Part 19 - Love and obsession

174 13 0
                                    

IRIDESCENT PART. 19

PART 19

Quote :

It's complicated. Rasanya muak dan menyenangkan dalam waktu bersamaan. Aku seketika menjadi tolol dihadapannya. – Molly 



Molly terbangun merasakan terpaan sinar matahari yang mengintip malu – malu  dari balik gorden, ia mengeryitkan alisnya dan membuka mata pelan – pelan. Molly menyadari ada tangan yang terasa hangat menggenggam tangannya dengan posesif. Justin, pria itu tertidur semalaman di atas kursi, ia melingkarkan jarinya kedalam dekapan jemari Molly yang merekat sempurna dengan miliknya. Molly tertegun, ia sekarang ingat saat ia terbaring lemas di dalam gendongan Justin yang membawanya kekamar tadi malam, Ia juga ingat ketika mulutnya mengatakan pada pria itu untuk tidak pergi meninggalkannya.

Dua kali, ini sudah kedua kalinya meskipun secara tidak langsung mereka telah tidur bersama, yang pertama adalah kejadian saat mereka bermalam di dalam mobil Justin. Molly terkekeh lemas, ia geli mengingat begitu membingungkannya takdir yang telah membuat jalan cerita yang begitu apik dan tak terduga. Molly dengan ragu menyentuh jari jemari Justin satu demi satu, merasakan aliran darah Justin yang terasa hangat.

Helaan nafas Molly yang cukup keras membangunkan Justin, pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali, menggeliat untuk meregangkan otot - ototnya yang terasa kaku, semalaman ia tidur meringkuk, membuat tengkuknya ngilu dan tulang punggungnya yang terlipat juga terasa lelah. Justin melirik Molly, ia melihat gadis itu sudah membuka matanya dengan lebar. Ia kemudian menarik tangannya perlahan. "Kau sudah bangun?"

Molly mengangkat bahunya dan tersenyum canggung. "Ya, dan kau tidak pergi." Nada suaranya seperti telah mendapatkan mukjizat bahwa Justin masih disana, menjaganya – semalaman.

"Kau bilang jangan pergi." Jawabnya sederhana. Tidak ada lagi kalimat yang terdengar selama beberapa waktu mereka seperti menekan tombol freeze di remote, sehingga membuat mereka tidak berpindah tempat bahkan seperti tidak bernafas.

Justin menghela nafas tiba – tiba, mencairkan kebekuan diantara mereka.

"Um...well, sepertinya kau kelelahan tidur sambil duduk seperti itu." Molly sepertinya mampu membaca guratan kelelahan di mata Justin, seolah pria itu menuliskannya disana. Molly menelan ludah, berhenti memandangi Justin dan duduk di atas ranjang. "Um... Kau boleh berbaring sebentar jika kau mau, aku akan keluar menemui Anna." Suaranya terdengar terbata – bata mengucapkan kalimat tadi. Gugup. Entahlah...

Justin mengulum bibirnya, berfikir. Ia memang kelelahan. Well, mungkin lebih dari itu, kelelahan mengantuk dan pusing. Efek, ya ini adalah efek alcohol yang di minumnya tadi malam, meskipun dlaam jumlah sedikit, minuman menyengat itu mampu menghancurkan seluruh harinya. Ia mengangkat bahunya, telah memutuskan sesuatu. "Um... well jika kau tidak keberatan." Pria itu perlahan berdiri, terdengar suara gemeretak di tulangnya ketika ia melakukannya, oh man, badannya seperti di pukuli. Ia berjalan menuju sisi ranjang yang berseberangan dengan Molly dan duduk disana. Memang terlihat canggung untuk keduanya, duduk di satu tempat tidur yang sama.

Molly menghela nafas mencoba terlihat sewajar mungkin, ia kemudian berdehem beberapa kali dan bersiap untuk berdiri. Ia menyapit rambutnya di belakang telinga, terlihat sekali jika gadis itu gugup. "Um... Well aku akan keluar sekarang."

Justin mengangguk, pria itu juga terlihat amat canggung. Ia bahkan tidak menoleh sedikitpun pada Molly. Molly tersenyum canggung pada dirinya sendiri sembari mencoba berdiri. "OH!" Pekiknya, gerakannya terlalu cepat hingga kepalanya pusing. ia kembali teduduk di ranjang sambil memegangi kepalanya yang tiba - tiba terasa berdenyut.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang