Part 18 - confession

159 13 0
                                    

IRIDESCENT PART 18

PART 18

Quote :

Aku tidak bisa membaca jalan fikiranmu Justin Sparks. And that's annoying. – Molly Collins



Justin duduk di atas kap mobilnya, menikmati pemandangan di seberang Villa Anna, berupa pantai yang terukir indah melalui tangan Tuhan. Justin menghirup udara segar sebanyak - banyaknya, ia benar - benar merindukan suara gemerisik ombak yang seperti nyanyian dan harum aroma garam yang mendesah lembut memanjakan hidungnya. Westwood mengingatkannya pada prince edward, tempat ini seolah adalah jelmaan kota favorit yangbpernah dibencinya itu. Memang benar kata orang, kita akan menyadari betapa cintanya kita pada sesuatu ketika kita sudah lagi tidak memilikinya.

Pria itu menarik nafas panjang, teringat Molly yang masih berada di dalam villa, perasaan bersalah merembet masuk kedalam dirinya, tapi kemudian ditepis oleh pemikiran -  pemikirannya yang lebih rasional, dia tidak akan benar - benar meninggalkan molly sendirian di tempat ini, apalagi di dalam ruangan itu, terlalu berbahaya meninggalkan seorang gadis disana. Tempat itu lebih mirip tempat uji nyali di bandingkan villa.

Justin baru saja akan bermaksud untuk kembali masuk ke dalam villa ketika suara kencang Molly meneriaki namanya. Pria itu dengan sigap dan tanpa di komando langsung berlari menuju pintu, ia membuka pintu yang setengah tertutup ketika Molly menghambur berlari padanya, memeluknya kencang hingga ia hampir kesulitan bernafas, ekspresi gadis itu benar - benar ketakutan seperti korban freddy dalam film nightmare on elm street. Ia menyembunyikan wajahnya dalam rwngkuhan dada Justin, gadis itu menggumam entahlah berteriak di dalam sana atau mungkin menangis, Justin tidak bisa melihat wajahnya karena ia menutup rapat wajahnya dalam dada Justin.

"Hey, tenang lah... Ssshhh... Tenanglah, ada apa?" Dengan gerakan refleks tendo m. bisepnya, Justin mengusap - usap punggung gadis itu, mencoba menenangkannya.

"Ada hantu.... Ada hantu...." Suara molly teredam didalam sana, membuat Justin kesulitan untuk mendengarnya.

Justin mengeryit. "Apa? Kenapa?" ia memaksa tubuh Molly untuk bergerak menjauh dari dadanya agar ia dapat melihat wajah ketakutan gadis itu. Justin meremas kedua belah bahu Molly membuat gadis itu tetap berdiri tegap. "Tenang dulu, bicara yang jelas. Tarik nafasmu dalam – dalam." Ujarnya seraya menginstruksikan tekhnik pernafasan pada Molly, seakan gadis itu tidak bisa bernafas tanpa panduan.

Molly menghirup sebanyak – banyaknya oksigen, membuatnya berangsur – angsur tenang akan tetapi tangannya masih begitu kuat mencengkeram baju justin, seolah tidak membiarkan pria itu pergi meninggalkannya, Ia mengusap cucuran air keringat yang memenuhi wajahnya. "Kau benar, kau benar. Ada hantu, ada hantu di villa itu, kita harus pergi sekarang juga dari sini Justin." Molly terengah. "Aku takut." Timpalnya lemas. Tenaganya hampir habis karena berteriak dan lari setengah mati.

Justin melotot, ia kembali mengeryitkan keningnya. "apa? Hantu? Tidak mungkin, aku tadi hanya berbohong untuk menakut - nakutimu saja, tidak ada hantu molly, tidak di hari secerah ini." Suara bass Justin yang bagai mantra itu perlahan meredam rasa panik Molly, ia menengadahkan kepalanya, bertemu mata dengan si hazel karamel itu.  Gadis itu menelan ludah, dan menghela nafas. Ia masih ketakutan, Justin pasti mengira jika ia sudah kehilangan akalnya. "Please, believe me." Erangnya dengan mata berkaca – kaca.

Justin memandangi molly dengan heran seolah takjub dengan apa yang baru saja di dengarnya dari mulut gadis itu. Hantu? Hantu katanya? Gadis ini pasti sudah gila. Meskipun ia yakin Molly tidak akan pernah berbohong dengan kata - katanya, tapi kenyataan yang di ucapkannya benar - benar di luar ambang rasionalis yang mampu di tangkap nalar Justin.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang