KA (26)

33 0 0
                                    

Haii, welcome back :)

Aku membaca ulang daftar barang yang akan kubawa. Hampir semua barangku yang terdapat di kamar, aku bawa semuanya. Aku sudah memasukkan semua barang-barangku. 2 koper besar sudah berada di sudut kamarku. Aku juga sudah menyiapkan pakaian yang kubawa untuk besok.

Aku mengecek kembali berkas-berkas penting yang kubawa. Aku juga sudah mempersiapkan sebuah jaket tebal karena disana tengah musim dingin.

Aku menoleh ke arah pintu saat mendengar sebuah ketukan. Aku sudah tahu itu adalah Aca. Aca pun membuka pintu kamarku. Ia memasang wajah memelas. Aku mencubit kedua pipinya dengan gemas.

"Kakak beneran mau berangkat?"

"Ca, jangan bikin aku ngerubah keputusan deh."

"Tapi kak, aku tahu kakak terpaksa kan. Kakak berat kan ninggalin Kak Kevin."

"Aca, kakak harus belajar jauh dari Kak Kevin. Lagipula kakak sudah janji akan angkat kaki dari rumah ini, ca."

"Tapi kakak mengatakan itu karena emosi kan. Bukan dari hati kakak. Aku nggak mau kak Kenia pergi." Ucapnya yang mulai terisak

Aduh. Gawat. Aca pake nangis lagi. Gadis itu memelukku dengan sangat erat seakan tak mengizinkanku untuk pergi kemana pun.

Aku mengelus puncak kepalanya dan mengecup kepalanya. Wangi rambut Aca tercium olehku. Aku menghapus air mata Aca sambil tersenyum.

"Kamu udah kakak anggap adek kakak sendiri. Kakak sayang sama kamu." Ucapku

"Kakak janji ya akan pulang. Gimana pun nanti perubahan yang terjadi pada diri kita. Aku tetep ingin bertemu sama kak Kenia. Sekalipun Kak Kenia sudah menikah nantinya."

Aku tersenyum kecil. Menikah? Sama siapa? Memangnya ada yang mau denganku? Aku terkekeh mendengar hal itu. Aku menganggukkan kepalaku sambil mengulurkan jari kelingkingku sebagai tanda perjanjian kami.

Taksi yang kupesan pun tiba. Aku mengeluarkan setangkai bunga mawar seperti biasa. Ini mawarku yang ketujuh dan mawarku yang terakhir. Aku menyodorkan mawar itu pada Aca. Gadis itu terlihat bingung.

"Lho kakak kok ngasihnya ke aku?"

"Besok pas kamu jenguk Kevin, tolong taro mawar ini ya di vas bunga." Ucapku dengan sedikit memohon

Aca mengangguk mantap sambil menerima mawar itu, "Siap bos." Ucapnya sambil memberi hormat padaku

Kami pun tertawa. Aku melirik jam tanganku. Kurasa aku harus segera pergi kalau tidak ingin ketinggalan pesawat.

Tanpa basa-basi, aku langsung memeluk Aca. Memeluknya dengan erat dan tentunya dengan penuh kasih sayang.

"Selamat tinggal, Aca. I will miss you, my sister."

"Jaga diri kakak. Aku nggak mau kakak kenapa-napa."

Aku mengangguk. Aca sepertinya tampak khawatir.

"I'll be okay. Jangan lupa kasih kabar tentang Kevin ke aku ya, ca."

Aca lagi-lagi memberi tanda hormat tanda ia akan melaksanakan perintahku. Aku mencubit pipinya dengan gemas. Aca mengeluarkan kamera polaroidnya. Katanya untuk kenang-kenangan. Kami pun berfoto bersama.

Rasanya berat meninggalkan keluarga baruku. Ditambah lagi dengan kondisi Kevin. Jujur, aku sangat mengkhawatirkannya. Aku takut terjadi apa-apa dengannya. Aca membantuku membawa koperku yang satu lagi. Ia memandangiku.

"Kalau libur main kesini ya kak."

Aku hanya tersenyum. Tak bisa memberi sebuah kepastian. Aku takut lagi-lagi kesini dan merasakan sakit.

Sebetulnya, aku takut semuanya mengalami perubahan. Terutama dengan Kevin. Aku takut pemuda itu berubah. Ia bisa saja tak mengingatku lagi. Rasanya aku masih ingin tinggal disini bersama mereka.

Tapi aku merantau untuk mengejar cita-cita kan. Dan sekarang mimpiku terwujud. Ini kesempatan yang langka dan harus banget aku ambil.

Supir taksi yang akan mengantarkanku ke bandara membantuku memasukkan koper ke dalam bagasi. Untuk terakhir kalinya, aku memeluk Aca. Mencium kedua pipinya dan dahinya.

"Aku sayang kakak."

"Aku juga."

Kami pun saling melepaskan. Aku hendak masuk ke dalam taksi. Namun, sebuah tangan mencengkram lenganku membuatku menghentikan langkah.

Aku berbalik. Mataku menangkap Radit yang berdiri tegap dengan seulas senyumannya. Tanpa berfikir, aku langsung memeluk Radit. Memeluk pemuda itu untuk terakhir kalinya. Aku menghapus air mataku.

"Makasih dit, untuk semuanya. Makasih karena kamu selalu bisa bikin aku ketawa. Makasih karena kamu selalu bisa membuatku tersenyum. Tertawa lepas karena candamu. Gue sayang lo, dit."

Radit mengusap punggungku. Ia mencium puncak kepalaku. Tangannya menyeka air mataku. Aku sedih.

"Gue ikhlas ngelakuin semuanya. Ingat apapun masalah lo, cerita sama gue. Gue akan selalu ada buat lo."

Aku mengangguk. Tanganku meraih tangan Aca dan tangan Radit. Aku menyatukan tangan keduanya. Aca melotot padaku. Begitupun dengan Radit.

Tanpa harus mereka cerita, aku sudah tahu mereka saling suka. Pipi Aca langsung memerah. Mereka saling lirik melirik. Aku tertawa dan memeluk keduanya.

"Makasih karena kalian udah ada buat aku selama ini. Aku tahu kalian saling menyukai." Ucapku sambil tertawa

Otomatis aku mendapat cubitan kecil dari Radit dan Aca. Aku langsung melepaskan pelukan itu dan langsung masuk ke taksi. Aku melambaikan tanganku pada mereka. Dan hari ini, aku resmi meninggalkan rumah Kevin.
***

Aku memakai sabuk pengamanku. Aku duduk bersebelahan dengan wanita paruh baya yang daritadi sudah tertidur.

Aku mengeluarkan novel kesayanganku. Mulutku tak berhenti mengunyah permen karet berperisa mint. Tanganku sibuk mencari halaman terakhir yang kubaca. Novel ini selalu setia menemaniku saat aku menunggu Kevin dari tidurnya. Aku biasanya membaca novel ini sambil tiduran di sofa kamar rawat Kevin.

Aku menegak sedikit air mineral yang kubawa. Aku bisa merasakan sedikit guncangan. Pesawatku tengah lepas landas. Tak butuh waktu lama untuk pesawat ini menembus awan.

Aku menatap awan yang ada di sekitar pesawatku. Aku mengusap kaca jendela yang ada di sebelahku. Seulas senyum tersungging di bibirku.

"Selamat tinggal, Kev. Semoga kamu bahagia."

keni(A)varaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang