"Kau Justin sparks?" damn it. Kenapa aku harus satu team dengan lelaki sialan ini! GOSH, ini benar - benar hari sial sepanjang sejarah Molly Collins.
"Kau Molly Collins?" Pantas saja aku tidak asing dengan namanya, Tan pernah menyebutkan nama penyihir ini. Jesus, apa salahku? Kenapa aku harus satu team dengan penyihir ini.
Mereka berdua saling menatap satu sama lain dengan tatapan penuh kebencian. Molly mengepalkan kedua tangannya membentuk tinju yang siap menghantam Justin kapanpun dia mau. Sedangkan Justin, ia memicingkan matanya, menatap tajam kearah Molly. Jika tatapannya adalah pisau, mungkin Molly sudah berbentuk kepingan sekarang.
"MR. ROBINSON AKU KEBERATAN!" Teriak mereka berdua secara bersamaan. Mr. Robinson yang sejak tadi sibuk membacakan nama - nama team, refleks menoleh kearah mereka berdua dan berhenti membaca.
Pria tua itu meletakkan tangannya di pinggang "Apa aku bilang kalian boleh protes? Tidak ada pergantian anggota team!" Bentaknya pada Molly dan Justin yang menatap penuh harap pada dirinya.
"Tapi Mr. Robinson, aku tidak bisa bekerja dengan gadis penyihir ini, dia... dia gila!" Ujar Justin dengan nada memelas.
"Plis, Mr. robinson, aku tidak mau satu team dengan maniak ini. Aku akan membayarmu berapapun asalkan teman seteam ku bukan dia." Ujar Molly dengan nada super Arogan.
Mr. Robinson mendengus. Dasar anak orang kaya. Aku selalu benci berurusan dengan mereka. Pria itu kemudian melangkah maju dan agak mendekat dengan Molly.
"Molly Collins, kapan kau mau berubah? Tidak semuanya bisa kau beli dengan uang, anak sombong!" Ujar Mr. Robinson kemudian berbalik dan kembali pada posisi awalnya. Tapi sebelum itu ia berbalik sebentar dan berkata.
"Mudah saja, jika kalian berdua tidak mau bekerja bersama, aku akan memastikan kalian akan dapat nilai F di semua mata kuliahku. Sekarang pilih saja."
Justin dan Molly sama - sama menghela nafas frustasi dan meneguk liur mendengar perkataan Mr. Robinson. Mereka benar - benar tidak dapat berkutik lagi dengan opsi pilihan yang di berikan oleh Mr. Robinson. Mau tidak mau, mereka harus mengerjakan project itu bersama - sama jika tidak mau mendapatkan nilai F.
SHIT!
***
"Mr. Robinson benar - benar sudah gila, bisa - bisanya dia melakukan itu padaku." Justin menghempaskan kepalanya di sandaran kursi sebuah café. Ia menggaruk - garuk kepalanya yang tidak gatal, hal itu membuat rambut coklat keemasannya berantakan kemana - mana. Ia benar - benar frustasi karena harus satu team dengan gadis yang bahkan tidak pernah disukainya itu.
Tan terkekeh sambil meminum frapuccino yang baru saja diantarkan pelayan. "Ku bilang juga apa, kau itu berjodoh dengan Molly Collins. Lihat saja, meskipun kalian saling membenci, kau tidak bisa kan berlari menjauh darinya. Setiap kali akan menjauh, pasti ada saja kejadian yang membuat kalian bertemu lagi"
Justin mengerang frustasi. jawaban Tan benar - benar tidak membantu. Itu hanya membuat dia semakin kesal saja. Justin kemudian mengambil secangkir cappuccino yang masih mengepul diatas meja dan meminumnya tanpa hati - hati.
"SHIT! It's hot!" Pekik Justin sambil meniup - niup lidahnya yang terasa terbakar karena meminum cappuccino yang masih sangat panas itu.
"Bodoh, kau tidak lihat kalau cangkirnya masih mengeluarkan asap?" Ujar Tan sambil menggeleng - gelengkan kepalanya.
Justin menatap Tan kesal, "Thank you!" Ujarnya dengan nada sarkatis.
"your welcome" Ujar Tan sambil tertawa dan kembali meminum frapuccino dinginnya.
"Oh iya, kudengar, mommu akan mengadakan fashion show tidak lama lagi?"
Justin mengangguk sambil terus meniupi lidahnya yang sepertinya telah meleleh. "Ya, 1 minggu lagi. Ada apa? Kau mau datang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent
Romance(COMPLETED) Sungguh menggelikan ketika cinta terasa seperti sihir, dan semua orang menyebutnya takdir. Saat takdir berubah menjadi sebuah humor, orang - orang akan menyebutnya kejutan yang menyenangkan - Justin Sparks Awalnya kehidupan benar-benar...