"Rasakan itu bitch! Lo pantes mendapatkannya!"
Aku terduduk di lantai gudang dengan telur busuk yang melumuri rambutku dan air bercampur tepung yang mengotori seluruh tubuhku. Seperti biasa, mereka selalu membully ku. Aku sudah kebal terhadap pelakuan mereka selama ini.
Perlahan aku bangkit dan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diriku. Untung saja aku membawa baju ganti.
CKLEK
Aku keluar dari toilet dan menuju wastafel. Aku memandangi diriku dari pantulan cermin, sungguh menyedihkan.
"Kapan semua ini berakhir? Aku lelah dengan semua ini, tak bisakah semuanya berakhir?"
Perlahan butiran kristal itu jatuh dari pelupuk mataku. Ini sudah yang ke sekian kalinya. Tetapi, percuma saja. Untuk apa menangis? Apa dengan menangis semuanya bisa berakhir?
• • •
Bel sudah berbunyi, semua murid di sekolah ini berhamburan keluar untuk pulang. Tapi tidak denganku. Dengan langkah gontai aku pergi menuju ruang musik. Aku ingin menenangkan pikiranku di sana, setidaknya meringankan beban pikiranku.
Aku duduk di hadapan piano yang tak terlalu besar, perlahan aku mulai memainkan jari-jariku di atas tuts-tuts piano. Mengeluarkan semua beban yang selama ini berada di tubuhku. Ah! rasanya benar-benar nikmat, seandainya saja waktu berjalan sangat lambat. Aku tidak mau beranjak dari ruangan ini. Aku merasa nyaman berada di sini.
Drrt Drrt
Ponselku berbunyi, ku hentikan sejenak permainan piano nya dan melihat isi pesan.
From : Ibu
Hei anak iblis mengapa kamu belum pulang juga?! Apa kamu mencoba kabur dari rumah hah?
Anak iblis? Se-begitu bencikah ibu kepadaku? Kristal ini mulai berjatuhan kembali. Oh Tuhan.. Aku benar-benar tidak kuat, apa yang harus aku lakukan? Mati. Apa itu pilihan yang terbaik untukku?
• • •
Ketika aku masuk, terlihat rumah sangat berantakan. Bantal yang berada di sofa serta sampah berserakan di mana-mana dan tanah pot bunga tumpah. Oh Tuhan, mengapa semua seperti ini?
Aku ganti baju terlebih dahulu, lalu membereskan semuanya. Ini pasti ulah mereka, siapa lagi dirumah ini yang selalu membuat kacau. Huftt~ sudahlah jangan banyak mengeluh, tidak ada gunanya. Apa dengan cara mengeluh ibu akan berubah? Haha, itu tidak mungkin terjadi.
"Akhirnya selesai juga."
Aku membantingkan tubuhku di ranjang. Ah! Rasanya enak sekali, tubuhku seperti ingin patah. Perlahan aku pejamkan mataku, dan akhirnya aku tertidur.
Aku melihat seorang wanita paruh baya duduk di salah satu kursi di taman. Ia memanggilku dan menyuruhku untuk duduk di sebelahnya.
"Bagaimana dengan sekolahmu? Apa kamu mendapatkan peringkat?"
Aku mengangguk mantap. "Walaupun hanya peringkat 3, tapi aku sudah sangat bersyukur."
Wanita itu tersenyum hingga terlihat keriput di sudut matanya. Aku juga ikut tersenyum.
"Lalu, bagaimana dengan mereka?"
Seketika senyumanku pudar. Aku tahu siapa yang ditanyakan oleh wanita itu. Tetapi, entah mengapa aku terdiam dan sulit mengeluarkan suara.
"Apa ada sesuatu yang mengganjal hatimu?"
"Tidak. Mereka baik dan selalu membuatku tersenyum. Mereka selalu ada disisiku."
Bohong. Ucapanku semua bohong. Wanita itu tersenyum lalu memeluk dan mengelus pucuk kepalaku. Sakit dihatiku hilang ketika tubuhku terengkuh badan wanita paruh baya itu. Hingga aku tidak rela melepaskan rengkuhannya.
"Satu hal yang harus kamu ketahui adalah jalani hidupmu walaupun duri berada di mana-mana. Jangan kalah dengan duri itu. Kau harus tetap melangkah meskipun tubuhmu penuh dengan luka." Pesan wanita itu.
Tiba-tiba sekelebat cahaya datang membuat kedua mataku menyipit dan kedua lenganku bersilang di depan wajahku.
Aku terbangun lalu melihat jam dinding. Berapa lama aku tidur hingga tidak menyadari sudah pukul 03.15 sore. 45 menit aku harus membuka toko rotiku.
Mereka tidak tahu jika aku membuka usaha sebuah toko roti yang jaraknya tidak jauh dari sekolah. Mereka juga sepertinya tidak peduli.
Alasan aku menempatkan toko rotiku di dekat sekolah karena agar irit ongkos kendaraan. Dengan jarak dekat seperti itu, aku bisa berjalan kaki ataupun bersepeda. Hitung-hitung berolahraga.
• • •
Tepat pukul 4 sore toko buka, ternyata sudah banyak pelanggan yang menunggu di luar. Aku tersenyum dan membalikkan papan closed menjadi open. Semua orang langsung berebut masuk ke dalam toko ku dan memesan makanan. Aku dengan cekatan melayani semua pelanggan-pelangganku.
Akhirnya toko tutup, semuanya sudah habis tak tersisa. Aku mendudukkan diriku di kursi yang terletak di bar. Lelah sekali, tubuhku serasa pegal tak karuan. Aku merenggangkan otot-ototku, ku lirik jam dan ternyata sudah pukul 8 malam. Aku harus pulang, kalau tidak ibu pasti memarahiku.
• • •
Tepat sekali ibu sedang berdiri di depan pintu dengan tangan di lipat di dadanya sambil mengetuk-ngetuk kakinya di lantai. Aku hanya menunduk takut melihat wajah ibuku, tanganku gemetar dan keringat dingin bercucuran.
"Kanu tahu jam berapa sekarang? Kamu seenaknya saja keluar dan masuk dari rumah ini. Memangnya ini rumah nenek moyangmu, hah?! Sekarang kanu tidur di luar dan jangan masuk, itulah hukumanmu anak iblis!"
DRAGG
Ibu membanting pintu. Kakiku lemas, akhirnya aku jatuh ke lantai. Hatiku sakit mendengar ibu memanggilku seperti itu. Aku menangis lagi dan lagi. Sudah berapa kali seharian ini aku menangis? Oh Tuhan aku lelah. Bisakah kau hentikan semua ini?
• • •
Sinar matahari menusuk ke dalam retina mataku. Aku terbangun, seluruh tubuhku sakit sekali. Bagaimana tidak? Aku tidur dengan posisi duduk di kursi. Aku bergegas menuju kamar mandi dan bersiap berangkat sekolah. Untung saja seragam sekolahku ada, kalau tidak mau pakai apa aku sekolah?
Aku memasuki gerbang. Ku lihat arlojiku masih ada waktu 1 jam lagi. Aku memang terbiasa tiba pagi sekali, dengan begitu aku bisa pergi ke perpustakaan dulu untuk membaca buku.
Aku tertarik dengan sebuah buku yang berada di rak buku paling atas. Sial! Aku tidak sampai. Bagaimana ini? Ku lihat kursi yang letaknya tidak jauh dari tempatku berada, langsung ku tarik dan menempatkannya di tempat yang tepat. Dengan hati-hati kaki kananku menaiki kursi itu. Jantungku berdebar-debar takut jatuh. Aku berusaha untuk menggapainya, tapi tiba-tiba...
DUGH
Oh tidak! Aku terjatuh. Tetapi, mengapa tubuhku serasa melayang? Apa gaya gravitasi di sini tidak ada? Dasar bodoh! Mana mungkin itu terjadi. Perlahan ku buka mataku, aku terkejut melihat seseorang yang kini sedang memelukku. Dengan segera ku jauhkan diriku darinya dan mengambil buku ku yang jatuh, lalu pergi meninggalkannya.
'Siapa dia? Mau apa dia? Apa yang dia mau lakukan padaku?'
To be continued...
Alma Farrel Tirta
KAMU SEDANG MEMBACA
No One Who Understand Me [Revisi]
Teen FictionSeorang gadis remaja mempunyai jalan hidup yang sulit. Hidupnya di penuhi oleh kebencian dan kesedihan. Dia di anggap lemah oleh semua orang. Tidak hanya itu, ia kecewa oleh seseorang, seseorang yang ia percaya akan selalu bersamanya, menjaganya, da...