KA (9)

90 8 2
                                    

Haiii!!! Gue kembali lagi nih di chapter sembilan cerita Kenia Avara... Gue sebenernya bingung banget untuk lanjutin cerita ini. Soalnya readersnya dikit banget. Walaupun cerita gue kayak gini, tapi gue pengen banget ada yang ngehargain gitu. Gue tunggu vote kalian ya dan komentarnya. Vote (10) dan komen (5). Boleh kannn???
***

-Kevin's POV-

Aku melepaskan pakaian yang tadi kupakai kuliah dan menggantinya dengan baju rumah. Aku mengambil gitarku. Memainkan beberapa lagu. Aku melirik jam. Sudah pukul 9 malam.

Aku memegangi perutku yang tiba-tiba berbunyi. Aku teringat bahwa sejak tadi aku di kampus, aku belum makan. Aku mengembalikan gitarku di tempatnya semula.

Kakiku berjalan menuruni anak tangga. Lampu sudah dimatikan. Aku menghidupkannya. Mengapa jam segini lampu sudah dimatikan? Apakah Kenia sudah tidur?

Aku tahu. Secara tidak langsung aku memperhatikan gadis itu. Gadis yang berhasil menyihirku dengan permainan pianonya. Dia tak biasanya tidur jam segini. Berbeda dengan Aca yang selalu tidur jam sembilan karena dengan alasan tidur di atas jam 10 tidak baik untuk kesehatan. Adikku yang satu itu memang bercita-cita untuk menjadi dokter. Terlebih dokter anak. Katanya ia ingin menyembuhkan ratusan bahkan ribuan anak yang sakit. Aku hanya bisa menerima kemauan adikku yang satu itu.

Namun. Berbeda dengan Kenia. Biasanya ia tidur jam 11 ataupun 12. Gadis itu selalu tidur malam. Ia biasa menonton tv. Entah film apa yang ditontonnya aku tak tahu. Ia juga sering menungguku yang selalu pulang larut malam dari kafe. Kafe yang biasa kukunjungi.

Aku juga tadi melihat lampu kamarnya masih mati berarti dia tidak berada di kamar. Kemana gadis itu? Ini pertama kalinya ia pulang larut malam. Entah kenapa aku tiba-tiba tak nafsu makan. Aku hanya duduk di kursi makan. Tak melakukan apapun. Tv tak kuhidupkan.

Aku memikirkan gadis itu. Dia tanggung jawabku. Apalagi tadi hujan deras. Apa ia tengah berteduh? Tapi kan hujan sudah reda. Tak mungkin kan ia masih berteduh. Atau dia kenapa-napa? Tiba-tiba perasaan cemas bercampur khawatir menyelimuti perasaanku.

Aku memainkan jari-jariku. Aku berusaha menelfonnya. Tetapi yang kudapat malahan suara operator yang mengatakan bahwa handphone gadis itu tak aktif. Aku semakin merasa bersalah. Seharusnya aku tak membiarkannya begitu saja. Seharusnya aku mengontrolnya. Aduh. Bagaimana sih aku ini?

Aku terus menunggu kehadirannya. Sesekali aku melihat ke arah jendela. Namun, dia tak ada. Batang hidungnya belum muncul.

Aku tersenyum saat mengingat saat ia marah-marah. Kadang aku memang kesal dengan perilakunya. Tetapi gadis itu sangat menggemaskan. Ingin rasanya aku mencubit kedua pipinya.

Aku memandangi opor ayam yang disisakan untukku. Aku sama sekali tak menyentuhnya. Aku memang lapar. Tapi aku belum bisa tenang jika aku belum menemukan gadis itu. Berpuluh menit aku menunggunya.

Tiba-tiba aku mendengar suara mesin motor. Aku mengintip lewat jendela. Gadis itu bersama seorang cowok. Cowok itu Radit. Aku mengenalinya. Ngapain dia bersama Radit? Apa yang telah mereka lakukan?

Seketika itu juga emosiku memuncak. Bukan karena aku cemburu atau semacamnya. Tetapi karena dia telah membuatku cemas tanpa kabar. Dan sekarang seenaknya dia pulang bersama seorang cowok. Malam-malam pula.

Aku mematikan seluruh lampu kecuali lampu yang ada di luar. Aku ingin melihat bagaimana reaksinya. Aku kesal terhadapnya. Aku menunggu di balik pintu. Aku sengaja tidak mengunci pintu.

Krek.

Pintu utama terbuka. Walau dalam keadaan gelap, aku bisa memperhatikan wajahnya yang sepertinya terlihat bingung. Ia menghidupkan sakelar lampu. Aku bisa melihat keterkejutannya saat melihatku.

keni(A)varaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang