BAB 26

2.1K 90 0
                                    

Author's POV

"RARA! Ra bangun Ra" Alvin panik lalu memampah Rara.

Luxiana terduduk di kursi makan. Nafasnya terenggah-enggah, ia mencoba berusaha berfikir jernih. Yang ia pikirkan kini, ini semua salah Rara, anaknya. Ia sempat mendengar percakapan antara Rara dengan ayahnya tempo hari lalu, yang ia tahu Rara meminta ayahnya itu segera pulang ke Indonesia.

Tapi bukan kepulangan yang menyambut mereka, hanyalah berita duka yang begitu menyayat hati mereka.

'Tidak, ini bukan salah Rara. Memang sudah begini garis hidup yang Tuhan berikan' batin Luxiana berkata.

Didekatinya anaknya yang sudah tergeletak di atas sofa. Alvin menatap Luxiana dengan pandangan heran, bukannya tadi dirinya memaki Rara? Tapi kenapa kini ia mengelus puncak kepala Rara dengan penuh kasih sayang?

Alvin memundurkan diri lalu meminta minyak kayu putih pada Bi Sari. Ia begitu khawarir dengan keadaan Rara saat ini.

"Ini Den"

"Makasi Bi" ucap Alvin lalu menerima minyak kayu putih Cap Lang dari tangan Bi Sari. Ia membuka tutupnya lalu mendekatkannya ke hidung Rara. Namun Rara tidak kunjung bangun.

"Kamu tolong bawa Rara ke kamarnya aja, biar tante telfonkan dokter" titah Luxiana pada Alvin. Alvin mengiyakannya lalu memampah Rara menuju kamarnya.

Diletakkannya Rara diatas kasur. Ia menatapi wajah Rara, kecemasan terlihat disana. Alvin yakin kini Rara dilanda penuh dengan duka. Hatinya pun ikut memanas, belum sampai 2 hari Rara putus dengan Tristan, kini ia harus menelan kenyataan pahit jika ternyata ayahnya meninggal dunia. Matanya saja masih sembab.

Tangan Alvin tergerak mengelus kepala Rara dengan sayang.

"Ra, gue disini. Gak akan tinggalin lo. Jadi tenang ya, ada gue" ucapnya membisik di dekat telinga Rara.

"Den, dokternya dateng" kata Bi Sari.

"Iya Bi, suruh masuk aja"

Dokter itu masuk lalu memeriksa keadaan Rara. Setelah dokter itu memiliki diagnosa, ia keluar dari kamar Rara dan menemui Luxiana.

"Jadi, bagaimana keadaan anak saya Dok?" Tanya Luxiana.

"Sodari Valerinsya hanya mengalami shock dan stres ringan. Mungkin ada beberapa kejadian yang membuatnya begitu terpukul hingga mentalnya sedikit menurun. Jadi saya mohon untuk selalu memperhatikannya. Karena kalau tidak, busa saja dia melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan" jelas sang dokter.

Luxiana memandang anaknya sedih dari luar kamar. Dia tidak tau apa yang selama ini Rara alami, ia hanya bergelut dengan masa lalunya yang kelam dan tidak memikirkan bagaimana Rara selama ini.

"Tadi saya sudah menuliskan resep obat untuk sodari Valerinsya. Obat ini bisa anda beli di apotek"

"Baik Dok, terima kasih atas bantuannya" ucap Luxiana.

"Sama-sama, kalau begitu saya mohon pamit" ujar dokter lalu menjabat tangan Luxiana.

Setelah si dokter pergi, Luxiana meminta Bi Sari untuk membelikan obat yang tertera dalam resep dari dokter.

"Iya Nyonya" patuh Bi Sari lalu segera membelikan Rara obat.

Luxiana menolehkan pandangannya ke kanan dan ke kiri, lalu mendapati Alvin yang masih setia berlutut di samping ranjang Rara dan menanti Rara segera bangun.

Luxiana menghampirinya, "Kamu nggak pulang?" Tanya Luxiana dengan penuh selidik.

"Nggak dulu tante, saya mau nunggu Rara sampai bangun. Kalau dia udah bangun dan dia baik-baik aja, baru saya pergi. Maaf tante, saya ngerepoti" ujar Alvin.

Why Me? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang