KA (2)

221 21 0
                                    

Haiiii.... Sorry nih nulisnya baru di part 2 soalnya lupa nulisnya saat part satu. Aku kembali lagi nih dengan cerita baru yang tentunya lebih seru. Jangan lupa vote and comment kalian yaaa...

-tm-

***

-Kenia's POV-

Mataku tak lepas dari pemandangan malam kota ini. Aku terus memperhatikan jalan yang kulewati bersama pemuda ini. Hanya suara alunan melodi lagu dari radio yang mengisi keheningan kami. Tak ada satupun yang bersuara. Baik aku dan dia. Aku hanya diam. Aku tak bersuara. Aku lebih asyik memandang pemandangan kota ini.

Entah kenapa hawa canggung daritadi menyelimuti kami. Jujur, ini yang pertama kalinya aku naik mobil berdua dengan seorang lelaki. Seorang lelaki. Bahkan aku sampai sekarang saja belum tahu namanya. Kami baru bertemu beberapa jam yang lalu. Dan dengan santainya ia mengajakku untuk tinggal di rumahnya.

Aku tak tahu mengapa hatiku menerima semua kebaikannya. Tawarannya untuk tinggal di rumahnya. Walaupun bersifat sementara. Aku yakin, aku pasti agak sulit beradaptasi dengan suasana baru. Ini semua benar-benar baru untukku. Teman baru. Rumah sementara baru. Pekerjaan baru. Ini terasa asing bagiku.

Belum sampai 24 jam aku meninggalkan desa tempat tinggalku, aku sudah kangen. Aku ingin kembali tinggal di desaku. Aku kangen suasana yang sunyi di malam hari. Hanya terdengar suara orang ronda malam.

Bukan di kota seperti ini. Kendaraan tak berhenti berlalu lalang. Semua kafe dipenuhi kaum pemuda. Bermain dengan teman sampai larut malam. Aku belum terbiasa dengan ini.

Di desaku dulu, jam 6 kami sudah harus kembali ke rumah masing-masing. Aku ingat setiap kali ibu memanggilku ketika jam 6 sore. Menyuruhku untuk mandi lalu makan malam. Mengerjakan pekerjaan rumah di bawah penerangan lampu yang bercahaya kuning. Meja belajar yang bersatu dengan rak buku. Tempat tidur yang hanya sebuah kasur di atasnya.

Aku tersenyum saat teringat akan senyuman ibu. Bagaimana ia mengomeliku saat bajuku kotor, membantah nasihatnya, ataupun hal kecil lainnya.

Aku ingat bagaimana cara ibu membelai rambutku. Menyisir rambutku dengan jari-jarinya. Mengecup kening dan pipiku saat aku berangkat dan pulang sekolah.

Suasana yang ramai ketika pagi dan sore. Suasana yang sepi ketika siang dan malam. Aku teringat saat aku bermain di sawah bersama ibu. Membantu ibu di sawah sepulang sekolah.

Aku kangen semuanya. Canda tawanya. Senyumannya. Pelukannya. Suara merdunya. Omelannya. Cubitannya.

Andai waktu bisa diulang. Namun. Semua itu berbalik 180 derajat saat ibu meninggalkanku. Meninggalkanku selamanya sama seperti ayah. Mereka takkan muncul lagi di hadapanku. Aku masih bisa merasakan kesedihan dan hatiku yang nyeri saat mengingat sosok ibu. Aku hanya punya dia di hidupku. Namun, kini aku tak punya siapapun. Aku benar-benar sendiri.

3 tahun yang lalu. Itulah kejadian dimana ibu meninggalkanku. Aku hanya bisa menangis dalam diam saat melihat ibuku yang sudah tidur dengan tenang.

Percuma saja bebagai cara kulakukan. Aku tahu, ia takkan pernah kembali. Ia tak penah kembali memelukku. Tak pernah menciumku lagi. Ia sudah pergi. Semua hal yang telah kulakukan bersamanya selama 13 tahun telah menjadi kenangan. Semuanya hanyalah kenangan.

Tak ada satupun yang bisa kuulangi lagi. Semenjak saat itu, aku harus mengurus diriku sendiri. Mulai dari mencari duit, makan, mencuci baju, dan hal lainnya.

Dan kemarin aku memutuskan untuk meninggalkan desaku. Aku sadar aku harus mengejar cita-citaku. Aku harus menjadi pemain piano terkenal. Aku tidak boleh lemah. Ini untuk diriku.

keni(A)varaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang