Hari sudah kembali pagi lagi, namun kali ini Ardi, papa dan mama sudah pulang dari Bali kemarin. Itu artinya aku tidak akan sendiri dengan bibi lagi.
Ardi juga sudah mencoba mencari pacar disana, namun katanya dia belum mendapatkannya, karena sulit. Kebanyakan mayoritas orang Bali adalah Budha. Aku hanya mengiyakannya dan memaafkannya, mungkin jodoh Ardi bukan orang Bali melainkan orang sekampung dengannya. Dan sebagai gantinya Ardi akan mengantarku ke sekolah.
Hari-hari ku disekolah terasa berbeda dengan hari sebelumnya, aku merasa ada yang aneh, namun aku tidak tau apa itu.
Saat siang, tepatnya istirahat. Aku mendapat telfon dari Ardi agar aku membereskan buku-buku ku. Aku tidak tau apa maksud Ardi, katanya dia akan segera sampai di sekolahku. Akupun tidak bisa menjelaskan apapun pada Chucha ataupun pada kak Taqwa.
Aku udah sampai di parkiran, dan aku juga sudah minta izin pada kepala sekolahmu. Cepatlah…
Aku bergegas dan minta pamit pada yang lainnya lalu berlari menuju parkiran. Tanpa menunggu lagi, Ardi melarikan mobil milik papa kerumah. Aku merasa semakin tidak enak, saat mendekati rumah. Ingin aku bertanya pada Ardi, tapi sepertinya raut wajah Ardi juga sama denganku yang was-was dan tidak enak. Saat aku hendak mengeluarkan suara, Ardi mendahuluiku.
“ kakek meninggal Mi…” katanya lirih, menahan tangisnya.
Seperti ada beban satu juta ton beratnya menjatuhiku, saat mendengar apa yang Ardi katakan. Aku tidak percaya awalnya, namun saat memasuki derah rumah, aku melihat bendera putih telah terpasang dan semakin menjawab pertanyaanku, di rumah begitu banyak kursi-kursi untuk para tamu. Air mataku sudah pecah sejak di perjalanan, semakin pecah saat langkah kakiku memasuki rumah.
Orang yang sekian lama selalu menasehatiku, orang yang dengan senyumannya dapat menenangkanku, kini telah tertidur dengan tenangnya didepanku. Dengan kain batik yang menutupinya. Aku melihat nenek ku berada diatas kepala kakekku senantiasa mengusap-usap kepalanya yang aku tau terasa dingin itu. Aku memasuki dan langsung tersungkur dilutut kakekku, menangis sekencang-kencangnya. Tidak peduli orang-orang yang melihatku sedang menagis. Ku pegang lututnya yangn sangat dingin dan tak bernyawa lagi, aku mengucapkan sesuatu yang pastinya tidak bakalan terkabulkan, ku cium jidat kakekku lalu terdiam dilutut sebelah kiri kakekku setelah nenek ku menegur agar jangan menagis histeris di depan mayat. Aku lihat seluruh adik ibuku telah datang juga. Serta Oomku yang baru saja datang langsung tersungkur di depan kakekku dan langsung menangis tanpa celah dan tidak menghiraukan teguran nenekku untuk tidak histeris.
Malamnya, aku tidur dengan mengelus-elus lutut kakekku hingga aku benar-benar tertidur setelah malam pengajian. Dan esok pagi baru akan dikebumikan di kota kelahiran kakekku.
*******
Assalamualaikum guys… para readers setiaku… semoga kalian dapat merasakan apa yang aku rasakan saat menulis bagian yang ini. Aku menangis, karena kembali mengingat Alm. Kakek aku…. Semoga tadi kalian enjoy yah membacanya… aku tunggu Vote dan komentarnya dari kalian yah… maaf kalau cuman sedikit bab tujuh nya..

KAMU SEDANG MEMBACA
LEMOT, IT'S ME
Teen Fictioncerita cewek yang serba lemot dalam segala hal, termasuk ngomong and makan... namun gimana dengan kisah cintanya? apa kah selemot dirinya atau tidak dan akankah dia berubah menjadi tidak lemot lagi?