Aku berniat untuk keluar gedung. Di dalam ruang make up bosan juga tanpa melakukan apapun. Pintu elevator terbuka dan menampakkan sosok seorang cowok bermata sipit, bertubuh tinggi. Tatapan kami bertemu. Aku merindukan bola mata itu, namun tatapan yang ia layangkan padaku adalah datar.
"Apa kau mau masuk?" tanyanya dengan nada dingin.
"Uh? Ne."
Aku berdiri di sebelahnya. Wangi parfume mint menyeruak di indera penciumanku. Aku merindukan wangi ini. Mataku mulai memanas dan butiran kristal yang berada di pelupuk mata kiri ku ingin terjun bebas. Tidak! Aku tidak boleh menangis di tempat ini, sangat memalukan.
Pintu elevator terbuka dan cowok itu melenggang keluar. Tepat satu tetes butiran kristal itu jatuh membasahi pipi kiri ku. Aku menyeka air mata ku dan menarik napas mencoba menenangkan diriku. Suara dentingan pintu elevator berbunyi dan terbuka, aku segera keluar.
Kaki ku melangkah menuju sebuah bangku panjang dengan rerumputan di bawahnya. Aku menangis. Dada ku terasa sesak setelah bertemu dengan cowok itu. Mengapa aku harus bertemu dengannya lagi?
Akhirnya, aku kembali ke ruangan dan Woohyun langsung menyerbu ku dengan berbagai pertanyaan.
"Mengapa kau meninggalkan ruangan ini? Sudah ku bilang tetap di sini sampai aku selesai tampil?"
Aku tidak menanggapi pertanyaan dan langsung menerobos tubuhnya lalu mengambil tas dan pergi. Woohyun memanggilku tapi aku tidak menghiraukannya. Aku ingin pergi dari tempat ini.
Kakiku melangkah tak tentu arah. Aku juga tidak tahu jalan menuju apartment ku. Aku menatap kosong jalanan di depan, bertemu dengannya membuat luka ini kembali terbuka. Mungkin orang-orang disekitar menganggapku gila. Setiap langkah aku selalu menabrak siapapun.
Dan tiba-tiba seseorang menarik pergelangan tangan dan menghentakkan tubuhku hingga berbalik. Orang itu adalah Woohyun. Aku menatap wajahnya seperti tengah merasa cemas.
"Mengapa kau tiba-tiba lari seperti itu? Bagaimana jika ada orang jahat yang ingin mencelakai mu?"
"Peduli apa dirimu?! Kau siapa, hah?! Adikku? Kakakku? Saudara ku? Sepupu ku? Kekasih ku?" Teriakku membuat semua pasang mata tertuju pada kami.
"Kau tidak pernah tahu apa yang ku rasakan, kau tidak pernah tahu diriku yang sebenarnya. Mengapa kau bertingkah seolah-olah kau mengetahui seluruh hidupku? Kau ini siapa sebenarnya, hah?! Siapa?!"
Tangis ku mulai pecah dan tanganku memukul dada Woohyun. Aku lelah. Rasanya hidup ini ingin ku akhiri saja. Aku tidak kuat. Woohyun kembali mendekapku. Kali ini lebih erat dari sebelumnya.
"Menangislah jika itu membuatmu merasa lega."
Ya. Aku menangis. Rasa sakit di dadaku begitu amat sakit. Hampir aku melupakan dia namun dengan lancangnya dia ada di depanku, menghancurkan semua usahaku.
Tak terasa hampir 30 menit aku menangis. Selama itu pula aku membasahi baju Woohyun. Aku melepaskan pelukan Woohyun.
"Sudah lebih baik?" tanya Woohyun.
Aku mengangguk.
"Kalau kau merasa sedih, kau bisa memanggilku. Aku siap mendengar ceritamu."
"Aku tidak mudah bercerita kepada orang lain. Maaf. Mungkin jika sudah waktunya, akan aku ceritakan semua."
Woohyun memberikan pinky swear kepadaku. Lalu, aku menautkan jariku. Aku tersenyum dan Woohyun pun tersenyum. Senyum yang sangat indah yang jarang ku temui.
KAMU SEDANG MEMBACA
No One Who Understand Me [Revisi]
Teen FictionSeorang gadis remaja mempunyai jalan hidup yang sulit. Hidupnya di penuhi oleh kebencian dan kesedihan. Dia di anggap lemah oleh semua orang. Tidak hanya itu, ia kecewa oleh seseorang, seseorang yang ia percaya akan selalu bersamanya, menjaganya, da...