***
Udara pagi itu menyapa hangatnya mentari. Waktu baru menunjukkan pukul 6 pagi.
Embun pagi yang bermuncul menambah sejuknya suasana pagi hari.
Namun, entah mengapa Juni tetap merasa panas. Terlebih kala ia melihat Juna tengah menggendong sahabatnya itu.
Semua benar-benar terasa panas dan pedas.
Juni tak mampu berbuat banyak. Yang dapat ia lakukan hanyalan menelan ludah kering.
Sakit.
Ketika cintanya tidak terbalas.
Ketika rindunya hanya menjadi angan belaka.
Ketika ia hanya dianggap tak lebih sebagai bahan lelucon tawanya.
"Sabar, Jun." Fira menepuk bahu Juni untuk menguatkan.
Dan, Juni hanya membalasnya dengan sebuah senyuman kecut yang tidak meyakinkan.
Sejak pertanyaan di rumah sakit waktu itu, hubungannya dengan Cita bahkan tidak seperti biasanya. Ada yang berubah.
Juni tahu apa alasannya.
Tapi, Juni tidak mengerti mengapa.
Ia bahkan tidak sedekat biasanya dengan Cita. Kini, mereka bak 2 orang asing yang sedang disatukan dalam satu tempat. Tak saling menyapa. Hanya berbicara seperlunya.
Bak sudah jatuh tertimpa tangga.
Itulah ungkapan yang pas untuk Juni sekarang.
Sudah kehilangan cinta, ia kehilangan sahabat juga.
*
JUNI POV
Entahlah bagaimana aku harus mengungkapkannya. Rasanya seperti ada cabe yang menyempil di gigi dan begitu sulit untuk diambil.
Seperti itulah perasaanku saat ini.
Ada rasa yang tertinggal dari dalam diriku tentangnya, yang sulit untuk aku buang begitu saja.
Rasa yang membuat rasa kecemburuanku mendidih dengan tiba-tiba.
Tunggu. Apa yang baru saja ku pikirkan?
Cemburu?
Siapa aku ini? Sampai aku berhak untuk mengatakan aku cemburu?
Jangankan untuk cemburu, memanggil ia dengan kata sayang pun aku tak berhak.
Da aku mah apa atuh, Cuma remukan peyek yang udah dibuang terus disemutin.
Ancur.
Dan, selesai.
*
Juni duduk diantara bangku taman yang kosong. Disusul dengan Fira dan Andra disampingnya sambil menyodorkan sebotol air mineral.
"Biar fokus, minum dulu nih mijonnya," ujar Andra enteng.
"Ndra, lo salah tag line iklan anjir. Itu mah aqu(m)a(h)."
"Aqumah apa atuh?"
"Tau ah."
Fira berdecak kesal menanggapi Andra yang sedikit mengesalkan dengan ekspresi wajahnya yang dibuat-buat terlalu polos.
"Minum matcha greentea latte enak nih, gaes," ceplos Fira.
"Iya, nih," balas Juni cuek.
"Ngomong-ngomong matcha greentea jadi inget novel yang ada di toko buku online kemarin," celetuk Fira.
Hening.
Seketika semua menjadi hening.
"Btw, Cita kemana deh?" ucap Juni mengalihkan pembicaraan.
"Sama pacarnya lah," jawab Andra.
"Oh." Juni menganggukkan kepalanya.
"Damai banget ya perasaan kalo Jakarta tiap hari begini cuacanya." Fira menenggak air mineralnya dengan asik.
Ya, semua terasa damai. Meski ada beberapa hal yang tetap mengusik ketenangan Juni.
Udara yang begitu sejuk. Dan, bersih bebas polusi. Angin yang berhembus sepoi dengan segarnya.
Ah, andai Jakarta seperti ini.
Semua terasa damai, sesaat sebelum terdengar suara kerusuhan terjadi di tempat lain tidak jauh dari bangku mereka duduk.
"'Ada apa Pak ribut-ribut?" tanya Juni pada salah satu pengunjung yang juga lewat.
"Ada yang ribut Neng disana."
Juni menyesali kejadian yang sedang terjadi. Perusuh mana lagi yang membuat onar mengacaukan hari indahnya hari ini menikmati libur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Juna-Juni
Teen FictionAku tidak membenci dia. Aku hanya menganggapnya tidak pernah ada. Itu saja. - Juni Satu hal yang selalu ingin aku lakukan sampai saat ini; meminta maaf padanya. Itu saja. - Juna Hati itu bagaikan cermin, ketika ia retak dan hancur, sebaik apapun us...