Part 6 - Horrible lost

169 16 0
                                    

I'm Sorry, son, I think you sould not wasted that chance, Take that!" Ujar Mr. Jeremy sambil mengangguk pasti.

Justin hampir mengeluarkan bola matanya dari tempatnya "What? Are you serious?" Ia benar - benar tidak mempercayai apa baru saja didengarnya. Dadnya menyetujui keinginannya? Hell Yeah. Itu adalah sebuah keajaiban, bagaikan pohon maple yang berbuah apel.

"one of the great blessing of my live is having you, son. Jadi tidak ada alasan buatku untuk menghalangi mimpimu"

Justin hampir tidak sanggup menahan luapan kebahagiaannya, rasanya sekarang ia sanggup melompat dari ujung menara Eiffel dan mati dalam kebahagian. Hal yang paling tidak bisa dipercayainya adalah, seorang Jeremy Bieber yang begitu membenci musik, mendukung keinginan anaknya untuk menjadi seorang penyanyi. Tingkat kemustahilan hal itu adalah 99.9999% tapi ternyata teori itu terpatahkan karena besarnya rasanya cintanya kepada anak lelaki kecilnya.

"aku tidak akan membuatmu kecewa dad" Ujarnya lalu memeluk pinggang dadnya dengan erat.

"Ok... Ok... meskipun sebenarnya aku berharap kau menjadi seorang presiden Amerika, yah tapi kalau kau mau menjadi seorang penyanyi, not bad lah" Ujar Mr. Jeremy dengan nada menggoda.

"Dad... come on" Ujar Justin dengan suara memelas disambut tawa menggelegar Mr. Jeremy.

KRING... KRING...

"wait for a sec..." Ujarnya pada Justin dan bergegas berjalan menuju telepon rumah yang tertempel di dinding.

Dari tempat duduknya, Justin masih bisa melihat dadnya berdiri dan berbicara dengan orang di seberang sana.

"Hallo... yes it's me... angeline?"

Justin langsung memutar bola matanya ketika mendengar nama itu. Untuk apa lagi momnya menelepon, dia kan sudah mencapakan dadnya, bahkan dirinya, seharusnya dia tidak usah perduli lagi, seperti Justin yang sudah berhenti peduli. Justin yang tadi bahagia mendadak kesal, ia menghempaskan kepalanya ke sandaran sofa, sudah hampir jam 1 pagi jelas saja matanya sudah mulai mengantuk, belum lagi badannya yang mulai terasa sakit karena perkelahiannya dengan Rowley tadi, tulangnya mulai terasa ngilu.

"Justin... em... oh wait"

Mendengar namanya di sebut dalam pembicaraan dadnya di telepon ia langsung mendongak dan menoleh kearah sumber suara itu.

"dia mau bicara dengan mu... how?" Ujar Mr. Jeremy sambil menutup gagang teleponnya dengan tangan dan berbisik pada Justin agar orang diseberang tidak mendengar percakapannya.

"what? No, say no. bilang aku sudah tidur"

"but.."

"NO!"

Mr. Jeremy menggeleng dan kembali merapatkan gagang teleponnya didekat telinganya. "I'm sorry, dia sudah tidur... baik lah, akan ku sampaikan salam... ya, kau juga. Bye."

Mr. Jeremy kembali berjalan kearah sofa setelah menutup teleponnya. Ia kemudian duduk disebelah Justin yang menatap lurus kearah televisi. Ia tahu sebenarnya anaknya itu tidak benar - benar menonton televisi itu, ia hanya berlagak saja agar dadnya tidak membahas hal yang barusan terjadi.

"She said she miss you"

Justin menghela nafas dan duduk berbalik membelakangi dadnya, sudah hampir seribu kali ia mendengar kalimat itu. Dia merindukan mu... dia merindukanmu... kalimat itu berputar - putar diotaknya seperti hantu. Jika dia benar - benar merindukan Justin, kenapa tidak langsung datang saja, apa susahnya sih. Mungkin memang karena dia tidak benar - benar rindu. Justin terus berspekulasi didalam fikirannya.
"I don't care"

"oh come on... jangan kekanak - kanakan seperti ini" Mr. Jeremy menepuk - nepuk punggung anak kesayangannya itu. Ia tahu sebenarnya membahas hal ini hanya akan menyakiti hati Justin, membuatnya marah dan tidak suka. Tapi ia tidak boleh membiarkan keadaan ini berlarut - larut, Justin tidak boleh membenci momnya, Justin tidak boleh membenci orang yang telah melahirkannya.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang