31.......

84 1 0
                                    

NURI POV. 

syukur alhamdulillah aku sudah bisa menghasilkan pekerjaan sendiri dikota kelahiranku Medan, aku juga sudah tau kalau Dymas, dan Yudi sudah bertunangan. terlebih lagi Michi, yang telah memiliki momongan. 

huufffttt... 

siang-siang terik di Medan bersama segelas teh dingin aku duduk di rumah orang tuaku, aku sedang tidak mood untuk ke tempat aku membuka usaha kecilku. karena matahari sedang terik-teriknya, lagipula sudah ada orang kepercayaanku yang aku yakini dapat menjaganya saat aku sedang tidak bisa. 

saat aku sedang santai, tiba-tiba ponselku berdering. 

" Tohim?." gumamku lalu segera mengangkat telfon darinya. 

" ya To, ada apa?." 

" anu, maaf bu. ada laki-laki yang datang mencari ibu katanya." kata Tahim diseberang dengan suaranya yang sopan.

aku mengerutkan kening, berfikir siapa yang mencariku di siang bolong ini. " siapa To. kamu tanya namanya tidak?."

" aduh, maaf bu, saya lupa tanya namanya. yang jelas yang cari ibu itu laki-laki dan katanya juga ibu kenal sama dia."

" hmm..." aku berfikir lagi siapa kira-kira. " well, ya sudah. kamu suguhi saja dulu apa yang ada disana dan bilang saya akan segera datang ke sana. thanks ya To informasinya. ya sudah, Assalamualaikum." 

" waalaikum salam bu." 

setelah aku menerima telfon dari Tohim, aku segera kedalam dan pamit pada ibu untuk ketempat usahaku. 

" hati-hati nak." 

" iya bu. Assalamualaikum."

" waalaikum salam." 

aku segera mengendarai motor bebek yang berhasil aku beli dari hasil usahaku, menuju tempat usahaku berada. memang tidak terlalu jauh dari rumah, tetapi untuk apa aku membeli motor kalau tidak untuk dipakai?

sekitar setengah jam kemudian akupun sampai ditempat usaha kecilku. Tohim langsung keluar menemuiku dan memberi tahu kalau tamunya ada di dalam. 

aku merapihkan kerudung cokelat ku yang menutupi hingga siku dan rok hitam lebar lalu meyakinkan diri bahwa itu adalah seorang pelanggan. 

rambut pendek hitamnya, yang sedikit keriting dari belakang, badan tegap dan tingginya yang tidak pernah aku lupa semasa kuliah dulu, aku tak mau berfikiran bahwa itu adalah Fauzan, pria yang mengenakan jas hitam dan celana kain hitam yang aku  yakin mahal, membelakangiku.

" ini pak, ibu Nurinya." ujar  Tohim. membuat pria itu berbalik seketika. 

aku membulatkan mata kaget karena apa yang aku fikir ternyata benar adanya. bahwa pria dihadapanku adalah Fauzan. 

" Assalamualaikkum Nuri." ujarnya seraya berdiri dari duduknya.

" wa... wa.. waalaikum salam Zan." kataku kikuk, lalu mempersilahkannya duduk kembali lalu meminta Tohim mebuatkanku minuman.

" ada apa kau kemari? hmm... ngomong-ngomong dari mana kau tau kalau aku memiliki usaha disini. dan bagai mana pula kau tau rumahku di Medan?." aku melemparkannya bertubi-tubi pertanyaan saking gugupnya aku melihat dia yang makin tampan saja. kini badannya sedikit lebih berisi dari yang pernah aku liha terakhir saat kuliah dulu. garis wajahnya yang makin menampakkan ketampanannya, matanya juga yang semakin tajam. ya Allah... i hope he'll say what i want he say for me for long time ago...

" hm... nothing, i just wanna see you. because not long to see you." 

" oh.. aku kira ada apa. kau sudah makan?." entah mengapa pertanyaan bodoh ini bisa keluar begitu saja. 

LEMOT, IT'S METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang