B A B 2 6

1.1K 100 40
                                    

||26||
W h a t D o W e K n o w ?

------

The past is in the past, but what happened in the fast surely has an effect on the future.

------

Sean menghela napas gusar. Sudah sekitar satu jam lebih Bella berada di dalam ruangan bersama psikiater itu. Mungkin itu hanya dirinya yang paranoid, tapi entahlah, Sean tak bisa menjelaskan perasaan yang menggerogoti dirinya saat ini.

"Nak, mau ini?"

Lelaki itu berbalik mengikuti sumber suara dan mendapati Naya sedang menyodorkan sebungkus buah potong yang masih terlihat segar. Pastinya, baru dibeli. "Nggak usah, Tan. Masih kenyang."

"Tante berkeras." ucapnya yang membuat Sean lalu mengambil sepotong besar semangka berwarna merah yang cukup menggugah selera.

Naya sebenarnya ingin membahas tentang Bella dengan temannya di sampingnya itu, tetapi dia tak tahu bagaimana caranya. Anak laki-laki di sampingnya tampak sangat khawatir dengan keadaan keponakannya.

"Kamu nggak capek berdiri terus, nak?"

Sean menggeleng, lalu membetulkan posisinya yang sedang bersandar di salah satu pilar biru muda yang menghadap ke taman kecil rumah sakit. "Nggak apa-apa, Tan."

Wanita paruh baya itu menghela napas. "Kamu sebegitu khawatirnya sama Bella? Kamu nggak takut semisal Papa kamu nanti marah karena tahu kamu diskors?"

Terlalu banyak kejadian di saat yang bersamaan. "Entahlah, Tan. Di satu sisi, lama-lama saya nggak peduli sama itu lagi. Tapi di sisi lain, saya merasa bersalah karna pasti orang tua saya menaruh harapan yang besar soalnya saya anak tunggal,"

Lelaki itu menghela napas. Memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di depannya. Menatap taman kecil dengan beberapa pohon bonsai yang dibentuk sedemikian rupa, juga dengan sebuah kolam ikan kecil dimana beberapa anak kecil sedang bermain, atau sekedar melihat-lihat ikan.

Naya tak lagi mencoba membahas topik tersebut. Dia menyadari bahwa anak laki-laki di hadapannya ini sudah cukup mengerti dengan apa yang dilakukannya, dan berharap bahwa dia bisa mempertanggungjawabkan semuanya.

"Kok Bella lama banget, Tan?"

"Biasanya memang agak lama. Tante nggak tau apa yang mereka bicarakan, tapi seharusnya itu membuat Bella lebih baik," jawabnya.

Sean manggut-manggut. "Emangnya Bella nggak pernah cerita ya, Tan? Tentang apa yang dia bicarain sama psikiaternya atau apa gitu,"

"Nggak," Naya menggeleng pelan, "Tapi Tante nggak bakal maksa dia, nggak bagus. Tante tunggu sampai dia sendiri yang mau membuka diri."

Sebuah senyuman terbit di wajah Sean. Dia kembali menatap anak-anak yang bermain di kolam kecil itu, dan tertawa kecil ketika melihat seorang anak laki-laki mencipratkan air ke baju anak perempuan di sebelahnya, membuat adik kecil itu mengomel lalu mencubitinya.

Refleks, Sean menghampiri kedua anak itu. "Hei, jangan dicubit dong temannya," ucapnya seraya mengusap kepala anak perempuan itu.

"Dia bukan teman aku om, kakak aku nih!! Usil banget main air sampai kena baju aku," omelnya seraya memegangi bagian bajunya yang basah.

AtelophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang