Part 1 - Introduction a simple life

836 32 2
                                    

Debu jalanan berterbangan seperti sekumpulan tentara yang berbaris menghalangi jalan dan pernafasan. Jalanan yang lumayan besar itu memang tidak begitu ramai tapi menjadi satu - satunya jalan alternative menuju ke Pusat kota. Tempat ini juga tidak bisa di bilang desa karena penduduknya lumayan banyak, kota yang terletak tepat di pesisir pantai ini di beri nama Prince Edward. Sebenarnya tempat ini adalah sebuah pulau yang terletak tidak jauh dari Canada, berpenduduk tidak lebih dari 5000 orang, merupakan tempat yang jarang di kunjungi orang tapi menjadi salah satu tempat penghasil biji bunga matahari terbesar di Canada.
Justin, anak lelaki berambut coklat keemasan itu mencoba untuk tetap terjaga di tengah pelajaran biologi yang tengah di hadapinya. Ia bahkan tidak tau apa yang sedang di bicarakan oleh wanita separuh baya yang memakai kacamata bulat melorot yang sedang berbicara di hadapan seluruh murid yang tampak sama sekali tidak bersemangat, terutama Justin. Lebih dari 30 menit yang lalu fikirannya jauh melayang pada ranjang yang empuk, bantal biru menggoda dan selimut yang hangat, difikirannya dia Cuma ingin tidur dan menikmati jamuan tempat tidur yang begitu menggoda.
"Mr. Bieber, bisa kau jelaskan di mana letak cerebrum?" tiba - tiba Justin dikejutkan dengan suara Mrs. Kazeline yang ternyata dari tadi telah memperhatikan gerak - gerik Justin yang sesekali memejamkan matanya.
"TEMPAT TIDUR!!!" Ujar Justin refkeks mengungkapkan apa yang sedang ada dalam kepalanya seraya berdiri.
Sontak seluruh kelas menertawakannya. Seketika ruangan kelas yang lengang tadi menjadi seribut lalu lintas kota.
"Silent Please!" ujar Mrs. Kazeline setengah membentak sehingga seluruh kelas kembali hening sementara Justin masih berdiri mematung ia tidak mnghiraukan keringat yang jatuh melewati pelipisnya.
Mrs. Kazeline berjalan menuju kearah Justin dan berhenti tepat di depan mejanya.
"Dan kau Mr. BIeber, ini sudah ke 7 kalinya kau mengantuk di kelasku, temui aku di ruanganku setelah sekolah berakhir nanti dan sekarang duduk!" Mrs. Kazeline menekankan semua kata dalam pembicaraannya. Justin bahkan tidak berani berkata - kata apalagi melihat kearah Mrs. Kazeline dia hanya mencoba untuk duduk perlahan.
"I got my eye on you" ujar Mrs. Kazeline setengah berbisik di telinga Justin lalu ia berlalu dan kembali menjelaskan pelajarannya. Justin menelan ludah dan memukul - mukul kepalanya, ia memang tidak pernah sejalan dengan Mrs. Kazeline dalam masalah apapun dan dalam kondisi apapun.
####
Justin berjalan perlahan menyusuri trotoar, sore itu cuacanya terasa terlalu sejuk, angin dingin pembawa hujan menampar - nampar wajahnya, burung - burung pun sudah ramai beterbangan di udara, bergegas pulang ke sarang sebelum hujan tiba. Justin masih memikirkan tentang pembicaraannya dengan Mrs. Kazeline di ruangannya tadi. Justin terkejut karena bukannya memberikan hukuman padanya Mrs. Kazeline malah memberikan selembar form pendaftaran di salah satu ajang pencarian bakat yang lumayan terkenal di kotanya. Mrs. Kazeline meminta Justin untuk mengikuti audisi itu, karena tanpa sepengetahuan Justin, Mrs. Kazeline memperhatikan kebiasaannya bernyanyi di halaman belakang sekolah setiap Mrs. Kazeline memberikan hukuman mengumpulkan dedaunan kering di halaman belakang sekolah. Mrs. Kazeline mengatakan jika ia berbakat dan alangkah lebih baik jika Justin mengikuti audisi tersebut.
Justin memang sangat menyukai dunia tarik suara, ia bahkan sering bermimpi menyanyi disebuah panggung besar dan jutaan fans yang meneriaki namanya. Tapi pada kenyataannya dadnya tidak pernah menyukai lagu, dadnya tidak suka jika Justin menyanyi, bahkan Justin tidak pernah bernyanyi dirumah. Dia tidak mau hubungannya dengan dad nya yang begitu dingin itu tambah buruk, ia bahkan tidak perrnah mengenal dad nya dengan baik. Mom Justin memutuskan untuk meninggalkannya dengan dad yang tidak pernah di kenalnya 2 tahun yang lalu, mom dan dad nya memang tidak pernah menikah, akan tetapi Justin lah yang terus menghubungkan ikatan diantara keduanya.
Justin benar - benar membenci momnya, ia tidak habis fikir mengapa mom tega meninggalkannya dengan seorang dad yang bahkan tidak pernah dia kenal sebelumnya. Justin membenci momnya karena Justin fikir mom hanya membuangnya agar lebih leluasa untuk mengencani pria lain, Justin memang tidak pernah suka jika momnya terlalu banyak bergaul dengan pria. Saat ia masih tinggal dengan momnya, mom memang sering membawa pulang pria yang berbeda setiap minggunya dan Justin tidak pernah menyukai itu.
Justin menghela nafas dan melemparkan pandangannya pada ombak yang menggulung di sepanjang pantai. Pantai itu tampak begitu bersih dan menyejukkan, meskipun tidak dekat dengan dadnya dia sudah merasa begitu dekat dengan suasana tempat ini. Tempat kelahiran yang tidak pernah dikenalnya.
"JUSTIN! MY BABY BOO!" tiba - tiba seseorang mengejutkannya dari belakang. Orang itu memeluk pinggangnya. Justin refleks menoleh dan berbalik.
"Becca, ternyata kau" Justin tersenyum dan memeluk badan perempuan cantik yang hanya sebatas dadanya itu.
"Aku mencari mu di sekolah tapi kata Mrs. Kazeline, kau sudah pulang dan aku bergegas menyusul." Rebecca Sawyer, remaja perempuan itu berambut cokelat terang, wajahnya manis dan mempunyai mata biru sebiru lautan.
"benarkah? Aku kira kau sudah pulang duluan" Ujar Justin seraya menggandeng tangan perempuan yang benar - benar disukainya itu. Becca memang sudah menjadi bagian dari hidup Justin kurang lebih 1,5 tahun yang lalu. Mereka bertemu di sebuah acara tahunan di pantai, semacam hari Independent day di Prince Edward. Pertemuan mereka begitu simple dan tidak rumit, Justin menyukai Becca yang 1 tahun lebih tua darinya sejak pertama kali melihat perempuan cantik itu. Becca pun mulai menyukai Justin sejak pertemuan pertama mereka, oleh karena itulah pada akhirnya mereka memutuskan untuk build a relationship.
"Aku memang pulang duluan, tapi aku kembali lagi karena aku ketinggalan sesuatu di dalam lokerku." Becca menggenggam erat tangan Justin dan mengayun - ayunkannya.
"Aku rasa benda itu benar - benar penting sehingga kau kembali dan takut sekali kehilangannya. Seandainya kau memperlakukan aku seperti itu." Nada bicara Justin menyiratkan kalau dia sedang menggoda Becca.
Becca menyikut rusuk Justin sehingga pria itu mengaduh. "Kau tau kalau aku bersedia menukarkan apapun demi hidup bersamamu, heh?"
"hahaha... kau berkata begitu seolah kau benar - benar jujur. Aku tidak bisa percaya semudah itu." Perkataan Justin itu membuat Becca menghentikan langkahnya dan mendelik sinis ke arahnya.
"kau tidak percaya? Ya sudah, aku akan mulai berfikir untuk meninggalkanmu kalau begitu" Ujar Becca berpura - pura, dan berjalan mendahului Justin, dia hanya tersenyum dan menghitung di dalam hati.
1...2...3...
Justin mengejarnya dan memegang tangan Becca pada hitungannya yang ke 3, sekarang mereka berdiri berhadapan. Matahari sudah hampir tenggelam di tengah - tengah lautan, memantulkan cahaya berwarna orange di atas air laut. Justin menatap lekat Becca, mata hazelnya berkedut - kedut tanda bahagia, perlahan ia mendekatkan wajahnya kearah Becca. Perlahan Becca menutup matanya. Bibir mereka saling bertautan diiringi dengan hilangnya cahaya matahari dari langit.
"I love you..." desisnya di telinga Becca.

TO BE CONTINUED...

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang