7 tahun kemudian...
-Kevin's POV-
Aku membereskan dokumen-dokumen yang berserakan di meja kerjaku. Aku merapikannya dan menumpuknya di sudut kanan mejaku. Kini, aku telah menjadi seorang CEO di sebuah perusahaan besar.
Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Huh. Aku menghela nafasku. Minggu ini pekerjaanku menumpuk. Banyak sekali pekerjaan-pekerjaan yang menanti. Belum lagi dengan meeting-meeting yang akan kudatangi.
Jujur, aku lelah. Lelah harus selalu berpura-pura menjadi orang yang bukan diriku sendiri. Tapi aku bisa berbuat apa?
Tak ada lagi yang bisa membuatku tertawa. Tak ada lagi yang bisa membuatku mengukir senyuman setiap melihat senyumannya. Semua itu sudah tidak ada lagi.
Gadis itu sudah pergi sejak 7 tahun yang lalu. Pergi meninggalkanku tanpa kabar. Kenia tak pernah sekali pun mengabariku selama ini. Bahkan sudah kuhubungi, tapi ia selalu menolak panggilanku.
Aku tak tahu apa yang terjadi padanya. Aku tak tahu hal apa yang membuatnya seperti itu. Aku sudah menyuruh beberapa anak buahku mencari keberadaannya. Tapi belum ada hasil dari semua itu. Aku selalu menahan rindu yang menyiksa ini. Mungkin sakit dan rindu ini tak seberapa dengan yang dirasakan gadis itu.
Aku baru tahu gimana sakit dan rindunya saat ditinggali oleh seseorang. Dulu aku pernah merasakannya saat bersama Dina.
Namun, setelah Kenia hadir semuanya sirna.Tapi sekarang? 7 tahun ia meninggalkan diriku. Aku tetap saja gila. Aku sangat mengingikannya. Tanpa kusadari, sejak melihatnya pertama kali, aku sudah menaruh perasaan padanya. Aku menyesal karena terlalu gengsi mengucapkannya.
Aku mengambil bingkai foto itu. Di dalamnya ada foto Kenia bersamaku yang tersenyum bahagia. Aku mencium foto itu sangat lama. Aku tak peduli jika framenya kotor ataupun berdebu.
Aku hanya ingin bertemu dengannya. Aku ingin melihat senyumannya. Aku ingin melihat canda tawanya. Aku ingin melihat kekesalannya padaku. Aku ingin mencubit pipi gemasnya. Aku ingin dirinya.
Aku teringat bahwa aku lah orang yang mencuri first kiss pertamannya. Aku tersenyum ketika mengingat dan membayangkan hal itu. Aku pun tak tahu apa yang terjadi pada diriku kala itu. Aku seperti tak tahan dengan hawa nafsuku saat melihat bibirnya. Apalagi dengan reaksi Kenia sesudah kucium.
Itu ciuman pertamaku dengan gadis itu. Aku bisa melihat pipinya yang merah merona setelah kucium. Kepalanya yang menunduk karena malu.
Aku ingin mengulang semua kejadian itu. Kejadian dimana kami bisa menghabiskan waktu bersama tanpa beban sama sekali. Rasanya bebanku menguap begitu saja ketika menghabiskan waktu bersamanya.
Andai saja aku sudah peka sejak dulu, bisa-bisa sekarang kami sudah menikah. Aku menyesal telah membentaknya. Memarahinya. Menyakiti hatinya. Dan membuat luka di hatinya.
Apa luka itu belum sembuh? Apakah tujuh tahun belum cukup untuk mengobati luka itu? Aku sudah mempermalukannya di depan umum. Apakah aku masih pantas mendapatkan cinta tulus dari gadis tulus seperti Kenia? Apa itu masih pantas?
Aku menutup laptopku. Aku sedang tidak ingin bekerja. Biarlah pekerjaan itu menumpuk. Aku tak peduli. Karena bukan uang dan harta yang membuatku bahagia, tetapi cintalah yang membuatku bahagia.
Aku memeluk bingkai foto itu. Aku menelfon sekertarisku untuk menyuruh OB membuatkan teh manis hangat untukku. Kepalaku sedikit berdenyut. Aku selalu meraskan hal itu saat mengingat Kenia.
Tanpa kusadari, gadis itu amat sangat berarti untukku. Aku sangat menyesal karena terlalu gengsi. Aku terlalu egois.
Apa kabar ya Kenia disana? Apa ia baik-baik saja? Bagaimana keadaan gadis yang kucintai itu? Berapa cowok yang telah ia jadikan pacar?
KAMU SEDANG MEMBACA
keni(A)vara
Teen FictionSeorang gadis mungil, penyuka senyuman, dan orang terapuh yang pernah ditemui Kevin di sebuah kafe. Dia Kenia Avara. Perempuan yang terlalu berani untuk mengambil sebuah keputusan, dan tak pernah memikirkan segala resiko yang dihadapinya.