B A B 3 0

746 46 7
                                    

||30||
O n e S t e p A w a y

------

When you break someone's heart, you also break your own.

------

Sean mengacak rambutnya kasar. Dalam hati, dia mengumpat keras-keras, mengutuk mulutnya yang begitu bodoh, mengutuk dirinya yang tak memikirkan perasaan gadis itu. Kedua tangannya menjambak rambutnya, tetapi rasa sakit yang dirasakannya di akar-akar rambutnya tak membuat pikirannya jernih sedikitpun.

Punggungnya bersandar dengan lemas ke dinding, dan kepalanya menggantung rendah. Ditekuknya kedua kakinya, dan menangkupkan wajahnya dengan kedua tangannya.

Sumpah serapah keluar sehalus bisikan dari bibirnya, namun kata-kata itu ditujukan untuk menghujamkan tikaman demi tikaman ke dalam hatinya.

Setidaknya dengan begitu, dia bisa menyadarkan dirinya bahwa kata-kata yang sama yang keluar dari bibirnya menusuk lebih dalam di hati Bella.

Dengan begitu, dia bisa merasakan sakit yang sama dengan yang dirasakan gadis itu.

Wajah Sean pucat, dan kedua tangannya mencengkram pipinya kuat-kuat. Perlahan, sebuah tetesan bening jatuh dari pelupuk matanya. Bibirnya masih sibuk berkomat-kamit mengeluarkan kata-kata kasar yang bahkan tak lagi pantas diucapkan. Hidungnya memerah, matanya mulai terasa berdenyut-denyut.

Tubuhnya yang meringkuk di ujung ruangan tampak begitu kecil, apalagi ketika ditambahkan dengan beban ketidaksengajaan menyakitkan yang dilakukannya terhadap Bella.

Ponselnya yang terletak di ujung ranjang tiba-tiba menyala, dan berdering. Dia mendekat dan membaca nama yang tertera di layarnya, tetapi seketika merasa menyesal telah membacanya.

Nama itu mengirimkan sinyal yang membuatnya jantungnya memompa lebih cepat karena takut. Membuat bulu kuduknya berdiri karena dia bisa merasakan aura membunuh lelaki itu bahkan dari jauh.

Nino. Kakaknya Bella.

Lelaki itu pasti sudah tahu apa yang dikatakannya pada adiknya, tamatlah riwayatnya. Semua pasti akan hancur. Sebesar apapun dia berusaha untuk memperbaiki keadaan, takkan bisa kembali seperti semula.

Layar ponselnya kembali hidup, namun deringannya pendek. Sean melihat sebuah pesan baru, tetapi tak mempedulikannya. Dia terlalu takut untuk melihat isinya, hatinya belum siap untuk semakin diluluhlantakkan.

Tetapi siapa dia?

Dia sendiri tak segan-segan menghancurkan hati gadis yang disayanginya, tanpa memberi kesempatan bagi gadis itu untuk melindungi dirinya.

//\\

Saat Sean terbangun, ia segera melihat jam yang ternyata menunjukkan pukul 3 pagi. Matanya masih terasa bengkak, maka ia berjalan perlahan tanpa membuat suara ke arah dapur untuk mengambil es.

Seraya mengompres matanya, barulah Sean terpikir bahwa pesan dari Nino masih dibiarkannya tak terbaca. Dengan satu tangan yang masih sibuk dan kedinginan karena memegang es yang dibungkus dengan kain, ia terburu-buru kembali ke kamarnya untuk mengecek isi pesan itu.

Yang tertulis di pesan tersebut membuat perasaannya bercampur aduk.

Kami akan membawa Dea pergi berobat, mungkin jauh dari sini. Tak ingin mengucapkan selamat tinggal? Saat ini kami masih di rumah sakit.

AtelophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang