27.......

80 1 0
                                    

Ismi pov.

Keesokan harinya, kakiku bukannya membaik malah memburuk. Karena aku terlalu memaksakan terus berjalan, padahal dokter yang menangani kakiku bilang jangan banyak berjalan dulu tapi akunya yang keras kepala.

Dengan kaki yang dibalut dengan elastis perban berwarna coklat kulit, perlahan aku berjalan menuju meja makan dan mengambil selembar roti dan memasukkan bekal kedalam tasku lalu pamit untuk segera kekampus.

“ becareful yah…” tante Ria berteriak dari dapur.

“ iya tan. Assalamualaikum…” dengan terseok-seok aku berusaha berjalan keluar hingga kejalan raya untuk menyetop angkutan umum.

Orang-orang yang kebanyakan anak sekolahan da nada beberapa anak kuliahan melihat iba padaku yang berjalan dengan perlahan dan terseok, bukannya menawarkan tumpangan gratis malah diliatin gitu.

Jalan yang biasanya aku tempuh hanya lima belas menit kini aku mampu menempuhnya selama tiga puluh menit. Hebat gak tuh?
untungnya, saat aku akan menyebrang, seorang satpam membantuku munyuberang jalan karena melihat kakiku yang kurang sehat.

Saat naik keangkutan umum aku meringis sedikit karena kaki kiriku akau paksa untuk bergerak membuat orang-orang dalam angkutan umum memperhatikan aku. Hey, I’m not a miss Indonesia yang ingin diliatin mulu. Alhamdulillah pagi ini tidak macet sehingga aku bisa sampai dikampus seperti sebelumnya, namun belum termasuk untuk berapa lamanya aku akan naik tangga sebanyak empat lantai.

Dengan bus transpakuan yang membawaku hingga depan kampus hingga selamat, untungnya dengan sabar menugguku turun dengan benar dari bus trans pakuan.

“ hati-hati dek jalannya.” Kata kondektur bus itu.

“ iya A’.” kataku tanpa menatapnya.

Dengan jantung yang berdegup kencang karena memikirkan sebentar lagi bakalan ada beberapa orang yang kan bertanya tentang kakiku ini. Ku hembuskan nafas beratku sebelum kembali melangkahkan kakiku menuju kampus. Selama perjalanan kekelas dilantai empat, aku yakin beberapa orang heran melihat cara berjalanku yang pincang. Lagi-lagi aku berusaha cuek dan tetap berjalan dengan perlahan agar kakiku tidak keseleo lagi.

Bebrapa kali aku mencoba menegapka badanku dan berjalan seperti biasa namun hasilnya aku selalu keseleo dan membuatku harus lebih perlahan menaiki setiap anak tangga dihadapanku.

“ masih ada dua lantai lagi…”

“ kakinya kenapa Neng?.” Tany petugas kebersihan yang bertugas di fakultas ekonomi.

“ kecengklak pak…”

“ oh… hati-hati ya neng…” aku hanya mengangguk sekali plus tersenyum dan kembali menaiki tangga.

Aku tau kalau akau sudah terlambat beberapa menit akibat kakiku yang tidak bisa diajak kompromi untuk bisa lebih cepat berjalan.

LEMOT, IT'S METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang