Part 15

2.8K 124 0
                                    

Hari ini, aku memutuskan untuk pergi ke sebuah tempat di mana aku bisa melukiskan sesuatu di atas kanvas. Pemandangan Namsan Tower dengan berbagai kunci berbentuk cinta menggantung penuh di pagar besi. Mayoritas orang yang memenuhi tempat itu adalah sepasang kekasih. Aku sedang tidak mood pergi kuliah. Teringat pada kejadian memalukan di rumah Woohyun malam tadi, dengan kata lain aku sedang menghindari cowok itu.

Satu goresan lagi dan akhirnya lukisanku selesai. Aku tersenyum puas melihat hasil lukisanku. Kemudian, ku bereskan alat lukisku lalu bergegas menuju restoran dekat-dekat sini. Berhubung cacing-cacing diperutku sudah tidak bisa di ajak kompromi.

Aku memasuki sebuah restorant. Lalu, aku duduk di salah satu meja dekat jendela yang berbatasan langsung dengan jalan raya. Pelayan berjalan ke arahku dan menanyakan apa yang ingin aku pesan. Setelah mencatat, pelayan tersebut kembali. Ku keluarkan sebuah buku dari dalam tas ku dan membacanya.

Aku terhenyuk. Cerita yang ada di dalam buku ini seperti menggambarkan perjalanan kisah cintaku bersama dengan cowok itu. Adegannya sama persis dengan yang aku alami. Cowok itu pergi tanpa ada alasan yang logis. Apa ini hanya kebetulan? Aku tersentak kaget karena pelayan sedang meletakkan pesananku di meja. Dia membungkuk lalu pergi.

Daging steak yang dibungkus dengan selada masuk ke dalam mulutku. Rasanya sangat lezat jika ditambahkan dengan garam. Aku mengambil headset dari dalam tasku lalu memasangkannya di kedua telingaku. Lagu yang ku putar masih sama dengan lagu yang menemaniku di perpustakan waktu itu. Bahkan aku sempat makan bersama dengan penyanyi-nya.

Ah! Tidak bisa dibayangkan angan-anganku menjadi kenyataan. Kim Sunggyu, artis Korea yang ku idolakan akhirnya bisa bertemu langsung tanpa harus membeli tiket. Bahkan dia mentraktirku makan. Rasanya ingin sekali memberitahu kepada dunia bahwa I'm the lucky fans. Segelas bir anggur merah masuk ke dalam tenggorokanku. Rasanya begitu nikmat. Aku tidak bisa minum terlalu banyak bir karena takut mabuk. Yah... Alasan klasik memang, tapi aku tidak mau membuat diriku mabuk. Itu sangat berbahaya.

Makananku akhirnya habis semua. Ku tenggak sekali lagi segelas bir lalu mengelap sisa yang berada di sudut bibirku. Aku melirik jam arlojiku menunjukkan pukul 7 malam. Aku putuskan untuk kembali ke rumah.

Tanpa sengaja di jalan aku bertabrakan dengan bahu seseorang hingga membuat ponsel yang berada di genggamanku jatuh. Aku mendesis sambil mengambil ponselku.

"I'm sorry."

"Nggak apa-apa."

Aku menatap wajahnya yang tertutup dengan masker hitam. Aku mengenal suara itu. Matanya menyipit seperti membuat lengkungan kecil. Edi. He's Edi. Dan dia tersenyum padaku.

"Long time no see you, Fanny."

"Nado." [Aku juga]

"Mau pulang? Biar gue anter."

"Gak. Gak usah. Aku bisa naik bus."

"Gak apa-apa. Jalanan sini kalau udah malam bahaya banget buat cewek kayak lo."

Dia menarik pergelangan tanganku dan memasukkan tubuhku ke dalam mobil. Setelah itu, ia duduk di kursi sebelahku dan melepaskan masker hitamnya. Dia tampak lebih tampan daripada 2 tahun yang lalu.

"Muka gue gak bakalan berubah."

Aku salah tingkah lalu segera membuang muka pada jendela mobil. Astaga! Jantungku mulai berdebar lagi.

No One Who Understand Me [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang