***
TIK TOK.
Detak jam terus berdenting. Menemani kesunyian Juni pagi ini.
Udara pagi datang menyapa dirinya dengan kesejukan. Namun, angin segera mengusiknya.
Matanya menyapu pemandangan tak terarah. Namun, tidak kosong.
Dari kejauhan ia melihat sesosok laki-laki sedang berlari kecil ke arahnya dengan napas yang terengah-engah.
"Telat lagi," ucap Juni datar.
"Sorry, Jun. Tadi –"
"Keretanya macet lagi? Apa bannya bocor? Atau kehabisan bensin?"
Lak-laki itu berdiri canggung sambil menggaruk-garuk tengkuknya,"Hehe."
"Tadi, gue gak naik kereta."
"Terus?"
"Naik Gojek.."
"..."
"Eh, tapi abang gojeknya gak tau jalan. Terus gue tersesat, dan tak tahu arah jalan pulang. Aku tanpamu, bagaikan ampas reginang."
Juni terdiam sejenak.
"Bodo amat. Sekarang ayo jalan. Udah telat tau!"
"Iya, iya, eyang Juni.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Juna-Juni
Teen FictionAku tidak membenci dia. Aku hanya menganggapnya tidak pernah ada. Itu saja. - Juni Satu hal yang selalu ingin aku lakukan sampai saat ini; meminta maaf padanya. Itu saja. - Juna Hati itu bagaikan cermin, ketika ia retak dan hancur, sebaik apapun us...