#19

628 41 0
                                    

***

Juni, Fira, juga Andra masih setia menunggu gilirannya untuk menemui sahabatnya.

Tak lupa juga kehadiran Juna disana.

Tak lama kemudian, dokter memanggil mereka bertiga untuk masuk ke dalam ruangan. Ketiganya begitu antusias.

"Tapi, tolong diperhatikan beberapa hal. Keadaan pasien masih sangat tidak menentu. Tolong, dijaga emosinya. Jangan sampai pasien stres," pesan sang Dokter.

Fira langsung berlari ke dalam. Andra berjalan santai. Dan, Juni ditemani oleh Juna berjalan beriringan.

Dari ambang pintu, ia dapat melihat sahabatnya yang masih terbaring lemah dan dikelilingi oleh alat-alat rumah sakit yang membantunya bernafas.

Dari tempat tidur juga, Cita melihat Juna dan Juni berdampingan di ambang pintu. Seketika, matanya mendelik. Berusaha untuk mengontrol rasa emosi yang pernah menguasai dirinya malam itu.

Keadaan Cita kini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Meski ia masih harus dibantu alat rumah sakit, kondisi tubuhnya sudah nyaris mendekati normal.

"Woi, akhirnya bangun juga. Gue khawatir, Citatos!" peluk Fira pelan pada tubuh Cita.

"Si Ratu cempreng sakit. Gak ada yang teriak-teriak lagi nih, sepi. Cepet sembuh eaaa," sambar Andra.

Begitu pun kedua sahabatnya yang lain, Juni tak kalah antusiasnya untuk menyapa Cita yang masih terbaring lemah.

"Ta, gimana keadaan lo? Gue kaget banget pas denger lo kayak gini. Cepet sembuh ya, Ta.." ujar Juni dengan nada lirih dan mengusap ujung kepala gadis itu.

"Baik," jawab Cita seadanya.

Ia terlihat masih memendam rasa emosinya pada Juni. Ia bahkan tidak mau menatap wajah sahabatnya itu saat berbicara.

"Gue mau nanya sama lo deh, Juni," Cita terlihat sedang menarik nafas dalam,"Lo suka ya sama Juna?"

DEG.

Juni kaget. Begitu pun kedua sahabatnya yang lain. Tak lupa juga Juna yang hadir disitu.

Pertanyaan yang hadir disaat yang tidak tepat.

"Ta, lo ngapain bahas begituan sih," ucap Fira.

"L-lo kok nanya gitu?"

"Gapapa. Soalnya gue gak mau aja punya sahabat penghianat yang diem-diem nusuk dari belakang," jawab Cita ketus.

Hening.

Seketika suasana menjadi sangat hening.

Hanya terdengar suara elektrodiagram yang berbunyi. Selebihnya tidak ada suara lagi.

"Nggak, gue gak suka sama Juna," jawab Juni lirih. Bahkan untuk menyelesaikan satu kalimat jawaban butuh waktu beberapa menit sebelum akhirnya ia dapat berbicara.

Juna kaget. Ia hanya mampu terdiam sambil menatap gadis itu lekat-lekat.

"Lagian gak mungkin lah gue suka sama Juna, Ta," lanjut Juni dengan nada yang berusaha ditahan agar tidak bergetar.

Senyum Cita yang sejak tadi ditahan akhirnya mengembang. Tatapannya tak sesinis beberapa detik yang lalu.

Kini, pandangannya beralih pada laki-laki yang berdiri disampingnya. Laki-laki yang masih menatap sahabatnya lekat.

Cita menggamit tangan Juna yang bebas. Pemandangan ini sontak membuat seluruh pasang mata yang ada langsung memandangnya heran.

"Juna, gue suka sama lo."

Suatu kejadian yang amat cepat tanpa terduga itu terjadi.



Juna-JuniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang