Part 23 - Be Alright

183 11 0
                                    

PART. 23

Quote : Bangkai yang masih segar akan selalu menarik perhatian serigala. – Molly Collins



Artos Boulevard Restaurant
Restorannya tidak ramai – mungkin karena ini memang belum saatnya makan malam, masih ada 2 jam lagi sebelum jam 9, waktu yang tepat untuk makan malam. Tapi entah mengapa Molly membuat Justin berjanji untuk datang jam 7 tepat. Tempat ini juga tidak besar – cukup mewah untuk sebuah restoran di dalam hotel seperti ini. Warna backgroundnya cokelat keemasan – bergaya eropa klasik. Langit – langitnya tinggi dan berlapis wallpaper langit biru – di bagian  tengahnya di Tanami sebuah lampu Kristal raksasa yang berpendar – pendar di setiap sudut ruangan.

Justin berjalan mengendap – endap di belakang tempat duduk Molly agar gadis itu tidak menyadari jika ia telah datang. Ia berencana mengejutkan gadis itu dan semoga saja Molly tidak punya penyakit Jantung sehingga kejutannya tidak membuat gadis itu berakhir di pemakaman – atau yang lebih realistis, semoga saja gadis itu tidak mengamuk dan menelannya hidup - hidup.  Ia perlahan melingkarkan lengannya di leher Molly, gadis itu terlonjak sedikit namun terlihat tampak tenang. "Aku tidak terlambatkan?" Kejutnya.

Molly setengah terperangah terkejut karena ada seseorang yang memeluk bahunya dari belakang dan dihadapannya sekarang sudah ada buket bunga berwarna ungu dengan pita warna senada yang cantik. Ia sebenarnya benar – benar terkejut, tapi ia yakin orang di belakangnya adalah Justin. Wangi parfurm clive Christian – nya yang benar – benar disukai Molly sudah tercium dari jauh dan berhembus menari – nari di cuping hidungnya.

"Wow, what is this?" Ia tersenyum dan mengambil bunga itu dari tangan Justin,  mendekatkannya ke hidung lancipnya, menyesap aroma gladiol yang bercampur parfum. Wangi segar itu berhembus membangitkan perasaan positif dalam dirinya, sehingga tanpa sadar ia tersenyum. 

"Flowers, for you." Bisik Justin dibelakang daun telinga Molly. Gadis itu menahan diri untuk tidak bergidik menahan geli karena hambusan – hembusan hangat yang memanjakan telinganya. Justin kemudian mengecup telinganya, mendesirkan semacam golakan rasa hangat yang merembat menjalari seluruh ruangan.

Molly terkekeh agak terdengar mengejek. "Well, pernahkah kau bertanya padaku apakah aku suka bunga?" tanyanya. Matanya tidak lepas melihat pada gladiol ungu yang di pegangnya dengan tangan kanan. Jari – jari lentik tangan kirinya terlihat memain – mainkan kelopak – kelopak bunga keunguan itu.

Justin melepaskan pelukannya dan berjalan menuju sofa kuning kubas di seberang Molly. "Lho, memangnya kau tidak suka bunga? Every girls love flowers." Justin mengeryit seraya menempelkan pantatnya di sofa yang sebenarnya tidak begitu empuk itu.

Molly menyeringai. "Really? But I'm not." Gumamnya sambil masih memain – mainkan kelopak bunga itu.

Justin tersentak, ia mengeryitkan keningnya lebih dalam lagi. "Apa? Kau tidak suka?"

"Sebenarnya iya, aku tidak suka." Tegasnya.

Justin memutar bola matanya dan menggeleng. – gadis ini benar – benar suka membuat aku jengkel. Justin menggeram pelan. "Tidak bisa kah kau berpura – pura menyukainya? Tidak bisakah kau menghargai usahaku?"

Molly membalas tatapan Justin dengan tatapan datar. Ia tersenyum, tentu saja senyuman mengejek yang menjadi ciri khasnya. "Um, sebenarnya bisa saja. Tapi aku bukan tipe orang yang lihai menjilat dengan hal seperti itu." Jawabnya sarkatis.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang