B A B 17

2.2K 207 12
                                    

||17||
I m p e r f e c t i o n

------

This world is perfect because everything is imperfect.

------

Keempat orang yang berada di dalam mobil itu tenggelam dalam keheningan. Tidak ada seorang pun yang membuka mulut mereka, ataupun memikirkan untuk memulai pembicaraan. Seakan mulut mereka terjahit sempurna dan otak mereka buntu.

Naya dan Gading sejujurnya merasa tak nyaman dengan keheningan ini, namun mereka hanya bisa mengutarakannya lewat tatapan mereka yang saling terkunci.

Nino sedang sibuk dengan ponselnya, sedari awal mereka berangkat dia sudah mengetik dan tak berhenti sama sekali. Bella berpikir mungkin abangnya itu memiliki hal penting berkaitan dengan pekerjaannya, namun setelah melirik-lirik ponselnya yang layarnya cukup terang, gadis itu tak begitu yakin lagi dengan kesimpulannya.

Dengan begitu, dia pun membuat kesimpulan baru; tak ada seorang pun yang ingin berbicara karena terlalu berat bagi mereka untuk mencerna kejadian yang sudah terjadi dan yang akan terjadi.

Bella menatap jalanan yang dihiasi dengan kerlap-kerlip lampu mobil berwarna merah dan kuning, dan berpikir.

Bukankah semuanya akan lebih mudah jika saja dia tak terlahir?

Tentu saja dirinya takkan membuat Om dan Tantenya kesusahan apabila dia tak ada, tidak bertumbuh besar dengan bibit penyakit itu berkembang di otaknya.

Dia merasa dadanya sesak. Ingin sekali dia menangis namun keadaan tidak memungkinkan. Sakit, hatinya bagai tertusuk ribuan jarum yang sedang berlomba-lomba untuk menghujam lebih dalam. Semakin dalam sampai hatinya terpotong-potong menjadi kepingan-kepingan yang tak bisa dikenali.

Bukan, bukan ini yang dia inginkan.

Yang dia inginkan hanyalah menjalani hidup yang sempurna—walau kedua orang tuanya tak lagi berada di sisinya. Dengan keberadaan Naya dan Gading sebagai orang tua angkatnya, dan Nino yang menjaganya, dia merasa lengkap. Bukannya dia melupakan orang tua kandungnya, hanya saja keberadaan mereka yang memang dia maklumi takkan ada lagi.

Dia bahkan tak pernah melihat wajah kedua orang tuanya secara langsung. Tetapi mendapati bahwa kini dia tak seperti gadis biasa lain, bahwa dirinya akan selamanya mengalami ketakuan yang berakar kuat dalam dirinya, membawa sebuah pikiran menyeramkan yang menggerogoti batinnya.

Dia masih takut, kepada hal yang tak bisa diperkirakannya. Kepada takdir.

Kepada ketidaksempurnaan dunianya sendiri.

//\\

"Nirvella?"

Gadis itu tersenyum kaku, menatap psikoterapis wanita yang duduk di hadapannya. "Ya, itu saya."

Wanita itu tersenyum hangat. Sejumput rasa terkejut menghinggapi batin Bella, dia selalu mengira bahwa pengobatannya akan dirangkum dalam prosedur-prosedur yang mengerikan. "Bagaimana perasaanmu sekarang?"

"Um... Baik?" jawab Bella ragu. Sejujurnya dia sendiri tak begitu yakin dengan kondisinya.

Psikoterapis yang diketahuinya bernama Milenia itu pun mengangguk seraya tersenyum sebagai balasan. Dia berbalik, menatap rak yang menyimpan berbagai macam map. Jeda itu dimanfaatkan Bella dengan baik, dan gadis itu membuka aplikasi LINE dengan cepat. Memindai pesan-pesan baru yang masuk. Tetapi satu nama yang terletak di bawah membuatnya tertegun.

AtelophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang