KA (27)

49 1 0
                                    

-Kevin's POV-

Aku membuka mataku. Arghhh, kenapa rasanya susah sekali menggerakkan jari-jariku. Aku menatap langit-langit ruangan ini.

Yang terakhir kali kuingat, aku seperti ditabrak sesuatu dan tubuhku terseret. Dan setelah itu aku tak tahu apa lagi yang terjadi. Aku tak tahu siapa yang membawaku kesini. Aku lupa setelah itu. Dimana ini? Apa ini rumah sakit? Atau kamar? Tapi sepertinya kamarku tak seperti ini.

Tak lama aku mendengar suara teriakan. Aku kenal suara teriakan itu. Suara Aca. Dokter berpakaian putih mengecek kondisi tubuhku dengan stetoskop yang ditempelkan ke tubuhku.

Aku bisa melihat senyuman senang Aca. Aku kenapa? Apa yang terjadi? Apa aku sedemikian parahnya sampai Aca menangis seperti itu? Setelah dokter itu pergi, Aca meraih tanganku.

"Kak Kevin udah sadar? Ada yang sakit kak?"

Aku tak bisa fokus. Ada satu hal yang tersirat dalam benakku. Sejak aku sadar hanya itu yang ada dalam fikiranku. Dia telah menguasai seluruh jiwa dan ragaku. Aku merindukannya.

Dimana dia? Apa dia tidak ada disini? Ah iya, Kenia kan membenciku. Ia tak mau lagi bertemu denganku. Apa dia memang benar-benar membenciku?

Aku tak bisa membayangkan jika hal itu terjadi. Apa ia benar-benar tak ingin bertemuku lagi? Bahkan dengan keadaanku yang seperti ini, ia masih tidak mau menjengukku.

Aku merindukan tawa dan senyumannya. Candaannya. Pipinya yang merah merona saat aku menggombalinya. Aku kangen semuanya.

Padahal aku ingin melihat dia untuk pertama kalinya aku membuka mata. Bukan dokter tua yang memeriksaku tadi.

Aku menoleh pada Aca. Ah, aku merasakan nyeri di kepalaku. Kenapa semua tubuhku susah sekali digerakkan? Rasanya berat sekali dan selalu nyeri. Apa aku parah sekali ya? Aku menghela nafas. Bau obat-obatan tercium olehku.

"Ke-kenia mana ca?" Tanyaku yang membuat Aca menundukkan kepalanya

"Ka-kamu ke-kenapa?" Lanjutku masih dengan terbata-bata

"Kak, lebih baik kakak istirahat dulu. Nanti kalau kakak sudah baikan, aku akan ceritakan."

Aku mengernyitkan dahiku. Kenapa? Ada apa sebenarnya? Kenapa dengan Kenia? Gadis itu baik-baik saja kan? Ia tidak kenapa-napa kan?

Aku tak bisa membantah. Mulutku terasa sakit untuk berbicara. Aku pun memutuskan tidak membantah. Aku memejamkan mataku. Mungkin ragaku sudah beristirahat. Namun, tidak dengan hatiku.
***

Aca mendorong kursi rodaku. Sesuai dengan janjinya, ia akan menceritakan semuanya. Ia membawaku ke taman.

Gadis itu juga membawa vas bunga yang berisikan bunga-bunga mawar. Aku tak tahu kenapa ia membawa bunga mawar.

Sebenarnya ada apa? Aku belum mengerti. Sangat tidak mengerti. Aca berhenti di depan sebuah tempat duduk. Ia duduk disitu. Sementara aku tetap stay di kursi roda milik rumah sakit ini.

Kondisiku memang sudah baikan, hanya saja kakiku masih sakit untuk digerakkan. Karena itu maka aku memakai kursi roda.

Aca tersenyum padaku. Tangannya menyodorkan vas bunga itu. Dahiku mengkerut. Ada apa dengan bunga-bunga ini? Aku menerimanya. Aca mengisyaratkan agar aku membuka note yang ditempelkan di setiap bunga.

Aku mengikuti kata-katanya. Tapi tunggu. Ia kan mau menjelaskan tentang Kenia. Kenapa disuruh bukain note di bunga sih? Apa hubungannya coba?

"Ca, kakak itu nanya tentang Kenia. Bukan tentang bunga ini."

"Semua pertanyaan yang ada di hati kakak. Ada semuanya di note itu."

Aku pun membuka note yang pertama. Betapa kagetnya aku melihat isinya. Itu tulisan Kenia. Aku pun mulai membacanya. Membacanya dengan perlahan.

keni(A)varaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang