KA (17)

75 8 0
                                    

-Kenia's POV-

Aku menunggu Kevin menerima telefon. Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. Kevin membelakangiku.

Aku menyentuh bibirku. Kevin telah mencuri first kissku. Aku tak percaya dengan pemuda ini lakukan. Bodoh sekali aku menerima perlakuannya.

Lantas kenapa aku menerimanya? Apa aku mencintai pemuda itu? Apa aku memang menyukai pemuda itu? Aku benar-benar tak sadar sepenuhnya.

Dua detik kemudian, Kevin berbalik badan. Raut wajahnya menyiratkan kekhawatiran. Aku bisa melihat kesedihan di matanya.

Ia langsung menarik tanganku. Aku terkejut dengan apa yang terjadi. Kevin tak mengucapkan sepatah kata pun. Tanganku sedikit terasa sakit karena ia menarikku dengan keras dan secara tiba-tiba. Kevin sedikit berlari. Ia membawaku menuju mobil.

Hatiku bertanya-tanya. Ada apa ini? Apa isi terfon itu? Kenapa Kevin seperti orang kerasukan? Ia menyuruhku untuk masuk ke dalam mobil. Aku pun masuk ke dalam mobil dan menutup pintu mobil.

Tanpa basa-basi ia langsung menancap gas. Mobil itu melaju di atas kecepatan rata-rata. Aku sesegera mungkin memakai sabuk pengaman. Aku meremas ujung bajuku.

"Kevin, ada apa? Lo kenapa bawa mobilnya cepet banget?"

Kevin hanya melirikku. Ia tetap tidak mengurangi kecepatan mobilnya. Bahkan menambah kecepatannya.

"Dina sakit. Dia di rumah sakit." Ucap Kevin memandang lurus ke depan

"Gue takut dia kenapa-napa. Gue sayang dia. Gue gak mau kehilangan dia."

Hatiku langsung sakit dan nyeri saat mendengar penuturan Kevin. Pemuda itu sepertinya sedih sekali. Entah kenapa aku merasakan kecemburuan. Ini pertama kalinya aku merasakan hal itu.

Baru tadi Kevin tertawa bahagia bersamaku bahkan ia sampai mencuri first kiss diriku. Tapi sekarang ia sangat mengkhawatirkan gadis lain. Gadis mana sih yang tidak sakit diperlakukan seperti itu?

Aku menahan air mataku. Aku tidak boleh terlihat lemah di depan Kevin.

"Segitu berartinya ya Dina buat lo? Sampai lo tega biarin bawa mobil secepat ini. Mungkin lo nggak kehilangan Dina tapi gue." Ucapku

Kevin langsung mengerem tiba-tiba. Terdengar beberapa klakson mobil dan motor dari belakang. Aku sampai maju ke depan. Untung saja kepalaku tidak kepentok oleh dashbord mobil.

Kevin menoleh padaku. Aku hanya diam. Ia meraih tanganku. Aku menepis tangannya. Aku sedang tidak ingin termakan godaannya. Aku tahu ia tenah mencoba untuk meminta maaf.

Kevin memasang tatapan lembut. Wajahku menatap jalanan. Bukannya aku ngambek atau semacamnya. Aku tahu Kevin memang cemas. Tapi nggak kayak gini caranya.

"Kenapa gak jalan? Nanti lo keburu kehilangan Dina." Ucapku dingin

Aku masih membuang muka. Kevin kembali menjalankan mobilnya. Kali ini dengan kecepatan yang sedang. Aku hanya diam. Tak ingin menggubris beberapa lelucon yang ia lontarkan.

Sesaat kemudian, kami sampai di depan rumah sakit. Kevin memarkirkan mobilnya. Ia menggandeng tanganku masuk ke dalam kawasan rumah sakit. Aku melepaskan gandengan tangannya. Hal itu membuat Kevin menghentikan langkahnya dan berbalik menatapku. Ia terlihat lelah.

"Apalagi Ken? Gue udah capek."

Aku menghela nafas, "Gue ke kafetaria dulu. Mau makan."

"Serius?"

Aku mengangguk. Pemuda itu tak membantah dan bertanya. Ia meninggalkanku seorang diri. Aku menatap nanar punggung pemuda itu. Aku masih mencoba untuk menahan rasa sakit di hatiku. Aku memegangi dadaku .

keni(A)varaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang