Becca meneguk liur dan berkata "I'm sorry, aku tidak bisa ikut pulang bersamamu, Justin."
Justin mengeryitkan dahinya "Why?"
"Maafkan aku, kau pulang duluan saja, emmm... ada tugas yang mesti aku kerjakan." Ujar Becca berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan pada Justin jika ia akan pergi bersama Rowley. Bisa - bisa Justin berubah menjadi monster yang mengerikan dan merobek - robek tubuhnya. Becca tahu dirinya tidak pandai berbohong apa lagi di hadapan Justin, jadi ia hanya pasrah jika Justin tidak mempercayainya sekarang.
Justin menghela nafas "Gosh, Deadline?"
Becca hanya menjawab dengan mengangguk sekali dua kali hampir tidak sanggup untuk memandang kea rah mata hazel Justin karena ia takut kebohongannya akan benar - benar terbongkar.
Justin memiringkan bibirnya.
Oh man, kenapa dia harus melakukan itu, oh... kuatkan dirimu Rebbeca. Gumam Becca dalam hati. Dia tahu dia akan benar - benar tidak sanggup jika harus melihat Justin memiringkan bibirnya, karena hal itu adalah hal favorite Becca di seluruh dunia. Ia bahkan tidak bisa mengatur nafasnya dengan baik, hampir saja Becca melompat memeluk Justin dan mengatakan betapa dia benar - benar mencintainya.
"Ummm... Alright, telepon aku jika kau sudah dirumah, jaga dirimu, bye" Justin maju selangkah dan mengecup kening Becca.
Becca hanya bisa mengangguk pasrah sambil menyunggingkan senyum pahitnya, ia benar - benar merasa sangat bersalah pada Justin sekarang. Tapi bagaimanapun juga ia harus mendapatkan kembali liontinnya.
Becca baru berbalik ketika ia menyaksikan sendiri mobil putih Justin semakin menjauhinya dan hilang di sebuah tikungan.
I'm so sorry, babe... aku harus merebut kembali liontinku dari si berengsek itu.
***
Justin memarkirkan mobilnya di halaman depan Jess Braillier's Coffe, meskipun ia lelah sekarang tapi bunyi di perutnya seolah membuat sebuah marching band, tidak ada salahnya jika ia bisa makan beberapa makanan kecil sebelum pulang kerumah, jadi ia memutuskan untuk mampir di Marty's Burger, toko kecil yang menjual burger terlezat di Prince Edward, toko mungil itu terletak tepat di sebelah Jess Braillier's Coffe.
Setelah mendapatkan makanannya Justin memutuskan untuk duduk sebentar di kursi toko itu, sambil menikmati beef burger pengganjal perutnya, ia terus memandang kea rah jalanan kota yang lumayan padat siang itu. Angin sejuk berhembus membelai mata hazel karamelnya yang tampak mengantuk.
Gosh...
Rasa kantuk ini adalah ganjaran karena ia tidak tidur hampir semalaman, ia mengatakan pada Becca akan tidur malam itu tapi sebenarnya ia bahkan tidak bisa untuk mengatupkan matanya barang sedetik. Fikirannya menjelajah jauh kemana - mana, melayang tanpa batas.
Ia bersandar di sandaran kursi kayu yang hampir tidak kuat menopang tubuhnya. Toko itu punya furniture yang super jelek tapi mereka punya beef burger paling enak sedunia. Sesekali ia meminum segelas besar soft drink yang berada di tangan kirinya.
"hey, can I sit here?" Sebuah suara yang datang tiba - tiba mengejutkan Justin, ia melirik kea rah orang itu dengan malas dan wajah lelahnya.
"Mrs. Kazeline?" Refleks Justin memaksa dirinya untuk membenarkan posisi duduknya dengan benar dan mengerjap - ngerjapkan matanya agar tampak terlihat segar.
Mrs. Kazeline duduk di kursi tepat di sebelah Justin. "Apakah sudah menjadi kebiasaanmu mengantuk dimana saja Mr. Bieber?" tanyanya sarkatis.
Justin tertawa canggung, "haha... mungkin hanya kebetulan saja" Ujarnya agak gugup.
Mereka saling diam dan tenggelam dalam fikirannya masing - masing.
"Em... Jadi bagaimana? kau sudah memutuskannya?" UJar Mrs. Kazeline sambil menggigit burrito yang masih mengeluarkan asap di dalamnya.
Justin menggeleng frustasi. "Aku bahkan tidak tahu harus menjawab apa, I have no idea."
Mrs. Kazeline menghela nafas tapi masih dengan ekspresi sekeras batu karang. "Jadi kau mau menyia - nyiakan bakatmu? Stupid!" ujarnya membuang muka.
"Entahlah, aku tidak ada pilihan" Ujar Justin sambil memainkan bungkusan burgernya. Tak ada niatan untuk kembali memakan burgernya yang sisa setengah, entah kenapa pembahasan ini membuat perutnya seperti diremas - remas.
"Bullshit, kita semua punya banyak pilihan, hanya saja terkadang kita tidak menyadarinya." Mrs. Kazeline bangkit dan merapikan kemejanya.
"Segera putuskan, kau tidak punya banyak waktu, besok pendaftaran terakhir, ku tunggu kau di Gabriel Theather, jika kau tidak datang, ku anggap kau tidak menginginkannya." Ujarnya sambil berjalan mantap keluar, ia bahkan tidak melirik sedikit pun kea rah Justin yang menatapnya frustasi.
"Ok... I'll call you later" ujar Justin lemas, ia membenamkan kepalanya di antara kedua tangannya, ia mengerang frustasi. Bagaimana caranya ia berterus terang kepada dadnya, entahlah jika dia benar - benar ingin mewujudkan mimpinya, dia harus memberitahu dadnya apapun yang terjadi.
***
Becca masuk dengan tergesa - gesa dari pintu utama Jess Braillier's Coffe, ia harap tidak terlambat atau malah lebih parah, Rowley bisa saja membohonginya waktu itu.
Damn it Becca, kenapa kau mesti percaya padanya.
Becca mengurungkan niatnya untuk beranjak dari tempat itu ketika ia melihat Rowley duduk di sebuah kursi dekat kaca etalase café itu. Ia duduk menatap keluar kaca sambil sesekali menyeruput secangkir kopi yang masih mengepul. Becca menghela nafas lalu berjalan mendekatinya. Bagaimanapun juga hari ini ia harus mengakhiri urusannya dengan Rowley, ia tidak akan pernah berfikir untuk berurusan lagi dengannya.
"Rebbeca, you come, aku tahu kau akan datang" Rowley langsung menyambut Becca dengan senyuman bibir tipis andalannya.
Becca mendengus dan membuang muka "Sudahlah, lagi pula aku tidak datang untukmu, aku datang untuk mengambil kembali barang milikku" bahkan ia tidak berniat untuk memandang wajah Rowley.
Rowley terkekeh dan kemudian berdiri di samping Becca, "Oke, kalau begitu ayo!" Ujarnya seraya meraih tangan Becca dan menggandengnya.
Becca menepis tangan Rowley "Hell no, jangan fikir kau boleh memegang aku" Becca mendengus kesal.
Rowley bahkan mengacuhkan sikap kasar Becca, ia terus saja menyunggingkan senyumannya. "oh ayolah, it's a date, our first date. Sepasang kekasih seharusnya bergandengan tangan kan?" Rowley kembali meraih tangan Becca mencoba menggandeng tangan gadis itu.
Lagi - lagi Becca menepisnya, ia menyentak tangan Rowley hingga pria itu meringis "Terus lah bermimpi, you Jerk!" nada bicaranya naik beberapa Oktaf.
"oh come on... lihat ekspresimu sekarang, kau membuat aku semakin menyukaimu"
Rowley tersenyum miring dan kembali meraih tangan Becca, kali ini ia menggandeng tangan Becca dan menggenggamnya erat kemudian berjalan dengan cepat hingga mau tidak mau Becca tidak mampu berkutik, meski ia telah mencoba untuk berontak. Mereka berdua tidak terlihat seperti sepasang kekasih, melainkan seperti majikan jahat dan anjingnya yang berontak ingin melepaskan rantainya.
Bahkan Becca pasrah saja ketika Rowley menyuruhnya duduk di sampingnya dalam sebuah ruangan bioskop, ia sudah terlalu lelah berontak. Ruangan itu sudah gelap ketika mereka datang, film yang di tayangkan sudah diputar beberapa menit yang lalu. Mereka duduk di barisan belakang, tidak banyak orang disana, mungkin karena filmnya memang tidak menarik atau mungkin Rowley sengaja memilih film yang tidak banyak di minati orang agar ia dengan leluasa bisa mempermainkan Becca.
Rowley terlihat puas dengan apa yang dilakukannya, ia berhasil memaksa Becca duduk manis di sampingnya. Rasa cinta yang dimilikinya terlampau besar hingga menjadi sebuah obsesi yang mengerikan.
Damn, kalau bukan karena liontinku, jangan harap aku mau melakukan ini. Maki Becca dalam hati. Ia duduk dengan gelisah, ia bahkan tidak tahu apa yang ditayangkan layar raksasa dihadapannya itu. Ia terus saja waspada, berada diruangan segelap ini bersama Rowley, yang benar saja. Rowley bisa saja dengan segera bersikap kurang ajar terhadapnya saat ini.
"Coba lah menikmati filmnya nona manis" Ujar Rowley setengah berbisik, ia seakan dapat membaca gerak - gerik Becca yang gelisah.
Bagaimana mungkin aku menikmati film ini, kalau sewaktu - waktu kau bisa saja bertindak criminal terhadapku, asshole! Becca terus mengutuk di dalam hatinya.
Ia bahkan tidak menghiraukan Rowley yang terus saja mencoba mengajaknya mengobrol sepanjang film berlangsung. Rowley bertanya ini itu seolah tidak mengenal dirinya. Matanya lurus kedepan menghadap layar meskipun sebenarnya dia tidak benar - benar menyaksikan apa yang sedang terjadi disana. Entahlah, dia hanya diam dan ingin semua ini segera berakhir karena ia begitu muak, tidak tahan berlama - lama di dekat Rowley.
Matahari sudah tidak tampak ketika mereka keluar dari bioskop itu, hujan gerimis diluar seolah mewakili ringisan hati Becca saat ini. Ia tidak berdaya seakan dimantrai, bahkan ia menurut saja ketika Rowley memintanya untuk masuk kedalam mobil merah menyala miliknya. Becca membungkam mulutnya di perjalanan pulang, sudah berkali - kali ia meminta liontinnya kembali pada Rowley, tapi sepertinya Rowley memang sedang mempermainkannya dengan kelemahan yang dimilikinya.
Rowley menepikan mobilnya di sebuah jalanan yang agak sepi dan tidak banyak orang yang lewat. Setelah mematikan mesin mobilnya Rowley keluar, Becca baru menyadari jika mereka berhenti di suatu tempat yang asing dan gelap, hanya ada 2 lampu redup yang menerangi jalan itu. Ia menghela nafas geram, sekarang apa lagi yang akan makhluk itu lakukan terhadap dirinya. Ia keluar dari mobil dan membanting pintu dengan keras.
"Rowley, apa yang kita lakukan disini, kita seharusnya....." Becca tidak mampu menyelesaikan kata - katanya, karena Rowley menariknya dan menyudutkannya pada sebuah tembok kasar yang sudah tua. Sekarang hampir tak ada sekat antara mereka, wajahnya hanya berjarak beberapa inchi dengan wajah Rowley. Tangan Becca yang refleks berada di dada bidang Rowley terus mendorongnya agar ia dapat terlepas dari jerat itu,tapi Rowley menahan tubuhnya dengan begitu kuat hingga Becca terjebak tak berdaya.
"Look at you, kau sangat cantik bahkan di kegelapan" Bisik Rowley di telinga Becca, desahan nafasnya yang teratur menyentuh kulit Becca, membuatnya melenguh tertahan.
"Damn it Rowley, please, lepaskan aku..." Ujar Becca lemas, ia mengeryitkan dahinya seraya menutup mata, aliran darahnya terasa semakin kencang, degupan yang tidak berirama seakan membuat jantungnya melompat - lompat, ia ketakutan setengah mati, di tempat segelap ini tidak akan ada yang mendengar teriakannya.
"Jangan takut babe, aku tidak akan menyakitimu" ia kembali berbisik di telinga Becca, desiran kata - kata itu menggelitik telinganya membuat Becca bergidik lemas. Rowley membelai lembut rambut Becca dan menarik penjepit rambutnya dan menanggalkannya, membuangnya entah kemana, rambut Becca yang tadinya dijepit Jatuh tergerai menutup sebagian mata kirinya. "Nah, begini lebih cantik, kau tidak perlu menggunakan penjepit apapun, rambutmu sudah sangat sempurna" Rowley menyentuh tengkuk Becca yang bergetar.
"apa yang akan kau lakukan padaku?" Tanya Becca, suaranya bahkan terdengar serak dan bergetar.
Rowley hanya menjawabnya dengan senyuman kecut, jari tangannya menyusuri setiap lekuk wajah Becca dengan lembut, dahi, mata, tulang pipi, dan berhenti di dagu lancipnya. Rowley menarik dagu Becca hingga memaksa gadis itu menatap tepat di bola mata hijau lumutnya.
Mata mereka saling beradu, bola mata hijau dan biru itu seakan melebur menjadi satu membentuk satu spectrum warna, desahan nafas Rowley mengalun lembut di wajah Becca, desiran menggoda itu meruntuhkan iman dan segalanya. Becca menyadari ia tidak mampu melawan, hatinya yang terasa mati melawan rasa gugup yang memburu. Rowley terus memegangi dagu Becca dan mengarahkannya perlahan mendekati wajahnya, becca menutup mulutnya rapat - rapat ia berusaha untuk tidak membalas ciuman Rowley, bibir hangat Rowley begitu liar menjelajahi bibirnya yang terbuka perlahan, lidahnya perlahan menelusuri lidah Becca yang terasa lumpuh dan mati rasa.
Aliran darahnya mengalir lebih kencang dan badannya terasa panas. Perlahan tangan Rowley menyusuri kancing kemeja Becca dan menanggalkannya satu persatu. Becca memukul - mukul dada Rowley berusaha menghentikannya untuk melakukan sesuatu yang lebih jauh lagi. Ia berusaha berontak dan melepaskan bibir Rowley yang menempel di bibirnya, tapi ia tidak berdaya karena cengkraman Rowley jauh lebih kuat dari tenaganya.Baru saja tangan Rowley menelusup ke balik kemeja Becca ketika....
TO BR CONTINUED...
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Romance(COMPLETED) Sungguh menggelikan ketika cinta terasa seperti sihir, dan semua orang menyebutnya takdir. Saat takdir berubah menjadi sebuah humor, orang - orang akan menyebutnya kejutan yang menyenangkan - Justin Sparks Awalnya kehidupan benar-benar...