B A B 1 5

2.2K 207 4
                                    

||15||
r e m e d i u m

------

"Maybe I was born to bear this bloody thing and become strong, or was it just to torture my soul?"

------

Bella sedang memainkan ponsel sembari tiduran di atas ranjangnya ketika dia mendengar ketukan dari arah pintu. Dia segera membenarkan posisinya dan meneriakkan kata masuk, dan mendapati bahwa yang berdiri di luar adalah Tantenya, Naya.

Sebuah senyuman samar bermain-main di bibirnya. Naya kemudian mengambil tempat di ujung ranjang, persis di sebelah keponakan perempuannya itu.

"Gimana sekolahnya tadi? Baik-baik aja, kan?" tanya wanita itu sembari mengelus kepala Bella penuh sayang.

Gadis itu mengangguk samar, berusaha menutupi kenyataan bahwa ia sempat pingsan. Jika ditanya secara jujur, dia ingin sekali menceritakan semuanya kepada Tantenya, tanpa menutupi apapun. Tetapi dia tak bisa, hatinya belum siap mengakui semua itu, meskipun dirinya tahu jelas bahwa mengelak dari fakta adalah pekerjaan sia-sia.

"Dea, jangan melamun. Kamu kenapa? Ada yang ganggu pikiran kamu?"

Ia tersentak dari pikirannya, lalu tersenyum. Lengkungan bibir yang dilakukan dengan paksa, yang bahkan tak sampai matanya. "Nggak apa-apa kok, Tan."

Naya memandang gadis di depannya, lalu menghela nafas. "Nak, kamu tau, nggak semua hal harus kita simpan sendiri."

Bella menundukkan kepalanya dalam, berusaha menghalau air mata yang hendak jatuh. Matanya terasa berkabut, dan dia gagal menahan tetesan air mata yang mulai menuruni pipinya. Terasa basah, namun entah kenapa sedikit menyegarkan dadanya yang sesak.

"Oh, sayang..." Naya buru-buru mendekap tubuh rapuh gadis di hadapannya. Keponakannya yang selalu ceria, yang selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik di mata semua orang, kini menunjukkan bahwa dirinya tak sekuat apa yang dia perlihatkan, dan menghancurkan pertahanan dirinya sendiri.

Ia terisak, dan lebih banyak air mata menuruni pipinya. "Tan, a-apa Dea benar-benar pu-punya penyakit mental?" tanyanya dengan terbata-bata. Entah dengan keberanian yang dia kumpulkan dari mana, bibirnya berhasil merangkai satu kalimat itu dan melontarkannya keluar, membuat hati wanita yang mendekapnya mencelos.

Wanita itu mengelus pundak gadis dalam dekapannya secara halus, seakan dia akan rusak jika diusap terlalu keras. Mereka cukup lama terdiam sampai akhirnya Naya memecah keheningan. "Tante... nggak tau yang sebenarnya. Tapi, pemeriksaan awal kamu positif..."

Tangisan Bella semakin menjadi-jadi, seakan seluruh hidupnya bergantung pada itu. "Ke-kenapa bisa gitu?" tanyanya lagi dengan suara sengau khas orang habis menangis. Dia mengusap hidungnya yang sedikit tersumbat.

Naya tersenyum hangat. "Kita akan cari tahu. Kamu mau ya, dibawa ke psikoterapis?" bujuk wanita itu.

"Kapan?" tanya Bella sambil menoleh menatap Tantenya. Matanya merah, dan kehilangan cahaya yang biasanya bersinar.

Mata mereka saling bertatapan. Naya berusaha mencari-cari sesuatu, namun malah menemukan setitik keraguan di manik gadis itu. "Kalau kamu mau, sekarang juga bisa. Lagipula, kakakmu itu ingin hari ini, sebenarnya."

AtelophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang