Rara's POV
'Nnti belajarnya di perpus sekolah ja ya Ra' isi pesan yang dikirimkan Tristan 10 menit yang lalu.
Aku sendiri bahkan hampir lupa kalau masih harus ngajarin si kunyuk satu itu.
"Ah, males banget" keluhku sambil menelungkupkan wajahku dalam lipatan tanganku.
"Kenapa lagi lo Ra, seharian sewot mulu. Lagi kedatengan tamu lo ya," kata Dion sok tahu, sambil melanjutkan mencatat pelajaran kimia di papan tulis.
Aku menegakkan badanku dan menonyor kepalanya dengan jari telunjukku, "Dasar sok tahu lo, gak sopan lagi".
"Ya abisnya, lo marah-marah mulu, marahin gue lah, marah-marah sendiri lah," omelnya dengan wajah cemberut namun tak melepaskan pandangannya dari papan tulis dan buku tulisnya.
Aku mendengus geli dan hendak menelungkupkan kembali kepalaku, namun getaran handphone-ku membuatku mengurungkan niatku dan membuka pesan dari iphoneku.
'Gimana Ra? Bisakan? Lo kok gak bales sih? Lo kenapa? Gue ke kelas lo ya Ra. Kangen nih❤'
Aku merinding sendiri membaca pesan kepo dari Tristan,'Cowok sinting' pikirku.
'Najis, gk ush kesini lo. Gue bisa nnti'
kukirimkan balasanku kepadanya lalu kembali menelungkupkan kepalaku.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•.•
Seusai pulang sekolah tadi, aku mengetikkan pesan kepada Abang untuk menjemputku nanti sore. Dan sekarang, aku berjalan ke arah perpus sekolah. Sebenarnya aku paling anti lewat lorong ke perpus ini sendirian. Apalagi banyak anak yang berkata bahwa lorong disini angker. Oke, aku memang parno kalau menyangkut masalah beginian.
Aku mempercepat langkah kakiku karena merasa merinding di seluruh tubuhku.
Sesampainya di perpustakaan, aku meminta ijin pada Bu Ani-guru penjaga perpus- untuk belajar bersama si Tristan.
Eh, dimana tuh anak? Dari tadi aku belum melihatnya. Ish, lupakan. Buat apa aku memikirkannya.
Aku memasuki perpustakaan dan mendudukkan badanku di salah satu kursi yang tidak jauh dari pintu masuk.
Kubuka buku matematikaku dan mulai mempelajarinya sendiri. Kubolak-balikkan halaman-halaman didalamnya dengan malas. Entah kenapa hari ini aku benar-benar malas melakukan sesuatu.
Aku merasakan seseorang duduk disampingku dan memelintir rambutku yang ku gerai.
Siapa lagi kalau bukan si kunyuk Tristan?
Kutepis tangan usilnya, "Yok belajar, gue pengen cepet pulang," kataku ketus."Iya-iya cantik" godanya sambil menaik turunkan alisnya.
Aku mulai mengajari bagian-bagian yang tidak ia mengerti. Untunglah kali ini Tristan gampang nyantol, jadi aku bisa cepat pulang yey.
Saat aku membereskan buku-buku dan alat-alat tulisku, Tristan bertanya, "Ra, lo dah tau kan lusa ada tanding basket?"
"Hm"
"Lo dateng ya!"
"Ngapain? Males"
"Lahh, gue kan main Ra. Jangan bilang lo gak tau kalau gue jadi kaptennya," katanya percaya diri.
"Emang gak tau, dan gak mau tau" sewotku.
Tristan malah tersenyum geli "Gak mau tau pokoknya lo harus dateng. HARUS" dia memaksaku.
"Buat apa sih?" tanyaku kesal.
"Biar gue semanagat Ra, biar sekolah kita menang. Ah lo mah, buat sekolah loh Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Why Me?
Teen FictionKenapa selalu aku yang tersakiti? Kenapa selalu aku yang menderita? Kenapa aku yang harus tersisihkan? Dan kenapa aku bisa mencintaimu? Valerinsya Fradella Bracley - "Seharusnya aku tak pernah mengenalmu". Tristan Alaric Dixon - "Maafkan aku, tapi a...