Sepulangnya dari monas, Edi memintaku untuk mengunjungi rumah karena ia ingin bertemu dengan keluargaku. Permintaannya ini sontak membuatku bingung. Di sisi lain hubungan antara aku dan keluarga sedang tidak baik. Dengan terpaksa aku melangkahkan kakiku masuk ke wilayah rumah. Aku berhenti di depan pintu ragu-ragu mengetuknya. Aku menoleh ke arah Edi yang sepertinya sudah tidak sabar bertemu dengan mereka. Aku menghela napas lalu mengetuknya.
Namun, tidak ada tanda apapun mereka membuka pintu. Ya. Aku pahami bahwa mereka benar-benar membenciku. Ku ketuk sekali lagi dan keadaannya masih sama saja.
"Kayaknya mereka gak ada dirumah. Pintunya dikunci dan aku gak bawa kuncinya."
Dengan kecewa Edi menghela napas dan kami memutuskan untuk kembali ke apartment. Di dalam hati, aku merasa lega karena terbebas dari wajah menakutkan dan ucapan-ucapan pedas dari ibuku. Tidak sekarang, mungkin lain kali.
Kami berbaring di kasur dengan tangan Edi sebagai bantalku. Hari ini aku merasa sangat bahagia karena kencan pertamaku dengannya. Walaupun hanya sekedar mengunjungi museum tetapi itu sudah lebih dari cukup bagiku.
Perlahan-lahan mataku terpejam. Edi menoleh dan mengelus pucuk rambutku. Samar-samar aku melihatnya tersenyum lalu mengecup keningku lama.
• • •
Pukul 9 pagi, kami sedang lari pagi mengelilingi taman kota. Aku beristirahat sebentar di kursi dekat pohon sembari menunggu Edi yang sedang membeli minuman. Aku memperhatikan beberapa orang yang sedang lari atau sekedar menikmati udara segar di pagi hari.
Pandanganku jatuh pada seorang nenek tua yang sedang kebingungan. Aku menghampiri nenek tua itu lalu bertanya, "Nenek lagi nyari apa?"
"Cucuku hilang. Tadi, aku pergi ke toko permen yang di sana untuk membeli permen cokelat kesukaannya. Namun, setelah itu aku gak lihat dia lagi."
"Akan aku bantu carikan ya, nek?"
Mataku terus memantau seorang anak kecil yang disebutkan ciri-cirinya oleh nenek tua itu. Aku menyusuri seluruh taman kota dan retina mataku menangkap seorang anak kecil sedang bermain-main dengan bunga. Aku menghampiri anak itu lalu mengembalikannya pada nenek tua itu.
"Alika, nenek sudah bilang jangan ke mana-mana selagi nenek membeli permen. Nenek panik mencarimu."
"Bunga di sana cantik sekali, nek!" Seru anak kecil yang bernama Alika.
"Makasih ya, kamu sudah membantu mencari cucu kesayanganku. Nenek gak tahu apa yang terjadi jika dia menghilang atau diculik."
"Sama-sama, nek." Ujarku sambil tersenyum.
Nenek tua yang ada dihadapanku ini mengingatkan pada mendiang nenek. Beliau sangat mirip dengan nenek tua ini.
"Ngeliat apa sih?"
Suara halus Edi membuyarkan lamunanku. Aku mengerjap dan tidak melihat nenek tua beserta anak kecil itu. Aku memperhatikan sekitar untuk mencari mereka namun tidak ada.
"Hei! Nyariin apa sih?"
"Loh? Bukannya mereka tadi ada di sini?"
Edi menaikkan sebelah alisnya. "Mereka? Di sini gak ada siapa-siapa dari tadi."
Aku terdiam. Benarkah? Bukankah tadi di depanku ada seorang nenek tua dan anak kecil. Lalu, yang tadi itu apa? Edi menarik tanganku lalu duduk di kursi taman bawah pohon. Ia memberikan minuman padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
No One Who Understand Me [Revisi]
Teen FictionSeorang gadis remaja mempunyai jalan hidup yang sulit. Hidupnya di penuhi oleh kebencian dan kesedihan. Dia di anggap lemah oleh semua orang. Tidak hanya itu, ia kecewa oleh seseorang, seseorang yang ia percaya akan selalu bersamanya, menjaganya, da...