut Toro, membuat para wanita menggelengkan kepala heran. Ah, sekarang Vira tahu cerita jelasnya. Jadi, ada miss komunikasi antara Andra dan Rio. Andra meminta tolong kepada Nia, sementara Rio kepada Toro. Sayangnya kantor Toro yang jauh membuat Nia sampai lebih dulu. Toro yang sudah bolos pasti merasa dirugikan. Baiklah, nanti dia harus minta maaf kepada sepupunya tersebut.

"Ini semua karena ide Rara," kata Vira kemudian.

Rio memandang Vira tidak mengernti. "Maksudnya?"

"Iya, Rara yang suruh aku sms Bang Rio. Dia penasaran pengen lihat aksi siaga dari abang. Dia pikir abang bakal lari-lari kecil bawa rujak terus balik lagi ke klinik. Nggak tahunya malah bawa korban. Nggak tanggung-tanggung, korbannya dua. Toro sama Nia."

Rio berdecak. "Jadi, ini semua ulah Rara?"

Vira mengangguk.

"Kok Nia bisa bawa rujak?"

"Katanya disuruh Andra."

Rio mengerti pokok permasalahan Toro sekarang. Jadi, pesan singkat itu berawal karena Nia sudah datang lebih dulu. Andra, Rio tidak mengira kalau adik iparnya itu akan berinisiatif meminta Nia setelah menolak permintaannya. Dia jadi menyesal karena tadi sudah sinis ketika mereka bertemu di mushala untuk shalat Asar. Gerr, dia besok harus berterima kasih sekaligus meminta maaf padanya. Gengsi!

"Jadi, kamu ngidamnya apa kalau Rara yang minta rujak?"

Vira menggeleng. Entah kenapa sejauh ini dia belum menginginkan hal seperti yang lainnya. Morning Sickness pun juga tidak setiap hari. Kalau kata Budhe Rila, bawaan ibu hamil itu berbeda-beda.

"Pengen apa gitu deh, Vi dedeknya," kata Rio memaksa.

"Abang tadi aja ngerepotin orang, sekarang sok-sokan maksa minta sesuatu. Dedeknya nggak pengen apa-apa kok."

"Tadi kan jam kerja, kalau pengen sesuatu pas ayahnya free aja."

Ada gitu ngidam diatur?

Vira berdecak sambil berjalan menuju dapur. Dia sengaja pulang ke rumah karena sekarang waktunya Rio pulang. Dia ingin mandi, lalu mengambilkan makan untuk Rey. Anak itu sulit untuk diajak pulang jika langit belum berubah gelap. Rumahnya sudah seperti hotel bagi Rey, hanya tempat untuk tidur. Sisa hari dihabiskan ke sekolah dan bermain di rumah Rara.

Bulan 4

-Bang, kalau pulang ke supermarket dulu, ya. Beliin salmon.-

Rio melihat pesan masuk yang baru saja dikirimkan oleh Vira. Dia tersenyum melihat akhirnya Vira memintanya untuk membelikan sesuatu. Apalagi momennya sangat tepat, saat dia sudah bersiap pulang. Namun, senyumnya hilang ketika ingat tragedi rujak. Tunggu, jangan-jangan ini ulah Rara lagi.

­-Ini dedek yang minta apa tantenya? Jangan-jangan ide Rara, mau buat makan Si Kembar lagi!-

Bidadari calling

Calon IbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang