hari masih siang, setelah aku keluar dari kelas aku sempat mengirimkan pesan pada Nuri untuk mengajaknya bertemu setelah selesai kuliah. Dengan keadaan kaki yang pincang akibat insiden satu bulan setengah yang lalu, kakiku menjadi bengkak permanen yang sebelah kiri di bagian mata kaki. Mengakibatkan aku sulit untuk shalat lima waktu dan juga LARI. LARI, entah bagaimana akibanya jika aku lari di kampus. Mungkin akan masuk rumah sakit lagi dan akan dimarahi tante Ria lagi. And I wont it. Bayangin aja, sebulan lebih kalian tidak bisa lari, dan lari sedikit saja akan membuat kalian keseleo lagi.
to : Nuri.
Mau ketemuan enggak?
Aku keluar dan berjalan melaui fakultas agama islam menuju fakultas teknik yang ada dibelakang. Beberapa saat kemudian ponselku bersin yang artinya ada message masuk, mungkin dari Nuri.
From : Nuri.
Mauuuuuuuuuuuu…. Bangeeeeeeeet…. Kamu ada di mana? Aku lagi ada di kantin agama islam, lagi makan. Kamu kesini aja.
To : Nuri.
Iya.. gue kesana.
Aku melangkahkan kakiku memutar meja hijau di taman fakultas ekonomi menuju kantin tempat Nuri lunch.
Belum sampai aku di kantin, Nuri sedah muncul dengan membawa semangkuk mie ayam bersama dua teman perempuannya.
“ hei Chi… duduk situ yuk.” Ajak Nuri, dan aku hanya mengangguk.
Aku hanya memandanginya makan mie ayam yang terlihat berwarna seperti sambal botol murahan. Karena melihatnya makan, aku mengeluarkan sisa bekal rotiku.
“ Ri, loe pernah mikir enggak kalau sambel yang loe makan itu dari buah tomat sama sambel busuk?.”
“ pernah…. “ jawab temannya yang gemuk di hadapanku.
“ hm… iya sih, tapi kalau lapar mau gimana lagi. Aku… aku enggak bawa bekal karena tadi buru-buru banget abis bantuin si ibu bersih bersih…” jawab Nuri sesekali menyeruput mie ayamnya.
“ gini yah… sambel-sambel kayak gitu kalau di simpen di kain selama sehari aja… pasti hasilnya bakalan berbekas. Itu berarti sambelnya enggak sehat dan mengandung zat-zat yang enggak seharusnya di makan.” Lanjutku dan memasukkan potongan roti terakhir kedalam mulutku.
“ ia deh… yang anak kesehatan.”
“ hhaha… by the way, bodyguard loe pada kemana semua?.” Aku mengalihkan pandanganku kearah jalan setapak dibelakangku.
“ masih dikelas, lagi ngurusin sertifikat seminar waktu di IPB.” Jawab Nuri dengan menyelesaikan makannya. “ Chi, aku minta minum kamu yah…”
“ iya…” aku menyerahkan gelas Tupperware berwarna pink padanya.
Tak lama kemudian, Bambang datang duluan namun tidak singgah ditempatku dan Nuri duduk. Malahan melanjutkan jalannya tanpa melihat kearah kami.
Setelah Bambang pergi dengan entah siapanya apakah seniornya atau teman seangkatannya dengan motor, Dimas dan Yudi datang dari arah kantin, hm… sepertinya mereka abis beli makanan. Tapi tidak ada yang mereka bawa seperti piring, minuman atau makanan ringan lainnya.
“ eh.. ada Michi.. tumben.” Kata Dimas yang menaruh tasnya diatas meja.
“ ada yang kangen nih di samping gue.” Kuarahkan daguku pada Nuri yang hanya tersenyum.
“ hai Michi.” Sapa Yudi padaku.
“ hai too.”
Dimas mengeluarkan kotak makans siangnya dan botol minumannya yang cukup besar berwarna biru dan mulai lunch ny bersama Yudi yang juga membawa bekal.
“ makan Chi.” Dimas tampak menawarkan lunchnya padaku.
“ thanks, gue udah makan.”
“ tumben kalian ketemuan, biasanya juga hari jumat. “
“ yah… kan kebetulan aja Nuri juga udah kelar kuliah dan gue juga udahan, jadinya kita ketemuan aja.” Jawabku seadanya.
“ gimana ujian nya hari ini Ri?.”
“ ah, susah Chi. Kalkulus sama bahasa inggris.”
“ haha… besok apa?.”
“ besok fisika sama pkn. Kamu?.”
“ besok sosiologi sama bahasa Indonesia.”
“ hmm… chi, shalat yuk. Dah duhur nih.”
“ yaudah kita ke rusunawa aja. Skalian biar pulangnya lewat situ.”
“ enggak ah, mending pulangnya lewat depan aja.”
“ jadi shalatnya dimana Nuri sayang?.” Aku mulai kesal sedikit dengannya.
“ dimana aja.”
“ ya udah di rumah sakit aja. Iya deh pulangnya lewat kampus aja. Gue mah ikuttin loe aja.” Kataku pasrah akhirnya dan mulai pergi.
“ Chi, sebelumnya kita balikin mangkuk nya dulu baru kita shalat bareng.”
“ iya aja dah gue mah…”
Yudi dan Dimas hanya melongo melihat Nuri dan aku berjalan.
“ kita ditinggalin nih ceritanya?.” Tanya Dimas sok merujuk.
“ kan ada yang lain duduk di situ. Lagian gak bakalan ilang juga loe kalau kita tinggal.” Kata ku asal dan benar-benar pergi dari hadapan kedua bodyguard Nuri.
Seusai shalat dhuhur, aku jalan bersama Nuri lagi kekampus melalui pascasarjana dan fakultasnya. Dengan diiringi curhatan-curhatan Nuri tentang Fauzan yang tidak aku kenal orangnya dan wajahnya seperti apa.
Beberapa menit berjalan layaknya sepasang pengantin, akhirnya ku dan Nuri harus pisah arah. Aku harus menyeberang dan menunggu bustranspakkuan menjemputku, sedangkan Nuri berbelok kearah halte bus yang ada disebelah kanannya, menunngu bustranspakuan sepertiku.
“ see you on jumat yah Ri. “
“ iya Chi. Padahal masih kangen..”
“ yaelah, kayak enggak ada ponsel aja buat ngirim sms atau jejaring soial lainnya aja. Dah ah, gue nyebrang yah.”
“ iya Chi. Hati-hati yah..”
“ you too…”
Aku pun melanjutkan jalanku dan duduk di halte bus yang cukup sepi, hanya da tiga orang yang duduk. Entah menunggu bus transpakuan atau hanya sekedar duduk saja. Sembari menunggu busnya datang, aku membuka buku untuk ujian esok hari. Sosiologi.
*******
Terima kasih udah mau membaca yah… J
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMOT, IT'S ME
أدب المراهقينcerita cewek yang serba lemot dalam segala hal, termasuk ngomong and makan... namun gimana dengan kisah cintanya? apa kah selemot dirinya atau tidak dan akankah dia berubah menjadi tidak lemot lagi?