B A B 2 9

1K 92 8
                                    

||29||
R e m i n i s c e

------

What's right, what's wrong? I don't even know anymore.

------

Bella hanya terdiam di tempatnya setelah Sean pergi. Seraya memegang kunci mobil milik Naya di tangannya, ia bersandar pada pintu mobil.

Kenapa reaksi Sean harus sampai parah begitu?

Dia tak pernah berbohong, apalagi kepada Sean. Yang dia inginkan hanyalah memberitahu apa yang diketahuinya karena sepertinya lelaki itu bahkan tak tahu kebenaran tentang ayahnya sendiri. Tentang kaitan keluarga mereka. Bahkan Bella masih belum sampai pada bagian terpahit dari cerita itu.

Air mata mulai mengalir dari kedua ujung matanya. Hatinya masih terasa sakit mengingat perkataan Sean tentangnya. Ia masih dapat merasakan darah yang mengalir meninggalkan wajahnya saat melihat ekspresi menuduh milik lelaki itu.

Bella menggenggam kunci mobil tersebut erat-erat sampai tangannya terasa sakit. Tubuhnya merosot ke tanah sedangkan napasnya masih sesenggukan. Tak lama kemudian, sebuah tangan menyentuh pundaknya.

Ia menengadah, mendapati Naya yang menatapnya khawatir. "Dea kenapa? Mana Sean?"

"Tan.. Se-Sean pergi, nggak bakal balik lagi.."

Naya terdiam, lalu memeluk keponakannya yang masih terduduk di tanah sambil menangis. "Ada apa tadi?" tanyanya sambil mengelus punggung Bella.

Secara singkat, gadis itu menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dengan Sean. Mendengarnya, Naya hanya bisa membisu. Terlalu terkejut dengan banyaknya informasi yang harus ia proses dalam waktu yang singkat.

Tiba-tiba pagar yang menutupi gerbang masuk rumah itu terbuka. Sebuah mobil Mercedes Benz berwarna hitam memasuki perkarangan rumah. Seketika Bella dirundung rasa takut.

Dari dalam mobil itu, keluarlah Nino. Kakak Bella yang selama ini mengurung dirinya dalam ruang kerjanya di gedung perusahaan milik keluarga mereka. "Dea?" Lelaki itu lalu berlari menghampiri keduanya.

"Tante, Dea kenapa?!"

Ketakutan di hati Bella semakin besar, dan hal itu mulai menggerus kesadarannya, semakin lama semakin tipis. Nino yang melihat itu langsung mengangkat adiknya dari dekapan Naya, dan cepat-cepat membawanya ke dalam mobil.

"Kakak.. Akhirnya kakak pulang.."

Rasa panik menggerogoti Nino. "Dea, kakak udah pulang.. Tetaplah bersama kakak, Dea..."

Gadis itu tersenyum tipis. "Kak, semuanya ada pada foto.. di kamar.. Dea,"

Hanya itu yang dapat ia katakan dengan kekuatan yang ia punya sebelum akhirnya kegelapan merengutnya.

//\\

Dia perlahan-lahan membuka matanya, pupilnya menyesuaikan diri dengan cahaya sekitar yang sedikit terlalu terang. Bella mengerjapkan matanya sebentar, lalu menatap sekelilingnya. Tak ada orang.

Bella berusaha meraih tombol untuk memanggil suster yang terletak di atas kepalanya dengan hati-hati, karena di tangan kanannya tertancap jarum infus. Sesudah ditekan, ia menunggu.

Seorang suster masuk beberapa menit kemudian, tersenyum padanya. "Halo, mbak."

"Berapa lama saya tidak sadar?" tanya Bella saat suster tersebut mendekat untuk mengeceknya.

Suster itu tersenyum seraya mengatur letak kantung cairan infus yang menggantung. "Sudah sehari, mbak,"

Hembusan napas keluar dari bibir Bella. "Dimana keluarga saya?"

AtelophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang