Aleesna Haswel

1K 101 0
                                    

Gadis yang ditangkap di sekitar supermarket belum berhenti menangis sejak ditahan di ruangan ini. Aleesna hanya bisa menatap iba kepadanya karena tidak tau harus berbuat apa. Awalnya Aleesna sempat mencoba untuk mengajaknya bicara, tetapi gadis itu malah mengomeli Aleesna. Emosi itu dapat Aleesna terima, ia yakin gadis itu terlalu panik dan takut untuk bisa menenangkan diri.

Setiap kelas bakat memiliki seorang penanggung jawab yang ruangannya bersebelahan dengan ruang kelas bakat yang bersangkutan. Aleesna menerka bahwa sepertinya saat ini mereka sedang berada di salah satu ruangan tersebut.

Aleesna berkeliling ruangan dan menemukan sebuah foto. "Ah, ini ruang penanggung jawab kelas pahat," ujarnya setelah melihat foto dan menemukan ada Kell di dalamnya.

"Apa kau bisa berhenti?" ujar gadis yang disekap bersama Aleesna.

Spontan Aleesna menoleh dan menatap ke arah gadis itu dengan bingung. "Berhenti apa?"

"Kau benar-benar mengganggu dengan semua aktivitas berisikmu itu. Kau ini sedang apa? Mengutak-atik barang orang lain?" ketus gadis itu.

"Aku hanya sedang mencari tau posisi kita sekarang," jawab Aleesna.

"Apa gunanya? Kau hanya akan memancing mereka ke sini," cerca si Gadis.

"Tanpa aku melakukan semua ini, mereka tetap akan mendatangi kita cepat atau lambat. Kita itu sudah dijadikan persediaan oleh mereka," balas Aleesna.

Si Gadis masih menyalahkan Aleesna. "Cepat atau lambat, kan? Akibat perbuatanmu, mereka akan datang dengan cepat."

Semakin lama gadis itu semakin melewati batas. Mungkin ini saatnya untuk memberikan pembelaan diri yang tegas. Namun, Aleesna khawatir akan terbawa suasana dan akhirnya menyakiti perasaan gadis yang diculik bersamanya itu. Aleesna mengatur napas sebagai upaya mengontrol emosi. Pikirannya yang berangsur tenang membawanya pada ingatan beberapa hari lalu. Tampak wajah bangga Jaden muncul dalam benaknya. Ekspresi itu ditunjukkan oleh Jaden ketika mendapatkan cerita mengenai ketegasan Aleesna. Saat itu, Mike bercerita mengenai cara Aleesna melawan Ben yang memprovokasi massa. Merasa bangga, Jaden tersenyum dan memberikan tepukan lembut di bahu Aleesna. Kekasihnya itu juga berpesan agar Aleesna tidak perlu ragu bersikap tegas kepada orang yang semena-mena terhadapnya. Menurut Aleesna, gadis yang saat ini berada seruangan dengannya sudah cukup menguji kesabaran. Aleesna tidak boleh membiarkan orang lain memanfaatkannya. Ia hanya perlu menekan emosi yang berlebihan agar tidak sampai melewati batas.

"Mereka mungkin akan cepat datang, dan itu jelas karena tangisanmu. Aku berusaha memaklumi sikap kasarmu karena mungkin kau sedang panik. Namun, jika kau terus menyalahkanku, aku tidak keberatan membantumu bercermin," ujar Aleesna dengan tenang, tetapi penuh ketegasan.

Gadis itu tampak menatap Aleesna dengan kesal. Aleesna juga tidak gentar dan balik menatapnya sambil melipat kedua tangannya. Seketika itu si Gadis menangis kuat-kuat. Tidak lagi dengan tangis ketakutan seperti tadi, melainkan tangisan palsu seolah menantang. Tak lama, datanglah dua orang pria berpakaian serba hitam ke ruangan mereka.

"Kalian tidak bisa diam, ya? Mengganggu saja!" omel salah satu Pasukan Hitam yang datang.

Si Gadis malah semakin mengencangkan rengekannya hingga orang lain yang berada di ruangan itu kompak mengerutkan wajah.

"Berisik sekali! Kalian benar-benar merepotkan!" bentak Pasukan Hitam yang satunya.

Aleesna menatap kecut dan tidak terima sebab ikut disalahkan.

"Kau, ikut kami!" Pria pertama menarik lengan Aleesna dengan kasar.

"Tidak mau!" seru Aleesna sambil melakukan perlawanan dengan memukuli tangan yang mencengkeram lengannya.

E37BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang