Part 22 - Her [The Past]

198 14 0
                                    

IRIDESCENT PART. 22

PART. 22

Quote :

You are mine, and that's all what I know – Molly Collins



Sinar matahari terasa hangat di kulit punggung Molly yang telanjang, membangunkannya di pagi hari. Tapi ia mengetahui hal lain yang juga hangat di bawah badannya – tubuh Justin yang juga telanjang. Menyadarkannya jika kejadian tadi malam bukan hanya sekedar mimpi, tapi sebuah kenyataan yang sanggup membuatnya tersenyum sepanjang hari. Molly masih menutup matanya, terlalu indah untuk mengubah apapun, ia menikmati musik yang keluar dari detak Jantung Justin yang bersilangan dengan detak jantungnya, menikmati desir nafas teratur Justin yang meletup – letup di puncak kepalanya.

Ia merasa sangat nyaman, tidak kedinginan sama sekali karena tubuhnya yang telanjang. Panas tubuh Justin merupakan penangkal yang paling sempurna bagi angin dingin yang menusuk langsung kekulitnya. Berbaring di dada Justin yang sehangat matahari pagi ini, kedua lengannya memeluk Molly, pria itu masih terpejam, terlelap dalam mimpi.

Molly perlahan membuka matanya, ia mendongak sedikit untuk melihat wajah Malaikat itu – ah, betapa sempurnanya wajah itu. Ia sudah cukup bahagia berbaring saja disini untuk selamanya, dan jika ia harus mati sekarang, rasanya tidak ada yang harus di sesalinya. Tadi malam adalah malam terindah yang pernah terjadi dalam hidupnya, getaran – getaran itu, desahan – desahan itu, erangan – erangan erotis itu, rasa perih yang menyakitkan itu, bersatu dalam satu rasa yang meledak meninggalkan rasa nikmat yang tak terkira – aku fikir aku telah mati dan berada disurga. Memikirkannya saja sudah membuat wajah Molly yang pucat tampak bersemu mekar di tutupi bunga kemerahan di pipinya. Ia mengelus tattoo salib di dada Justin perlahan, menelusuri pola itu dengan jarinya yang dingin. Tattoo itu begitu asing, ini pertama kalinya ia melihat tattoo di tubuh Justin, tidak hanya satu, mungkin ada sekitar 15 tattoo, menyebar di seluruh bagian tubuhnya.

Pria itu terbangun, ia menutupi matanya dengan punggung lengan kirinya, terkekeh kecil menampakkan sedederetan gigi – giginya yang tersusun rapi. Rasa geli akibat sentuhan jari – jari halus Molly di dadanya, membuatnya membuka kepura – puraannya, sebenarnya ia sudah bangun cukup lama, jauh sebelum Molly bangun. Tapi saat menyadari betapa pulasnya Molly tertidur di dadanya, membuatnya mengurungkan niat untuk bangun dan memutuskan menunggu gadis itu terbangun.  Tadi malam merupakan sebuah babak baru baginya dan Molly, menyingkirkan semua kegoisan, menyingkirkan semua rasa benci, dan melumurinya dengan sensasi rasa baru yang lebih lembut. Cinta?  Entahlah.

Molly menggeser kepalanya, Jarinya berhenti mengelus dada Justin, ia sedikit mendongakkan kepalanya untuk menatap pada pria itu. "Apanya yang lucu?" gumamnya seraya mengeryit.

Justin masih menutup matanya, tapi bibirnya terus melingkarkan senyuman. "Kagum?" desisnya.

Molly tersenyum kecut, kembali menyandarkan kepalanya di dada yang keras itu. "Tidak, cukup shock sejujurnya, aku fikir kau pria baik – baik." Ujarnya sambil mengusap salah satu tattoo di tulang belikat Justin.

Justin terkekeh lagi, sekarang ia menyingkirkan lengannya yang menutupi bola mata karamel terangnya. Mengusap punggung Molly yang polos tanpa sehelai kainpun. "Apakah kau selalu berfikiran buruk pada orang yang punya banyak tattoo? Bukankah kau juga punya tattoo? Di kakimu dan –" di dekat selangkanganmu.

Molly dengan segera menutup mulut Justin dengan telapak tangannya, mencegah pria itu menyelesaikan kalimatnya. "Iya aku tahu, aku tahu, sudah tidak usah disebutkan!" geramnya, entahlah, sekarang sepertinya wajahnya sudah mulai panas dan kemerahan lagi, menyadari jika sekarang Justin sudah mengenali setiap jengkal tubuhnya tanpa terkecuali

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang