||23||
O n e R o o f------
A kind gesture can reach a wound that only compassion can heal.
------
Desau angin yang mengembara di langit kini sudah menjadi hal yang familiar di telinga Bella. Sejak beberapa hari yang lalu, dia menumbuhkan kebiasaan untuk duduk di balkon kamar tidurnya dan mendengarkan suara angin yang saling bergesekan.
Mungkin memang aneh, dan dia mengakui hal itu.
Dengan posisi kaki yang bersila di atas kursi santai berwarna krem miliknya, Bella memandangi langit yang tak berujung. Dari tempatnya, dia tak begitu bisa melihat bintang-bintang yang mungkin bertaburan di atas sana, tetapi dia tahu mereka ada dan sedang bersinar di atasnya.
Bukan hal yang mudah baginya untuk menerima kenyataan bahwa dia takkan sama seperti dahulu lagi, bahwa orang yang dulunya begitu disayanginya telah menimbulkan retakan yang parah dalam jiwanya.
Dia tak ingin menyalahkan pihak mana pun, karena mungkin dirinyalah yang patut disalahkan. Atau mungkin keduanyalah yang salah? Sudahlah, semuanya telah berlalu dan tak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubahnya.
Ketukan samar di pintu kamarnya membuat Bella mau tak mau harus beranjak. "Siapa?" tanyanya seraya menguncir rambutnya yang tadinya tergerai.
"Andra," jawab suara di balik pintu.
Gadis itu kemudian membuka pintu, tetapi celahnya hanya cukup untuk melihat saja, yang bertanda bahwa Bella tak mengizinkan Andra untuk masuk. "Kenapa?"
Lelaki itu tersenyum samar. "Gue mau berterima kasih sama lo, karena udah ngebantu Sean."
"Umm, sama-sama.." jedanya.
"Itu aja, kan? Kalo iya, gue mau ngerjain sesuatu lagi di dalem, ya. Dah," balas Bella seraya menutup pintu.
"Tunggu bentar, Bell!"
Gadis itu kembali membuka pintu, masih dengan ukuran celah yang sama. "Apa lagi?"
"Garang banget, demiapa," celetuk Andra asal seraya memutar matanya.
Tanpa diharapkannya, Bella terkekeh kecil. "Sorry, sorry. Terbiasa gini sih, guenya, apalagi sama Kakak."
"Lo..." Mendengar nada bicara Andra, senyuman di wajah Bella perlahan pudar, yang kemudian tergantikan oleh bibir pucat yang tertarik tipis, dan raut wajahnya mengisyaratkan agar Andra cepat-cepat melanjutkan kata-katanya yang terpotong. "Ng.. Nggak jadi deh. Pokoknya gue berterimakasih banget sama lo, Bell. Gue harap suatu saat gue bisa bales kebaikan lo,"
Bella menggeleng. "Nggak usah repot-repot. Gue nggak minta apa-apa kok, oke? Itu aja ya, bye." Buru-buru Bella menutup dan mengunci pintu kamarnya, meskipun terdengar penolakan dari Andra.
Kakinya segera membawanya pergi menjauhi pintu dan kembali ke balkon. Rambutnya yang tadi terkuncir, pun dia gerai lagi. Di atas kursi santainya, ia memeluk lututnya dan membenamkan kepalanya di lekukannya.
"Jangan sedih gitu, Bell."
Suara yang terdengar sangat dekat itu mengejutkan Bella dan membuat jantungnya berdetak sangat kencang. Siapa?

KAMU SEDANG MEMBACA
Atelophobia
Teen FictionMasa lalu Bella terdiri dari luka dan kebohongan. Masa kini Bella terdiri dari penarikan diri dan kebohongan. Ada dua hal yang selalu muncul dalam kehidupannya-kebohongan. Setelah semua itu, siapa yang bisa menjamin kalau masa depan Bella tidak lagi...