||4||
K e n a n g a n------
Memories, huh? That's the only thing unchangeable in this changing world.
------
Wajah Sean tertekuk dalam. Pensil di dalam genggamannya diputar-putar sampai dengan sendirinya pensil itu terjatuh karena kehilangan gaya putarnya. Dia melepas kacamata minus miliknya dan memijat pangkal hidungnya karena frustrasi.
"Kenape lo?" tanya Andra sambil mendudukkan dirinya sendiri di atas kursi sofa kamar Sean. Benar sekali, mereka sedang berada di rumah Sean, tepatnya di kamar lelaki itu.
Sepulang sekolah, Andra yang seperti biasa sudah membawa baju ganti, langsung memacu sepeda motornya menuju rumah Sean, tentunya setelah memberitahu pemiliknya bahwa dia akan singgah.
Sean sedang duduk di kursi meja belajarnya dengan buku paket Kimia yang terbuka di hadapannya, sedangkan Andra masih dengan asyiknya memakan camilan gratis yang didapatkannya di dalam lemari sang pemilik rumah.
"Woi, punya gue tuh!" protes Sean tak terima ketika dia menyadari bahwa sahabatnya itu sedang memakan camilan miliknya yang dia dapatkan dengan susah payah dari luar negeri.
Dengan tak sopannya, Andra meleletkan lidahnya kepada Sean, dan menyembunyikan plastik camilan yang isinya tinggal setengah itu dibawah ketiaknya. Dasar nggak tau malu, batin Sean kesal.
"Siapa suruh lo naronya di tempat yang mudah gue dapetin? Hahahahah," ejeknya sambil tertawa puas. Dengan santai, dia kembali memasukkan camilan itu ke dalam mulutnya.
Sean mendengus. "Emang lu dasar tukang makan nggak tau diri," gerutunya rendah sambil kembali menghadapkan dirinya dengan buku paket pelajaran Kimia yang masih saja tak dimengertinya bahkan setelah mempelajarinya selama 30 menit—yang terasa seperti selamanya. "Udah makan dua porsi pecel lele, masih ngambil snack gue lagi,"
Acuh tak acuh, Andra mengendikkan bahunya. "Lah namanya juga gue laper, bro."
Si lelaki empunya rumah pun memutar matanya kesal, lalu menggelengkan kepalanya. "Laper laper monyong lo, bilang aja mau morotin gue!"
Tanpa sepengetahuan Sean, mata Andra membola untuk sesaat dan sahabatnya itu menatap punggung lelaki itu dengan sedih. Masih aja ya, Sean, batinnya.
Untuk beberapa saat, mereka hanya diam. Keheningan merajalela di ruangan itu, sampai yang terdengar hanya bunyi jarum jam yang berdetik dan suara lembaran buku yang dibalik.
Andra ingin mengatakan sesuatu, namun bibirnya terlalu kaku untuk bergerak. Tubuhnya pun begitu. Seakan kalimat yang baru saja dikatakan Sean menyerap seluruh kekuatannya sebagai seorang manusia.
Akhirnya, dia menelan ludahnya dengan susah payah. "Sean, jangan gitu."
Lelaki itu berbalik, dan yang membuat sahabatnya terkejut, adalah bahwa Sean malah menatapnya dengan bingung. "Sekarang lo yang kenapa elah?"
Tak percaya, sahabatnya itu memalingkan wajahnya. "Nggak, gapapa."
Sean mengendikkan bahunya tak peduli, lalu kembali berkutat dengan buku Kimianya. Segala macam nama-nama larutan itu pun kembali memenuhi kepalanya. Lama kelamaan dia pun merasa lelah, dan akhirnya memutuskan untuk menutup bukunya. "Woi, Ndra, mau main ps gak?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Atelophobia
Teen FictionMasa lalu Bella terdiri dari luka dan kebohongan. Masa kini Bella terdiri dari penarikan diri dan kebohongan. Ada dua hal yang selalu muncul dalam kehidupannya-kebohongan. Setelah semua itu, siapa yang bisa menjamin kalau masa depan Bella tidak lagi...