B A B 9

2.8K 287 10
                                    

||9||
C o n f i r m e d

------

Let bygones be bygones.

------

Bella sudah kembali tertidur di atas ranjangnya di rumah sakit. Kakak lelakinya, Nino, sedang duduk di samping ranjangnya dan menatap adiknya dengan sedih. Tangan kanan Bella digenggam dan dielus.

"Nino."

Lelaki itu berbalik, mendapati Gading di pintu kamar dan berjalan ke arahnya. "Om."

Gading meletakkan tangannya di atas pundak Nino. "Udahlah. Kita emang nggak mengharapkan Bella ngidap penyakit mental, tapi semua itu bukan kita yang ngatur. Tuhan, No."

Nino mengangguk lemah. "Aku tau Om. Tapi..."

Pikirannya memutar balik semua kilasan yang terjadi tadi siang, jauh sebelum seorang lelaki yang mengaku merupakan teman sekelas adiknya mendatangi mereka. Saat psikiater mengadakan tes untuk mengetahui apa penyakit yang diidap Bella sebenarnya.

//\\

"Apakah Bapak siap?" Psikiater itu menatap Nino dengan lekat. Yang ditatap hanya menelan ludahnya dengan terpaksa, dan mengangguk lemah.

Psikiater tersebut pun ikut mengangguk. "Baiklah, mari kita mulai." Mereka pun membuka pintu, dan di dalam ruangan serba putih itu, duduklah Bella, yang matanya masih sayu dan tampaknya kesadarannya masih belum terkumpul.

"Kakak," panggilnya lemah. Senyuman yang terlukis di bibir gadis itu tampak tak berkekuatan sama sekali. Hati Nino pun hancur berkeping-keping melihat keadaan adiknya yang menyedihkan.

Nino hanya terdiam dan tersenyum tipis melihat adiknya. Lelaki itu pun mengambil tempat duduk di sebelah Bella, dan sang psikiater mengambil tempat di seberang Bella.

"Baiklah, Bella, saya Pramono, saya seorang psikiater." Saat mendengar hal itu, wajah gadis itu tampak ketakutan. Lelaki itu pun cepat-cepat menambahkan kalimat pengenalannya. "Tidak, tak usah takut pada saya. Saya takkan melakukan apa-apa selain menanyakan beberapa pertanyaan."

Perlahan gadis itu mengangguk walau ragu. Nino meremas tangan adiknya, yang dibalas sama kuatnya. Lelaki itu merasakan kulit adiknya mendingin, dan mulai khawatir.

"Baiklah, Bella. Saya akan mulai bertanya."

Ruangan itu sangat hening. Mereka bahkan bisa mendengar tarikan nafas satu sama lain. "Bella, apa yang membuatmu merasa takut?"

Gadis itu tampak memandang jauh, pikirannya seperti tak berada dalam dirinya. Nino mulai merasa takut, dia tak ingin adiknya menjadi orang lain.

"Aku.. takut pada binatang-binatang kecil seperti kecoa, kaki seribu.."

Helaan nafas pendek terdengar. "Ya, terus?"

Bella tampak berpikir lagi. "Aku takut.. dengan pikiran orang-orang tentangku." Wajahnya tampak seperti orang yang baru saja mengucapkan kebohongan terburuk di dunia.

"Mengapa? Ceritalah, saya akan mendengarkan."

Mata gadis itu terpejam untuk sementara, lalu dia meremas tangan kakak lelakinya dengan kuat. Tangan gadis itu terasa sangat dingin, dan Nino semakin khawatir dengan keadaannya. Namun dia harus percaya kepada lelaki paruh baya di hadapannya.

AtelophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang