***
"Juni, maaf."
Juni menoleh ke arah sumber suara yang memanggil namanya itu. Ia mengembangkan senyum.
"Lupain aja. Mungkin emang udah saatnya gue buat damai sama kenyataan," ujarnya lembut sambil terus membalut luka yang ada ditangan Juna.
"Andai aja..."
"Sssh!" Juni menempelkan jari telunjuk didepan bibir Juna, membuat mulut laki-laki itu sontak langsung terbungkam.
"We fell so far away from the way we used to be. Now we're standing and where do we go. When there's no road to get you heart.."
"Let's start over again.."
Kini, keduanya dapat kembali bercanda. Sama seperti halnya beberapa tahun silam.
Melepas penat. Tertawa riang.
Dan. Bersamaan dengan itu, sejumput perasaan itu hadir tanpa bisa dihindari.
Kenyamanan.
Kini, keduanya sama-sama berusaha untuk berdamai dengan takdir. Sesaat kemudian, keadaan mulai membaik. Tapi, tidak untuk sesaat berikutnya.
Entah mengapa, angin menyiratkan pertanda tidak baik malam ini.
DING.
Ponsel juni berdering.
Fira calling...
Hallo, Fir. Kenapa?
Hah? Apa?
Cita? Cita kenapa?
Ngomong yang jelas dong. Lo kenapa nangis?
Fir!
Apa? Cita kecelakaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Juna-Juni
Teen FictionAku tidak membenci dia. Aku hanya menganggapnya tidak pernah ada. Itu saja. - Juni Satu hal yang selalu ingin aku lakukan sampai saat ini; meminta maaf padanya. Itu saja. - Juna Hati itu bagaikan cermin, ketika ia retak dan hancur, sebaik apapun us...