Sudah waktunya pulang. Tetapi, aku benar-benar bingung harus kemana. Kalau aku pulang ke rumah, apa ibu masih marah padaku? Kalau aku ke toko, untuk apa di sana sedangkan toko ku buka jam 4 sore dan ini masih jam 1 siang. Masih ada waktu 3 jam lagi.
Aku sedang menunggu bus di halte. Ini pertama kali aku naik bus. Bus pun datang dan aku langsung saja naik. Aku melihat hanya ada kursi kosong yang terletak di sebelah kanan pojok bus. Mau tidak mau aku duduk di sana, daripada aku harus berdiri.
Aku memasang earphone ku dan mengecek apakah ibu mengirim pesan. Tetapi, ternyata tidak. Ibu masih marah padaku. Dengan perasaan kecewa ku taruh ponselku di paha dan beralih melihat ke arah luar jendela.
Kursi yang ku duduki tiba-tiba berguncang dan aroma parfume mint tercium oleh hidungku. Aku menoleh lalu mendapati dia sedang bersandar dan memejamkan matanya.
"Lo ngapain di sini? Kok gak pulang?"
Sontak aku terkejut. Aku kira dia tertidur, ternyata tidak. Aku masih diam memikirkan alasan yang masuk akal padanya. Mana mungkin aku bilang kalau ibu marah dan mengusirku. Itu hal yang seharusnya tidak boleh diberitahu.
"Ummm... Aku... Hanya ingin refreshing saja. Ayah dan ibuku sedang bekerja dan aku di rumah sendiri. Daripada bosan, lebih baik aku... Main."
"Pake seragam sekolah? Oh c'mon, Fan! Lo harusnya ganti baju dulu ."
"Hmm, aku males. Biar sekalian kotor bajunya."
Dia menggelengkan kepalanya dan aku kembali ke posisi semula. Tak lama kemudian, aku pun tertidur.
• • •
Aku terbangun dan mencoba mengatur cahaya yang masuk ke dalam retina mataku. Aku merasa ada sebuah benda yang keras berada di kepalaku.
"Edi?"
Orang itu tertidur dengan kepalaku berada di bahunya. Apa aku membuatnya pegal? Sepertinya aku tertidur lama sekali. Aku menjauhkan kepalaku dari bahunya. Ku lihat sekitar, ternyata aku hampir sampai ke tujuanku. Tetapi, bagaimana dengannya? Apa aku harus meninggalkannya di sini?
"Eunghh."
Dia menggeliat. Aku sedikit mundur takut kalau dia melakukan sesuatu padaku.
"Eungg. Lo udah bangun?"
Aku mengangguk dan bertepatan bus berhenti di halte tujuanku. Aku pun segera turun.
Taman kota nampak sepi. Hanya beberapa orang saja yang memenuhinya mengingat hari ini bukan hari libur. Aku berjalan menyusuri taman sambil sesekali memotret hal-hal yang menurutku indah.
Pandangaku jatuh pada sebuah keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak perempuan sedang duduk di dekat pohon sambil memakan bekal. Aku mengarahkan kamera ku dan membidik mereka.
Aku terdiam. Melihat mereka, aku merasa iri. Bisakah keluarga ku seperti mereka? Hidup dengan tenang, damai, dan menyenangkan. Sebuah benda dingin tiba-tiba saja menempel di pipi kiri ku. Aku terkejut lalu menoleh dan mendapati Edi sedang tersenyum sambil memegang botol minuman.
"Lihat apa sih? Panas-panas gini main ke taman. Pulang aja, yuk!" Ajaknya.
Aku menjauhkan botol minuman itu. "Kamu aja. Lagian ngapain kamu ngikutin aku?"
"Gue gak ngikutin lo." Elaknya.
Aku duduk di kursi taman yang tidak jauh dari tempatku berdiri. Dia juga duduk di kursi yang sama membuatku kesal. Mengapa dia begitu menyebalkan? Dia meneguk botol minumannya hingga tersisa setengah botol. Lalu, dia memberikan botol minuman itu kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
No One Who Understand Me [Revisi]
Teen FictionSeorang gadis remaja mempunyai jalan hidup yang sulit. Hidupnya di penuhi oleh kebencian dan kesedihan. Dia di anggap lemah oleh semua orang. Tidak hanya itu, ia kecewa oleh seseorang, seseorang yang ia percaya akan selalu bersamanya, menjaganya, da...